Chapter 2

373 48 7
                                    


Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

WAVERLY BELL

Aku meneguk ludahku dan berusaha agar tidak gugup. Aku lemas dan sepertinya pria dihadapanku ini tahu bahwa aku terpesona dengan dirinya. Aku memejamkan mataku berusaha untuk tidak memikirkan apapun. Aku menjilat bibir merah mudaku dan membuka mata. Jantungku berdegup ketika matanya menatap ke arah bibirku.

Kami belum memulai pertandingan yang seharusnya dimulai sekitar sepuluh menit yang lalu. Aku belum berani bergerak sedikitpun dari tempatku berpijak. Justin tersenyum dan mendekatiku. Suara penonton semakin ribut namun aku tidak bisa berfokus pada apapun saat ini.

Kecuali dirinya.

Justin semakin mendekat ke arahku. Aku tak tahu mengapa ada sesuatu yang bergejolak di perutku. Seperti sakit yang tertahan. Aku tidak boleh menyerah. Aku mengepalkan tinjuku. Aku selalu memukul lawanku dengan tangan kosong dan tulangku benar-benar sudah sangat terlatih dan kuat. Aku juga melihat bahwa Justin menggunakan tangan kosongnya.

Apakah ia akan mengalah? Untuk apa ia bertaruh hingga sepuluh dolar hanya untuk melawanku? Apakah ia gila?

Berbagai pikiran membuatku kacau dan tak bisa memikirkan apapun saat ini. Justin semakin mendekat dan sekarang ia berada di hadapanku. Entah mengapa secara otomatis tanganku terangkat menuju dada bidangnya. Sial, ini keras. Tubuhnya benar-benar terbentuk sempurna.

"Kau menyukainya?" deru napas Justin benar-benar hangat. Aku tak berani mendongak."Kau bisa mendapatkan lebih dari ini." Wajahnya benar-benar dekat. Ini pertarungan. Tidak seharusnya aku seperti ini. Aku segera menurunkan tanganku dari dada bidangnya dan meninju rahangnya. Rahangnya kuat. Tubuhnya tidak sekalipun goyah dan masih berada di depanku. Wajahnya sedikit tertoleh ke kanan.

Aku benar-benar ragu melawannya. Justin bisa saja membuatku pingsan dalam sekali pukulan. Aku tak sanggup memikirkan apapun untuk saat ini.

"Kau ingin melanjutkan ini? Kau yakin?" suara hangat Justin membuatku terlena.

"Aku membutuhkan uang." Ucapku sambil mengatupkan rahangku dengan kuat.

"Aku bisa memberinya secara cuma-cuma kepadamu." Justin semakin menempelkan tubuhnya dengan tubuhku. Aku bisa merasakan napas kami saling bersahutan. Aku menggelengkan kepalaku dan menerjang Justin. Ia tertawa kecil dan membiarkanku memukul wajah dan perutnya berkali-kali. Ia tidak terlihat sakit. Hingga aku merasakan Justin memukul tengkukku dengan kuat dan aku ambruk. Dan yang terakhir kuingat adalah bahwa aku melihat dengan samar wajah Gabe yang berada di atas wajahku.

***

Aku membuka mataku dan merasakan wangi lemon bercampur dengan vanila yang pertama kali memberitahuku bahwa aku berada di tempat yang asing. Aku membuka mataku dan menatap langit-langit ruangan dengan heran. Ini bukan kamarku. Aku menoleh dan meneliti satu ruangan ini dan mengambil kesimpulan bahwa aku diculik.

The Electric Trilogy: Electric SweetnessWhere stories live. Discover now