4 - Jadi pemandu ("Bukan sama jalannya tapi sama Kak Seungcheolnya.")

1K 117 2
                                    

Tubuhku terasa memikul berton-ton beban pikiran sore ini. Ah, rasa penasaran tadi pagi tidak kunjung hilang. Aku pikir, pulang akan membuatku lupa sejenak tentang Jeon Wonwoo. Nyatanya itu percuma, dirinya selalu hadir tiap menit. Duh..

"Aku pulang." Sahutku begitu membuka pintu, tetapi seperti yang sudah-sudah. Tanpa sambutan. Mungkin, aku berbicara pada ruang hampa. Ayah Bunda sibuk dengan bisnisnya, Kak Minho punya dunia sendiri bersama kampusnya.

Akhirnya, langkahku berderap malas menuju kamar. Ini pukul 7 dan aku sangat lelah juga lapar. Di rumah kosong, orang tuaku tidak suka menyewa asisten rumah tangga, sehingga tidak akan ada makanan yang siap santap. Hah! Paket lengkap.

Bergerak sangat gontai, aku memilih membersihkan diri. 30 menit kemudian, telah berbaring di atas ranjang—magnet terkuat dunia. Sampai-sampai, aku lupa kalau lapar saking malasnya.

"Kak Minho..." Ku telepon dia. Berkedok menyuruhnya untuk cepat pulang agar bisa membelikanku makan.

"Iya, kenapa?"

"Jam berapa pulang? Aku sendirian, nggak ada makanan," Keluhku.

"Sebentar lagi, ya. Kakak masih ngerancang program kerja sama yang lain. Buat mi dulu aja."

"Jam berapa pulangnya?" Aku menuntut.

"Lagi sebentar, janji, sebentaaaaarrr.."

"Terserah." Aku menutup sambungan dengan Kak Minho. Memang sudah terbiasa seperti ini, tetapi sekarang rasanya beda. Aku seolah muak entah mengapa tiba-tiba. Di samping itu, moodku sudah hancur karena memikirkan Jeon Wonwoo.

Bayang-bayang omongan Jeon Wonwoo yang tidak jelas di perpustakaan tadi kembali datang. Sumpah, serius! Dia berjuta-juta kali membuatku sangat penasaran.

Hah! Membayangkan Wonwoo bersama kesendirian ini ternyata melelahkan.

.
.
.
Bagiku, tidur bagaikan sulap. Secara pribadi, tidur membuatku lupa diri walau hanya sebentar. Datang pula sebuah berkah yang sempat terlupakan.

"Maem, yuk. Kakak beli pizza tadi."

Kak Minho membangunkanku pelan dengan usapan
lembut di kepala. Ya, tadi aku memilih langsung tidur saja daripada menunggu terlalu lama—serta kecewa bersamaan. Aku melirik jam setelahnya, "Nggak deh, males. Jam 12 juga,"

"Marah sama kakak, ya?" Kak Minho pasti baru pulang dari kampus. Tas ransel hijau army masih tersampir di punggungnya. "Maaf ya, kakak minta maaf."

"Santai, Kak Minho istirahat saja, Minhwa juga mau lanjut tidur." Aku kembali merebahkan diri. Bukan apa-apa, aku hanya terlarut dalam rasa kecewa.

"Minhwa, ka—"

"Malem, Kak."

Setelahnya, aku tidak merasakan apa-apa kecuali ranjang yang lebih ringan. Diikuti dengan suara pintu tertutup yang agak keras. Oke.

***

Sekolah berjalan seperti biasa, hari-hari membosankam itu kembali datang. Moodku tidak kunjung naik, sampai teman-teman heran kenapa aku banyak diam.

"Sakit, Min?" Tanya Jihyo.

"Gak."

"Tumben diam, kenapa?" Tanya Jennie.

"Gak kenapa."

"Minhwa nggak kayak biasanya." Ujar Dahyun.

Toward Dusk | wonwoo Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang