WAVERLY BELL
"Tak ada gunanya kita bertengkar. Keluar dari mobilku."
Itu adalah percakapan terakhirku dengannya. Aku memutuskan seperti itu. Aku keluar dari mobilnya dan membantingnya kuat. Rasa amarah bergejolak dalam dadaku. Aku menarik Bellson hingga ke rumahku. Aku tahu luka di kakiku sangat parah. Namun, aku tidak peduli. Aku bisa merasakan bahwa lukaku terbuka dan darah mengalir deras. Aku merasakannya. Namun, aku berusaha tidak memikirkan rasa sakit ini. Ini tidak sakit sama sekali. Aku naik ke atas tangga dan membuka pintu flat rumahku. Aku menemukan Ibuku sedang tertidur di kamarnya dan aku bersyukur. Aku masuk ke kamarku dan membuka perbanku. Lukaku sudah tidak begitu parah. Sayangnya, belum kering.
Aku mengambil sebotol alkohol dan menyiram lukaku. Aku mengatupkan rahangku dengan kuat dan perasaan dingin menyebar. Aku akan membalas semua ini kepada Killer Buck. Lihat saja nanti, aku bahkan tak segan-segan membunuhnya.
Aku tidak bisa pergi bekerja saat ini. Ah, ini baru hari Selasa. Semalam aku sudah mulai bekerja di toko alat musik milik Tommy dan Kevin. Sedikit heran melihat sedikit luka dan memar di wajah mereka.
Aku memusatkan perhatianku kepada lukaku dan mengambil kain kasa yang steril dan membebatnya dengan rapi. Ini tidak seberapa. Aku merebahkan tubuhku di atas kasur dan memejamkan mata.
Tidak berapa lama aku memejamkan mataku, ponselku berbunyi tanda panggilan masuk. Aku membuka mata dan segera mengambil ponsel tersebut lalu mengangkatnya.
"Ada apa?" tanyaku singkat. Aku tidak melihat nama penelepon ini dan aku menebak bahwa ini Gabe.
"Hei, kemana kau selama beberapa hari ini? Aku merindukanmu." Suaranya sangat lembut.
"Aku tidak kemana-mana. Aku hanya sedang sakit." Jawabku singkat.
"Kau sakit? Apakah kau sudah merasa baikan? Sudah meminum obat? Apa perlu aku merawatmu?" tanyanya bertubi-tubi. Aku tertawa mendengarnya. Entah mengapa aku suka perhatian yang ia berikan. Rasanya lucu saja.
"Ya, sudah merasa baikan, sudah meminum obat dan tidak perlu merawatku." Jawabku sesingkat mungkin.
Dan Gabe tertawa renyah di seberang sana.
Gabe pria yang baik. Aku tahu itu.
"Baiklah, Red. Apakah besok kau kuliah?" Aku berpikir dan ya. Sepertinya, aku akan kuliah. Sama saja dengan pemborosan jika aku terlalu sering mangkir dari kuliahku.
"Ya. Memangnya kenapa?"
"Aku...ingin melihatmu." Aku terkejut.
"Maksudmu?"
"Ergh,kau tahu. Aku ingin tahu bagaimana dirimu yang asli."
"Kau tidak akan menyukainya." Jawabku dingin.
"Ya, aku akan menyukainya." Bantahnya lembut."Jangan sedingin itu."
"Kalau kau memang ingin mengetahuinya, cari sendiri." Ucapku malas.
"Kau berada di fakultas apa?"
"Kau tak akan pernah bisa menebaknya."
"Seni?"
Hatiku seakan-akan berhenti.
"Bagaimana kau tahu?"
"Gadis sepertimu...sangat sulit di tebak. Aku sudah memikirkan hal ini berhari-hari kau tahu. Namun, ak—"
"Kau akan memberitahukanku setelah kita bertemu."
"Bagaimana jika aku bisa menemukanmu besok?"
"Aku akan melakukan apapun yang kau minta." Jawabku tanpa berpikir dan aku merasa bahwa Gabe tersenyum si seberang sana.
YOU ARE READING
The Electric Trilogy: Electric Sweetness
ActionWaverly Bell merupakan gadis manis berambut hitam panjang dan memiliki garis wajah yang keras. Cantik dan sulit didekati. Tak ada yang mengenalnya. Sebaliknya, tak ada yang tak mengenalnya. Gadis itu adalah sesuatu yang mengejutkan. Sesuatu yang san...