"Ah, udahlah, aku lagi nggak minat dekat sama cowok." Kataku sembari bersandar. Kelas sepi karena jam istirahat, hanya ada aku, teman-temanku, dan beberapa orang kelas yang memilih main game.
"Tapi sama Wonwoo kok gitu?" tanya Dahyun. Dari tadi, mereka ber-3 selalu kepo soal Wonwoo dan aku. Belum lagi ada kabar tentang Kyulkyung.
"Gitu gimana, sih? Biasa aja." Aku kembali duduk tegak, "Kantin, yuk!"
"Minhwa, serius deh, kamu gimana ke Wonwoo?" Jihyo ikut mencerca. "Aku mau tahu soal perasaanmu dulu."
"Nggak tahu, suka kayaknya. Ya... suka aja sama Wonwoo."
"Kamu suka?! Suka sama Wonwoo?! Seriusan?!" Jennie heboh sendiri, dia sampai menggebrak meja, "Kok bisa?"
Oke, mungkin aku akan jujur tentang ini kepada mereka. Teman-temanku belakangan suka heran, kenapa bisa tiba-tiba aku dekat dengan Wonwoo yang notabenenya adik kelas. Sebetulnya, aku juga heran. Tujuanku adalah untuk mengikuti alur tanpa pernah tahu jika Jeon Wonwoo ada sebagai pengiringnya.
"Cuman ya.. gimana aku mesti cerita nih, intinya waktu itu aku bisa kenal Wonwoo gara-gara putra putri sekolah. Selama aku ngurusin di osis itu, Wonwoo sering senyum. Ganteng, menurutku, pakai banget. Awalnya aku belum suka, tapi lama kelamaan, semakin sering ketemu dia, aku jadi suka. Kalian pasti ngerti, suka sama orang itu gampang. Jadi aku nggak ambil pusing ke urusan itu."
Mereka diam, masih menyimak.
"Wonwoo lucu kalau aku bisa bilang, dia sengaja pakai perfume lebih gara-gara nggak mau aku cium bau keringatnya habis basket. That small little thing, guys... means a lot sebenarnya. Dia perhatian, nggak mau aku kenapa-napa, that's why aku pulang pergi sekolah sama Wonwoo sekarang."
Lebihnya aku cerita kepada mereka. Tentang Wonwoo, sifat serta sikapnya yang aku tahu, kemudian keberaniannya yang bertemu ayah. Di luar itu, soal Wonwoo dan Kyulkyung juga aku beritahu tanpa absen. Sampai tiba-tiba celetukan dari Jihyo membangunkan alam bawah sadarku kembali normal. "Kamu marah karena Wonwoo pergi sama Kyulkyung."
Aku diam, berpikir kebenarannya.
Mungkinkah?
***
Seperti hari-hari sekolah lainnya, tiap jam pelajaran usai aku akan menetap sementara ke ruang osis. Namun, ini belum pulang dan aku di sini. Kelasku jam kosong, agak membosankan kalau berdiam diri saja.
"Oh? Jam kosong juga?" aku nanya ke Seungcheol, Jisoo, dan Lisa. Mereka satu kelas.
"Iya, fisika nggak ada guru." jawab Lisa, "Kamu?"
"Ekonomi." menempati meja kerjaku, aku melirik beberapa tumpuk proposal yang telah aku kerjakan. Tiap mengerjakannya, selalu dipenuhi sumpah serapah tanpa henti, benar-benar memusingkan batin.
"Eh, iya, kamu masih mandu Jeon Wonwoo, Min?" tanya Jisoo dan semua orang langsung memandangku tersenyum.
"Merangkap jadi pemandu hati, bukan?" Seungcheol ketawa. Ah, sialan, ini juga gara-gara dia aku menjadi begini.
"Ngeselin!" aku diam, tidak menyambut ucapannya, "Pinjam laptop dong, aku mau print laporan keuangan."
"Percuma, Minhwa." kata Lisa, "Printer osis rusak, koperasi juga tutup karena jam kerja Bu Dara sudah selesai."
"Lah, terus gimana dong? Laporan buat disetor ke kepala sekolah ini," jika sudah menemukan kendala seperti ini. Siapa pun tidak mungkin tidak kalut. Besok deadline-ku, berurusan dengan petinggi tidak boleh sampai molor. Alasan stress di osis, ya, ini dia.
"Ayo ke toko punya Om Aaron, ngeprint di sana." Seungcheol langsung berdiri dan secepat itu mengikutinya.
Toko Om Aaron itu berada di sebrang sekolah, persis. Sebuah toko yang dibangun dengan tujuan mensejahterakan siswa. Benar-benar tempat yang tepat untuk mengerjakan tugas, karena menjual makanan-makanan kecil serta minuman, juga alat kebutuhan sekolah.
Selain itu, toko Om Aaron juga sering dijadikan tempat nongkrong anak-anak Amor. Kadang untuk bolos, atau biasanya sepulang sekolah mereka akan berkumpul di sana, sekedar menghapus bosan di rumah. Dulu, Seongwoo sering seperti itu.
Anak-anak Amor itu nakal yang dalam artian mereka merokok dan sesekali minum. Sudah hal lumrah yang tidak bisa dihentikan. Tetapi, yang membuatku kaget adalah seseorang di pojok meja.
Dia menatapku sama terkejutnya. Wonwoo menghampiriku setelah mematikan rokok yang tadi dia hisap.
"Wonwoo?"
"Kak.. aku—"
"Nggak usah dijelasin, aku cuman kaget."
"Aku cuman gini kalau stress, seriusan, aku jarang ngerokok, kak.."
"Kamu masuk Amor juga?"
Wonwoo menggeleng cepat, "Aku bukan mereka, tapi suka ikut ngumpul aja karena Mingyu itu Amor."
Aku secara automatis tersenyum, "Wonwoo, dengan begitu kamu sudah bagian dari mereka." pilihanku kemudian untuk menyingkir dari Wonwoo, kembali pada tujuanku kemari, "Kamu lanjut aja, aku mau ngeprint."
"Sama siapa ke sini?" Wonwoo mengikutiku ternyata.
"Seungcheol."
Ketika aku sibuk mengedit kembali laporan, Wonwoo hanya bertanya seputar hal-hal yang terpampang di layar komputer. Mulai dari laporan apa; atas dasar apa di buat; disetor ke siapa, dan masih banyak lagi. Sepertinya, dia hanya berusaha berbicara denganku.
"Kamu kapan latihan teater?" tanyaku.
"Besok sore, ikut tungguin, ya?"
"Kamu mau aku liatin latihan?" tanyaku lagi.
"Iya, mau." Wonwoo senyum.
"Hahaha iya, besok aku ke teater." reflek, aku mencubit pipi Wonwoo. Dia menggemaskan ketika senyum.
"Thank you,"
"My pleasure, Wonwoo." Aku bangkit setelah menerima lembar laporanku, "Kamu masih mau di sini?"
"Terlanjur sama Mingyu, lagi sebentar balik ke sekolah." ucapnya, masih tersenyum. "Aku antar sampai depan."
Aku mengangguk dan kami berjalan pelan kembali ke tempat dimana anak-anak Amor tengah berkumpul. Seungcheol sedari tadi di sana, tanpa puntung rokok di jemarinya. Kuyakin, dia menjaga martabat sebagai anggota osis karena ini ada di lingkungan sekolah.
"Kak Seungcheol, hati-hati bawa Kak Minhwa sampai sekolah, ya." Wonwoo berbicara ke Seungcheol. "Orangnya langka, aku nggak bisa dapat lagi kalau hilang."
Seungcheol dan Wonwoo ketawa, aku juga, "Memangnya aku barang? Nyebelin, ih,"
"Barang antik super langka. Cantiknya nggak ada yang nandingin, jadi banyak peminatnya." Lagi-lagi Wonwoo ketawa, diikut Seungcheol.
Aku berbunga-bunga.
***
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Toward Dusk | wonwoo
Fanfic"Karena cowok juga sama kayak cewek. Mereka bisa marah, mereka lelah mengalah, mereka ingin dimengerti, mereka mau kodenya ditangkap. Jadi tolong, kadang pahami tipikal cowok. Tipikalku." Begitu ucapnya sebelum berlalu meninggalkanku sendiri. Wonwo...