Aku hanya mau bilang, kalau kasurku terasa jutaan kali lebih empuk dan nyaman setiap aku pulang sekolah. Tubuhku benar-benar ambruk, padahal tidak banyak kegiatan yang aku lakukan tadi pagi sampai petang ini. Jadwalnya memang dari pagi pukul 9 dan selesai pukul 6.
Hanya belajar namun itu berat. Bukan aku jenuh dengan sekolahnya, tetapi kegiatan di kelas, bersama guru yang menurutku bergumam saja, tidak satu melainkan 11 pelajaran tiap minggu. Pernahkah kalian merasa tidak adil? Di saat guru Geografi dan Matematika memaksamu untuk memahami materi—memahami mereka, tetapi mereka, guru itu, tidak memahami muridnya. Aku, mungkin?
Sewaktu di kelas 10, aku berlari ke Teater sebagai pelampiasan lelahku di kelas. Tetapi semenjak OSIS, terpaksa ku hengkang. Memang sudah aturan, tiap siswa hanya bisa mengikuti satu organisasi.
Hapeku tiba-tiba saja ribut. Notifikasi dari grup teater rupanya. Oh iya, sekali pun sudah vakum dengan kegiatan disana, namaku tetap ada pada struktur, sebagai anggota dewan.
Mereka membahas soal open casting untuk pementasan yang digelar beberapa bulan lagi. Sekedar iseng, aku ikut berbincang, maksudnya bercanda.
Aku: pingin ikut casting.
Tapi pasti auto lolos.Banyak yang membalasnya dengan ejekan. Kata mereka; siapa suruh jadi OSIS, jadi ninggalin hobi. Intinya seperti itu, tetapi dengan banyak bahasa. Ah, rindunya berkata kasar di teater.
Lalu tiba-tiba satu chat dari Joshua di grup membuatku terpaksa menegak. Kaget sekali!
Joshua: Tahu Jeon Wonwoo? Dia dulu juara teater di SMP. Minat ajak dia join? Lumayan nambah aktor.
Aku melongo tidak percaya. Jeon Wonwoo yang tadi berkenalan denganku bukan, sih? Pertanyaan semu itu makin bertambah diiringi oleh balasan teman-teman yang bilang kalau mereka mengenal Jeon Wonwoo, setuju mengajaknya bergabung dalam proyek drama kali ini.
Aku: Jeon Wonwoo siapa? Kok aku nggak tahu.
Woozi: Dulunya Teater Bhumi di SMP . Pemeran aktor terbaik lagi.
Jun: anak 10 IPS-1 kalau nggak salah.
Kepalaku mengangguk, suara di hati bergumam, dada bergemuruh entah alasannya apa. Jadi benar. Jeon Wonwoo tadi yang dimaksud oleh anak teater. Wonwoo yang memikatku pada perjumpaan pertama.
***
"Diskusinya kita cukupkan hari ini, ya. Sesuai yang disepakati, kita tambah si Jeon Wonwoo itu sebagai peserta terakhir." Tutur Jeonghan, memberesi peralatan tulis di atas meja. Semuanya juga seperti itu. Tadi kami para OSIS sedang diskusi terkait Wonwoo yang kemarin. Untungnya, disetujui oleh forum.
"Minhwa nanti jangan lupa hubungi Jeon Wonwoo." Peringat Seungcheol. Dia tahu aku terkadang suka lupa dengan hal kecil ini, "Uang pendaftarannya dia juga minta."
"Iya, ih, cerewet." Aku berdiri membawa tas, "Kalian langsung pulang?" Ini sudah kelewat sore bahkan mulai malam. Kami diskusi sehabis jam sekolah.
"Bareng ayo." Ajak Jisoo, "Tapi mau ke Thai Tea sebentar. Ikut?"
"Lanjut deh, Jis. Aku capek banget." Tanpa menunggu lama lagi, aku pamitan pada yang lain, bersama Jisoo untuk menuju parkiran bersama. Sekolahku agak luas, dan parkiran motor berada jauh di sebelah barat, aku serta Jisoo terbuai dengan angin petang itu. Menghantarkanku pada obrolan unik.
"Semenjak putus, kamu jadi sering bawa motor, ya."
Aku tertawa canggung, "Nyesel sedikit dulu kemana-mana harus sama dia. Jatuhnya aku kayak manja."
KAMU SEDANG MEMBACA
Toward Dusk | wonwoo
Fanfic"Karena cowok juga sama kayak cewek. Mereka bisa marah, mereka lelah mengalah, mereka ingin dimengerti, mereka mau kodenya ditangkap. Jadi tolong, kadang pahami tipikal cowok. Tipikalku." Begitu ucapnya sebelum berlalu meninggalkanku sendiri. Wonwo...