24 - ILYSB ("Bicara apa sama Bohyuk?")

634 90 10
                                    

Kak Minho memang orang penuh kejutan meski dia melakukannya tanpa sebuah upaya keras. Entah sihir macam apa yang dia lakukan, kini di lantai kamarnya sudah ada beberapa tas belanja yang berisi beberapa pasang pakaian perempuan.

"Buat kamu semua," kata dia waktu aku bertanya ini milik siapa.

"Terus Kak Minho kapan beli?" aku melirik jam di atas televisi ruang santai dari meja makan, "Kemarin kita udah tidur dan sekarang baru jam sepuluh."

"Kak Minho minta bantuan Nayeon untuk belanja semua ini," Kak Minho menghidangkan segelas jus alupkat dan pisang, "Kemarin malam dia lagi pergi sama teman-temannya, Kak Minho nitip karena bilang kamu di sini, terus tadi pagi dibawain."

"Kok nggak mampir?"

"Nayeon masih sungkan ketemu kamu lagi," jawabnya dengan sekilas senyum tipis kemudian beralih ke wastafel.

Mungkin Nayeon bukan perempuan gampangan, mungkin Nayeon justru orang baik, mungkin Nayeon terlalu bodoh oleh Kak Minho, mungkin seharusnya aku bisa bersikap lebih baik dari ini terhadap Nayeon. Mungkin mungkin dan mungkin. Pikiranku hanya tertuju pada Nayeon yang ternyata mau membawa barang belanjaan titipan Kak Minho pagi-pagi untukku.

Aku belum mengenal Nayeon sepenuhnya, jadi entah bagaimana aku harus bersikap pada perempuan itu nanti. Yang jelas untuk sekarang, Nayeon adalah alasan keluargaku terporak-poranda.

"Kak Minho kuliah dulu, sehabis itu langsung kerja. Baru pulang mungkin malam, kamu nggak pa-pa?" tanyanya dalam raut wajah khawatir, "Atau mau ke rumah? Kak Minho antar."

"Gak!" sanggahku cepat, "Nanti aja pulang kalau sama Kak Minho. Gak mau sendiri..."

Kakinya melangkah pelan menjauhi dapur, menarik kursi kemudian duduk di sebelahku, "Tungguin Kak Minho, ya, nanti kita pulang berdua ke ayah sama bunda."

Aku berharap waktu tersebut akan segera tiba.

***

Untuk terakhir kali aku bilang, Kak Minho adalah orang yang penuh kejutan. Tahu apa lagi yang dia datangkan untukku siang ini? Sesosok laki-laki yang belakangan sedang aku cintai, laki-laki yang menjadi mimpi terindahku tiap malam.

Jeon Wonwoo!

"Sama siapa?" tanyaku sewaktu dia sudah duduk di sofa, menonton televisi.

"Sama taxi," Wonwoo bersandar namun matanya tidak berpaling dari tatapanku, "Kamu oke? Kalau Kak Minho nggak telepon aku pagi-pagi, aku gak akan tahu kalau kamu lagi ada masalah, aku panik karena dari malam kamu gak ada kabar."

"Sorry?"

Wonwoo menggeleng, "Yang penting aku tahu kamu baik-baik aja sama Kak Minho."

Aku mengistirahatkan kepalaku di bahunya, berikut yang disambut hangat oleh Wonwoo dengan pelukan nyaman, "Wonwoo."

"Iya?"

"Aku mau pergi."

"Kemana?"

"Terserah kemana aja."

"Iya, kita pergi, ya."

"Cuman kakimu masih belum sembuh."

"Aku juga mau kita pergi," sahut Wonwoo sembari mendekapku kian erat, "Untuk hari ini aja, kita jalan berdua, ya? Nggak masalah sama kakiku, ini gak akan lebih parah. Aku kangen pergi sama kamu."

Wonwoo memintaku untuk tidak mengkhawatirkan kakinya hari ini, dalam hati aku mau karena di balik itu, aku merindukan saat dimana kami bisa berdua di bawah senja—meski tidak mengendarai motor.

Toward Dusk | wonwoo Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang