Chapter 8

290 27 3
                                    


Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

JUSTIN HARRISON

"There's no such thing as love, Justin. In my world, love doesn't exist."

Wave berbalik dan meninggalkanku. Aku mendesah kuat saat merasakan betapa sakitnya hatiku. Aku sudah berani jatuh cinta kepadanya dan...ia tidak percaya kepada cinta. Dan, begitu juga denganku.

Ini kedua kalinya aku merasa seperti ini. Aku hanya...jatuh cinta kepadanya. Aku ingin menjadi miliknya. Itu mengapa aku selalu labil berada di dekatnya.

Wave benar. Ini tidak akan pernah bisa bekerja.

Aku memegang pisau dan menggoreskannya di lenganku. Aku mendengus. Hatiku bahkan lebih sakit dibanding ini. Aku mencuci pisau tersebut dan membereskan segala bentuk kotoran di dapurku.

Aku ingin menangis.

Menangis adalah sesuatu yang sudah sangat lama tak kulakukan. Aku naik ke kamarku dan jarum sudah menunjukkan pukul setengah sebelas. Aku tersenyum. Aku jatuh cinta untuk yang kedua kalinya. Hidupku terlalu rumit untuk dijalani.

Masa lalu bahkan gadis itu.

Semua memang tidak sama. Namun, aku seperti ini karena wanita. Aku sakit dan hancur karena wanita. Aku tak tahu alasan apa yang menjadikan masa laluku itu sebuah ancaman bagiku. Aku hanya merasa aku tak ingin kembali kesana. Namun, semua menjadi berbeda. Ada banyak hal yang lain yang belum kuketahui dari masa laluku. Orangtuaku? Huh! Jangan pernah membayangkannya.

Aku memejamkan mataku. Mengusir bayangan Wave dari benakku. Mengusir bagaimana tubuh tegaknya yang berjalan meninggalkanku. Seharusnya aku menahan diri agar tidak mengatakan itu semua. Aku harus bisa. Namun, semua sudah terlanjur. Aku sakit dan hancur.

Dan sekali lagi, ini karena seorang wanita.

Mungkin, sudah saatnya aku memperkuat komitmenku. Memperkuat diriku agar tidak lemah terhadap cinta dan wanita. Wave benar. Cinta itu tidak nyata. Harapan semu. Cinta itu merupakan kata lain dari benci. Harapan merupakan kata lain dari kekecewaan.

Sial, aku menangis.

Aku hanya sangat mencintai Wave. Aku kembali menjadi anak berumur dua belas tahun yang cengeng. Aku seharusnya sudah cukup untuk menanggung semua ini sendirian.

Kita terlahir sendiri dan pada akhirnya kita akan mati dalam keadaan sendiri.

Kebersamaanku dengannya hanya mimpi. Aku tak ingin peduli. Aku tak ingin jatuh untuk ketiga kalinya. Dan aku tidak ingin jatuh cinta untuk yang kedua kalinya kepada Wave. Aku memejamkan mataku dan berusaha melarutkan rasa sedihku seperti pusaran air yang biru. Sangat biru dan biru dan berubah menjadi semu.

Dan gelap.

***

Aku mengancingkan jasku dan memakai jam tanganku. Aku memandang cermin dan memeriksa apakah aku telah bercukur dengan rapi? Sempurna.

The Electric Trilogy: Electric SweetnessWhere stories live. Discover now