Terhitung, ini sudah hari ketiga aku tidak berkomunikasi dengan Wonwoo. Kami berdua sama-sama diam tanpa kabar, yang aku tahu hanya sebatas update story Instagramnya, atau Mingyu, bahkan Soonyoung. Paling tidak, Wonwoo masih ada yang menemani. Dia tidak sendirian.
Selain dia, aku juga mulai rindu Kak Minho. Seminggu lebih kepergiannya, keluargaku menjadi lebih dingin. Tidak ada waktu berkumpul bagi kami di setiap hari sabtu, tidak ada movie marathon bersama-sama lagi, ayah dan bunda juga tidak sehangat saat kami berempat.
Tarlalu sering aku menangis semenjak itu. Perlahan aku sadar, aku benar-benar sendiri ditengah ramainya dunia. Sulit untuk menceritakan ini kepada teman-temanku yang lain, rasanya hanya masalahku sangat pribadi, dan aku tidak mau mendapat perlakuan atas dasar iba. Di luar itu, mereka pasti juga memiliki masalah yang jauh lebih besar ketimbang yang aku alami.
Sore ini aku kembali diam di kamar, menyalahkan Tuhan karena menulis skenario hidupku yang seperti ini. Ayah seolah tidak peduli, Bunda membisu, Kak Minho pergi, Wonwoo tanpa kabar. Aku pikir keluarga yang harmonis akan selamanya begitu. Ternyata salah.
Ponselku berdering ketika aku memilih untuk tidur sore, aku mengambil benda itu yang tadinya tersimpan di meja belajar. Kim Mingyu adalah nama yang terpampang di layar.
"Ya—"
"Kak! Kak dimana?!"
Aku terkejut karena teriakan Mingyu terdengar panik, ditambah dia memotong sapaanku. Tidak seperti biasanya dan jujur saja ini membuatku jengah. "Di rumah. Gimana, Gyu?"
"Kak! Wonwoo demam tinggi, dia pingsan!"
Dan ya, ketakutanku ternyata karena Wonwoo.
***
"Orang tuanya mana?!" aku berteriak di balik punggung Mingyu yang lebar. Dia memaksa untuk menjemputku, padahal tadi aku bilang akan berangkat sendiri ke rumah Wonwoo. Kami menaiki motor dengan kecepatan di atas rata-rata. Aku panik.
"Kerja," kata dia yang juga berteriak, "Aku sama Soonyoung baru sampai rumahnya, naik-naik ke kamar, Wonwoo sudah nggak sadar dan badannya panas banget."
"Mingyu cepetan!" bahunya aku tepuk, mengisyaratkan agar lebih mengebut, dalam hati aku terlampau khawatir, sampai tidak sadar jika air mataku turun. "Wonwoo..."
Pikiranku hanya melayang pada kondisi Wonwoo saat ini. Yang ternyata diam-diam membawaku ke rasa bersalah yang teramat besar; seharusnya aku tidak sekeras itu memarahi Wonwoo; seharusnya aku memaklumi dia yang memang ingin aktif; seharusnya aku menurunkan ego. Dan masih banyak hal yang seharusnya aku lakukan untuk Wonwoo.
Wonwoo tidak sehat baik di luar maupun di dalam. Kakinya tidak baik-baik saja, tapi sekarang tubuhnya demam. Aku tetap menangis, bahkan setelah Mingyu memakirkan motor di pekarangan rumah Wonwoo. Pintu rumahnya aku buka paksa, kemudian berlari menaiki tangga menuju kamarnya.
Jantungku berpacu cepat saat mendapati Wonwoo yang mengenakkan piyama abu-abu, sedang berbaring di ranjangnya, memainkan ponsel, dan ditemani Soonyoung.
"Wonwoo..."
"Minhwa?" Wonwoo menegakkan tubuhnya, "Hai."
"Kalian butuh waktu berdua, ya?" Soonyoung menyentuh lenganku yang langsung membuatku sadar dari keterkejutan, "Aku di luar sama Mingyu, kak. Ngomong-ngomong Wonwoo memang sakit gara-gara rindu ke Kak Minhwa."
Lalu dia keluar, menyisakan aku dan Wonwoo yang sama-sama menatap. "Jangan di situ, sini duduk."
Aku berjalan tertatih, masih mencoba menelan maksud situasi yang terjadi karena tampaknya Wonwoo sangat bugar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Toward Dusk | wonwoo
Fiksi Penggemar"Karena cowok juga sama kayak cewek. Mereka bisa marah, mereka lelah mengalah, mereka ingin dimengerti, mereka mau kodenya ditangkap. Jadi tolong, kadang pahami tipikal cowok. Tipikalku." Begitu ucapnya sebelum berlalu meninggalkanku sendiri. Wonwo...