JUSTIN HARRISON
Aku sangat marah menyadari Wave benar-benar meninggalkanku ke Italia. Aku sama sekali tidak ingin menghubunginya karena aku tahu bahwa ia sama marahnya denganku. Aku tahu aku sangat keras kepala dan ini benar-benar di luar dugaan.
Wave mengirim pesan kepadaku dan memintaku memeluknya. Aku yakin bahwa ia sangat merindukanku. Tanpa basa-basi aku langsung menyuruh kenalanku agar melacak keberadaannya dengan akurat dan aku adalah seorang Harrison. Jadi, ini mudah bagiku.
Aku langsung terbang melintasi benua dan mendarat di Italia menggunakan pesawat pribadiku dan langsung berangkat menuju hotel tempat Wave menginap. Aku menekan bel kamarnya berkali-kali namun ia tidak membukanya. Aku hampir mendobrak pintu ini saat pintu terbuka dan wajah kesal yang menggemaskan itu terpampang di depanku.
Ia memelukku dan menciumku. Sesaat, perasaanku sangat senang. Namun, melihat keadaannya membuatku mati secara perlahan. Sakit melihat keadaannya seperti ini disaat aku tidak ada disisinya.
Aku menatapnya yang sedang berada di dalam pelukanku. Aku mengelus rambutnya lembut. Sampai kapan aku mencintainya? Aku tak bisa memprediksikannya. Sepanjang hidupku? Sepanjang langit tidak runtuh dari tempatnya berada? Sepanjang udara dan oksigen yang masih beredar di bumi? Tentu saja. Aku akan selalu mencintainya.
Aku tidak tahu namun keadaan akan membuatku berpisah dengannya. Entah mengapa aku bisa memiliki pikiran seperti itu. Namun, tidak pernah sekalipun aku berpikir untuk meninggalkannya.
Waverly Bell merupakan gadis pertama yang sangat kuhargai. Gadis yang membuatku terjatuh begitu dalam. Aku menyayanginya dibanding nyawaku. Namun, peringatan dari Bianca membuatku harus berpikir ulang. Ia mengatakan bahwa aku harus menjauh darinya. Apakah aku bisa? Aku tidak bisa melakukan apapun jika bukan Wave yang berada disampingku.
Akan sangat berbahaya bila ia terus-terusan berada di sisiku. Ini keputusan yang mendadak. Aku jauh-jauh ke Italia hanya karena aku sangat merindukannya. Namun, Bianca benar. Wave bisa berada di dalam bahaya jika bersamaku. Aku tidak ingin ini terus-terusan terjadi.
Seperti Lexi misalnya. Bagaimana ia bisa tahu tentang Wave? Lexi merupakan wanita yang bisa membunuh siapa saja tanpa memandang siapa lawannya. Lexi gadis berdarah dingin. Wave bisa terluka karena aku.
Aku memejamkan mataku. Bahkan hubunganku dan dia hanya berjalan sekitar beberapa hari. Apakah ini berlebihan jika aku merencanakan untuk meninggalkannya? Aku bahkan tak bisa melakukannya!
Aku melirik jam yang sudah menunjukkan pukul tiga pagi. Wave telah tertidur selama lima jam.
"Hei." Wave benar-benar mengejutkanku dan segera menoleh menatapnya. Aku tertawa kecil. Wajahnya lucu sekali ketika baru bangun tidur.
"Hei. Bagaimana tidurmu?"
"Selalu nyaman bila kau yang berada di sampingku." Bisiknya lembut. Aku tersenyum dan mengelus wajahnya.
"Wave, bagaimana jika aku membuatmu berada di dalam bahaya suatu hari nanti?"
Wave memejamkan matanya sesaat lalu membukanya kembali."Kita bisa melewatinya bersama. Jangan sekalipun berpikir aku meninggalkanmu atau kau yang meninggalkanku. Tidak. Kita akan selalu bersama." Suara tegas Wave membuat hatiku hangat.
"Aku tahu." bisikku dan mengecup keningnya. Kami bertatapan dengan lama. Aku semakin jatuh ketika melihat ke dalam kedua bola matanya yang hijau gelap itu. Hijau yang damai dan tenang. Segar seperti hutan yang luas.
"Kau tampan." bisik Wave kecil.
"Kau cantik." jawabku sambil mengusap bibir merahnya."Aku sudah menelepon Daniel dan kita akan segera pulang besok pagi. Sekitar jam enam. Urusanku masih banyak di kantor."
YOU ARE READING
The Electric Trilogy: Electric Sweetness
ActionWaverly Bell merupakan gadis manis berambut hitam panjang dan memiliki garis wajah yang keras. Cantik dan sulit didekati. Tak ada yang mengenalnya. Sebaliknya, tak ada yang tak mengenalnya. Gadis itu adalah sesuatu yang mengejutkan. Sesuatu yang san...