Chapter 15

235 17 1
                                    

PLAY: SAY SOMETHING - A GREAT BIG WORLD FT. CHRISTINA AGUILERA

JUSTIN HARRISON

Aku berdiri di sudut ruangan sambil memantau gadis yang aku cintai melangkah masuk ke dalam. Ia sangat cantik dengan gaun kembang seperti itu. Hatiku nyeri melakukan semua ini. Aku melirik Bianca yang mengedikkan kepalanya seolah-olah menyuruh Wave mengikutinya. Aku tahu ia bisa merasakan bahwa aku memantaunya. Aku menegak segelas martini dan berniat mengikutinya saat seseorang berdeham di sampingku.
            Tanpa melihat pun aku tahu siapa wanita di sebelahku ini.
            “Joanne.”
            “Hebat kau bisa langsung mengenalku.”
            “Apa yang kau inginkan?” tanyaku dengan dingin.
            Joanne tersenyum dan melangkah menuju depanku.”Menurutmu apa yang aku inginkan? Kau tahu, kita bisa menyewa kamar bila itu yang kau inginkan. Mengulang masa lalu kita di atas ranjang da—“
            “Kau sangat menjijikkan, Joanne.” Joanne tertawa kecil.
            “Aku tahu bahwa kau lebih menikmati tubuh Lexi dibandingkan aku karena umurku yang menua. Aku—“
            “Berhenti membahas sesuatu yang akan membuatku muntah sebentar lagi.”
            “Listen, Henry pasti menyembunyikan sebuah kunci di rumahmu. Kau harus segera mencarinya dan membawa kunci itu kepadaku. Kau mengerti maksudku?” suara Joanne terdengar sangat serius.
            “Aku sangat muak mendengar ancamanmu. Kau benar-benar wanita tua yang membu—“
            “Jika dalam waktu dua minggu kau tidak membawakan kunci itu kepadaku, aku akan membunuh Wave.”
            “Kau tak akan melakukan itu.” gertakku marah. Joanne tersenyum simpul.
            “Benarkah? Kau tahu, aku tidak membutuhkan Wave untuk memberi kunci itu karena Katherine Bell masih hidup. Aku tidak bisa bertanya kepada Nathan mengenai kunci itu karena ia menyuruh isteri tercintanya menyembunyikan kunci sialan itu!” geram Joanne kepadaku.
            “Mengapa kau tidak ke neraka dan bertanya kepada Henry langsung?” Aku berniat berjalan meninggalkannya saat ia membuka suara.
            “Kau tahu apa yang membuatku membunuh Henry? Karena, pria itu benar-benar membuatku marah! Ia yang membuat Three Human Sins hancur dan berkata bahwa aku harus menghentikan pencarianku terhadap permata sialan itu. Dan aku sama sekali tidak ingin. Aku mengira bahwa ia hanya lelah karena tidak menemukan permata itu. Namun, aku salah. Dua tahun aku mencari dan menemukan bahwa sudah sejak lama Henry mengetahui keberadaan permata itu dan ia sama sekali tidak berniat untuk memberitahuku. Dan dengan bodohnya aku membunuhnya! Sialan!” Aku sedikit terkejut menatap Joanna yang menangis dan menghapus air matanya dengan kasar.
            “Hingga aku ingat bahwa ia pernah mengatakan bahwa kedua ruangan itu memiliki dua buah kunci. Aku tak tahu bagaimana bentuk dan dimana keberadaan kunci itu. Aku hanya berharap kau bisa memberikannya untukku. Kau paham itu?” Joanne segera berjalan meninggalkanku. Aku mengernyit heran dan tak mengerti apa-apa.
            Aku berjalan mengelilingi pesta yang membosankan ini saat aku melihat Joanne sedang berbicara dengan Wave. Aku menyipitkan mataku dan berusaha tidak mempedulikan keberadaan Wave. Ancaman Gabe masih berlaku.
            Gabe mengatakan bahwa aku tidak boleh bersama dengan Wave jika ingin melawan Joanne. Karena, Gabe mengetahui sesuatu yang tak seorang pun tahu. Dan aku menuruti Gabe karena ia benar-benar tega menyakiti Wave. Aku tidak ingin itu terjadi. Sesak dan sakit. Namun, aku tak apa-apa bila ini menyangkut Wave.
            Aku melihat Wave dan Joanne berjalan keluar dan entah mengapa aku ingin mengikutinya. Aku melihat mereka masuk ke dalam sebuah ruangan dan aku bersandar di tembok.
            Selama beberapa menit aku seperti orang bodoh saat mendengar pintu terbuka dan Joanne tersenyum kepadaku.
            “Justin, kau tahu, terkadang kita harus bisa menyadari bahwa perasaan cinta tidak selamanya indah dan akan menyakitkan.”
            “Dan apa maksudmu mengatakan itu?” tanyaku dingin. Dan tepat saat itu aku mendengar suara teriakan dari dalam ruangan itu. Jantungku berpacu dengan cepat. Aku menatap Joanne benci dan segera masuk ke dalam ruangan itu.
            “Jangan berani-beraninya kau menyentuh isteriku!” Aku tahu ini norak karena Wave segera menatapku aneh dengan matanya yang basah. Aku tak mempedulikan hal itu dan segera menarik pria yang mencoba memperkosa Wave dan meninju rahangnya berkali-kali.
            Setelah itu, aku segera menarik Wave keluar dan berjalan menuju kamar mandi. Aku mengoyak gaunnya dan melepas jas serta kemejaku lantas membasahinya dan segera mengelap bahu dan leher Wave. Aku menggigit bibirku kuat. Sialan, aku menangis!
            Aku mencampakan kemejaku asal dan menunduk menahan emosi
            “Sialan, dia menyentuhmu!” teriakku sambil meninju pintu kamar mandi dan meninju tembok berulang kali. Bahkan rasa sakit di tanganku tidak sebanding dengan sakit di hatiku.
            Wave berjalan ke arahku dan memelukku dari belakang.“Sst, tidak apa-apa. Aku baik-baik saja.”
            “Kau tidak baik-baik saja! Aku berusaha melindungimu! Ayahmu tiba-tiba muncul, Joanne yang mengajakku berbicara secara tiba-tiba dan ia juga mengajakmu berbicara, dan Max datang untuk menyakitimu. Aku tidak bisa hidup jika melihatmu selalu tersakiti! Aku benci melihatmu tersentuh oleh pria lain! Ak—“ Wave memutar tubuhku dan menatapku lembut dengan air mata indahnya yang meluncur di pipi.
            “Kau tahu apa yang paling menyakitkan, Justin? Ketika melihatmu menyalahkan dirimu atas apa yang terjadi padaku—itu adalah hal yang paling menyakitkan. Ketika kau berpura-pura jahat kepadaku dan menyakiti dirimu sendiri, itu adalah hal yang menyakitkan. Aku tak suka ada kepura-puraan diantara kita. Bagaimana kau bisa melindungiku, bila kau saja tidak bisa melindungi dirimu sendiri demi diriku?”
             ”Apakah kau tahu mengapa aku menangis? Karena kau. Aku bisa melewati semua ini ketika kau bersamaku. Namun, ketika kau meninggalkanku, kekuatanku hilang. Aku menangis bukan karena semua masalah yang semakin kacau. Aku menangis karena kau sudah tidak ada disampingku.”
            “Jadi, aku memohon agar kau tidak lagi meninggalkanku. Aku sakit. Aku benar-benar sakit. Tapi jika kau ada disini, rasa sakit itu hilang. Sekejam apapun kau memakiku, memanggilku jalang ataupun sampah ataupun boneka seks-mu, aku tak peduli. Aku tak bisa membencimu. Karena, setelah kedatanganmu dalam hidupku, aku mengubah tujuan dan alasanku bertahan hidup. Alasan dan tujuanku hidup adalah kau. Tak ada hal yang lain. Jadi, bisakah kau wujudkan itu?”
            Aku memejamkan mataku.
            “Menyakitkan melihatmu menderita, Wave. Aku sakit melihatmu yang selalu tersenyum padahal, aku tahu kau sedang bertarung dengan rasa sakit dan sedihmu. Aku mencintaimu dan kau tahu itu. Bahkan, jika aku mengatakan hal-hal yang menyakitkan kepadamu, percayalah. Percaya bahwa aku tidak benar-benar bermaksud untuk mengatakan itu semua. Melakukan semua itu memang membunuh diriku secara perlahan. Aku hanya ti—“ Wave berjinjit dan menciumku dengan lembut.
            Aku menekan kepalanya dan membalasnya dengan penuh cinta.
            “Kembalilah padaku.” Suara memohon Wave membuatku sakit. Aku sangat ingin kembali ke dalam pelukannya jika ancaman dari Gabe tidak berlaku. Ia sudah membunuh seorang gadis di depan mataku—menunjukkan bahwa dengan cara seperti itulah ia akan membunuh Wave. Ia mengatakan bahwa Wave akan menjadi senjata tersendiri bagi Joanne nantinya. Aku tidak mengerti. Namun, aku berusaha mempercayai Gabe agar terus melindungi Wave.
            “Maaf, aku...tidak bisa.”
            Aku berjalan pergi meninggalkan Wave dengan air mata yang mengalir. Sialan. Ini sangat menyakitkan dan aku tidak pernah mencintai seorang gadis seperti aku mencintai Wave. Aku butuh liburan dan menghabiskan satu hari penuh untuk membaca jurnal Henry. Yang aku baca waktu itu adalah jurnal Abraham Harrison dan sama sekali belum memiliki waktu untuk membaca jurnal satunya lagi.
            Aku rasa, lusa aku harus segera berangkat.

The Electric Trilogy: Electric SweetnessWhere stories live. Discover now