WAVERLY BELL
Aku mendecak sebal saat keluar dari perusahaan Justin. Ia sangat tidak mempercayaiku! Urgh. Aku sebal sekali dengannya. Aku nggak bohong ketika mengatakan bahwa aku mencintainya. Namun, di satu sisi perasaan terlarang kepada Max masih bersarang di hatiku. Itu mengapa aku anti dengan pria. Bukan hanya karena Ayah dan Max memperkosaku, namun karena rasa sayang dan cintaku kepada mereka yang membuat diriku sendiri mengurung hatiku untuk menerima pria lain.
Dan...Justin Harrison datang ke dalam kehidupanku.
Yang artinya, tak ada lagi kehampaan dan ke-monotonan dalam hidupku. Ia membawaku ke sebuah dunia yang baru dan aku bersyukur karenanya.
Aku melirik jam tanganku dan sial sekali karena baterainya habis. Itu artinya, aku harus membawa jam tanganku ke toko jam dan memperbaikinya. Tapi, tidak. Aku sedang malas dan aku merindukan Bellson. Aku sangat gila karena tidak memperhatikan teman pertamaku hanya karena kekasih pencemburu yang aku cintai.
Aku memberhentikan sebuah taksi berwarna kuning dan mengintruksikannya ke supir dengan kumis kecoklatan dan kepala botak yang sedang tersenyum kepadaku agar segera membawaku ke rumah Justin. Supir yang ramah, menurutku.
Aku memberi uang dua tiga dollar kepadanya dan segera masuk ke dalam rumah Justin. Aku tersenyum karena setidaknya Justin mempercayakanku kunci rumahnya dalam artian, hanya aku yang boleh menginjakkan kaki di rumah ini!
Jujur saja ya, aku benci sekali dengan keadaan dimana aku dan dia bertengkar di waktu yang sangat tidak tepat.
Aku berniat menggendong Bellson saat merasakan sebuah peluru bersarang di betis kananku. Aku berlutut secara otomatis dan mengerang. Bellson menggongong ke arah belakangku. Aku mengernyit saat mencium parfum mahal yang dipakai secara berlebihan oleh seorang wanita—aku yakin yang menembakku adalah seorang wanita karena suara sepatu tumit tingginya yang terdengar di lantai kilat milik Justin.
Mataku melirik tajam ke arah sampingku dan melihat sepatu mewah buatan Dior dengan dress merah Channel yang kontras dengan kulit putihnya.
"Well, sesuatu yang menarik melihatmu tidak meminta pertolongan dari kekasih tampanmu itu," suara Lexi menggoda lidahku untuk mengumpat kata-kata kotor kepadanya.
"Well, sesuatu yang menarik melihatmu menembak kakiku dengan pakaian mewah dan kunjungan yang sangat tidak diinginkan," jawabku dengan senyuman sinis kepadanya. Lexi tersenyum dan mengangkat wajahku.
"Kita lihat nanti apakah kau masih bisa melawan, little bitch." Dan yang terakhir aku rasakan adalah sebuah jarum yang masuk ke dalam lenganku dan obat bius bekerja dengan cepat. Lexi tersenyum, dunia berputar dan gelap.
***
Aku membuka mataku namun yang aku lihat hanya kegelapan hampa. Apakah aku buta? Baiklah, baiklah. Aku memang terdengar sedikit berlebihan. Aku tahu bahwa Lexi menutup mataku dan mengikatnya, aku merasakan sebuah besi membelenggu kedua tanganku di lengan kursi—kursinya keras dan terbuat dari besi—aku rasa—karena terasa dingin di punggungku.
Aku juga bisa merasakan bahwa bangku ini menyatu dengan lantai di bawahku. Hebat. Aku diculik oleh mantan pacar Justin dan jangan katakan bahwa ia menculikku karena ingin memiliki Justin. Karena jika itu kenyataannya, aku akan memutar lehernya dan napasnya akan segera berhenti. Namun, aku tidak sekejam itu untuk membunuh orang.
"Aku tahu kau sudah cukup tersiksa, sweetheart," suara Lexi kembali menaungi pendengaranku. Aku tersenyum saat Lexi membuka penutup mataku dan aku mengerjap-kerjapkannya berkali-kali agar dapat melihat lebih jelas."Jadi, dimana kunci itu?"
YOU ARE READING
The Electric Trilogy: Electric Sweetness
ActionWaverly Bell merupakan gadis manis berambut hitam panjang dan memiliki garis wajah yang keras. Cantik dan sulit didekati. Tak ada yang mengenalnya. Sebaliknya, tak ada yang tak mengenalnya. Gadis itu adalah sesuatu yang mengejutkan. Sesuatu yang san...