Delapan Belas

1.8K 183 2
                                    

Selasa malam

19.56

Gue sengaja pulang ke rumah malem karna gue makin kesini makin muak pulang ke rumah rasanya. Harus ketemu om Lay.

Gue melangkahkan kaki masuk ke rumah dan melihat Sehun duduk di sofa sambil baca novel.

"Lo kemana aja? Ini udah jam delapan." tanya Sehun.

Gue menghiraukan Sehun dan mengambil ancang ancang naik tangga.

"Jangan ke atas." kata Sehun.

"Kenapa?"

"Ada om Lay."

"....terus?"

"Sama pacarnya, gatau juga gue. Udah jangan naik." kata Sehun yang membuat gue membeku di tempat.

Pacar?

Mendadak hati gue seperti ditusuk beribu ribu pisau. Rasanya perih. Gue hampir nangis di tempat kalau ga inget ada Sehun.

"Napa lo? Kok diem?" Tanya Sehun.

"Hah? Eng-enggak." kata gue sambil berjalan ke arah toilet.

Di dalam toilet, gue menangis lagi. Gue natap miris wajah gue di toilet. Mata gue yang awalnya sudah sembab menjadi semakin sembab karena hampir seharian menangis.

Sekitar lima menit gue nangis di toilet, sampai gue mendengar pintu gerbang utama rumah gue terbuka. Gue cuma mengira 'cewek' om Lay sudah pergi.

Gue langsung mengelap wajah gue dan keluar ke toilet. Sesaat setelah keluar dari toilet, gue melihat om Lay di depan pintu masuk rumah. Mata gue dan mata dia bertemu beberapa detik.

Gue engga menghiraukan dia. Gue langsung lari naik tangga menuju kamar gue. Gue langsung mengunci pintu dan merebahkan diri gue di kasur.

Gue mendengar suara ketukan pintu kamar gue. Gue terlalu malas dan lelah untuk membukanya. Tak berapa lama, suara ketukan itu menghilang diiringi dengan gue yang terlelap.

.

"Kyra, kenalin. Ini pacar saya. Jane, ini Kyra. Ponakan gue." terang om Lay sambil mengaitkan tangan gue ke tangan pacarnya.

"Hai Kyra, cantik deh. Jangan panggil tante ya mentang2 saya sama om kamu bakal nikah. Panggil jiejie aja." kata pacarnya om Lay sambil senyum.

"Me-nikah?" tanya gue.

"Iya. Nanti kamu urus buku tamu, ya." kata om Lay.

Menikah? What?

"Iya ga, say?" kata om Lay sambil menatap mata tante cabe.

"Iya." kata si tante cabe sambil ci-CIUM BIBIR OM LAY.

WHAT THE F-

TIDAKKKKKKKKKK!!!!!!!!!!!!!

.

01.26

Gue tiba tiba terbangun dengan keringat dan air mata bercucuran.

Astaga. Cuma mimpi ternyata.

Gue mengelus dada gue dan mengelap air mata gue.

Gue menatap kebawah dan mendapati diri gue yang masih memakai seragam sekolah. Gila ga, gara gara satu cowok doang gue sampe begini.

Gue merenung sebentar. Setelah itu, gue beranjak ke kamar mandi dalam kamar gue untuk berganti baju.

Setelah ganti baju, gue merasa tenggorokan gue kering. Gue beranjak ke luar kamar untuk sekadar mencari minum.

Biasanya gue paling takutan tiap keluar kamar malem malem begini. Entah keberanian darimana sampe gue merasa seberani ini sekarang.

Gue dikejutkan oleh keadaan ruang tamu yang masih terang berderang. Siapa malam malam begini?

Gue melihat sekeliling dan mendapati om Lay yang masih sibuk dengan laptopnya.

Wajah malaikatnya....

Cukup lama gue memandang dia sampai dia merasakan kehadiran gue dan membalas menatap gue.

"Kyra?" panggil dia yang membuyarkan lamunan gue.

Gue langsung membalikkan badan dan menyelesaikan tujuan awal gue yaitu minum.

Tanpa gue sadari, dia menyusul gue sampai ke dapur.

Posisi gue menghadap ke kabinet dapur, dan dia persis di belakang gue. Begitu gue berbalik, otomatis gue terapit.

"Kenapa kamu cuekin saya dari pagi?" tanya dia.

Gue mencoba menetralkan pikiran karena perlakuan tiba tiba om Lay.

Dia menatap mata gue, namun gue mengalihkan pandangan.

"Karena Jennifer?" tanya om gue.

Some kind of... Deja vu?

"Jennifer?" tanya gue sembari menaikkan sebelah alis.

"Rekan kerja om tadi pagi."

Yakin cuma rekan kerja?

"Kamu marah karena itu?" tanya om Lay.

"Marah?" tanya gue sambil tersenyum miring. "Memangnya saya siapa?"

"Jadi benar kamu marah?" tanya dia menegaskan.

Gue mencoba mendorong om Lay sedikit untuk memberi ruang gue untuk pergi.

"Jangan pergi dulu. Jawab."

"Engga ada yang perlu saya jawab, kan?" tanya gue dengan kembali tersenyum miring.
"Kalau saya marah, memangnya kenapa?"

"Kan b—"

"Kalau saya tidak marah, juga, memangnya kenapa?"

"Oke, oke. Marah atau tidaknya kamu, terserah. Yang terpenting, dia cuma rekan kerja om."

"Rekan kerja berciuman?" tanya gue dengan tawa meremehkan. "Bahkan di belahan dunia manapun, engga ada yang seperti kalian."

"Kamu... lihat?"

"Engga sengaja, tuh." jawab gue.

"She's my ex, actually.." kata dia yang sukses membuat hati gue berdenyut.

"But, about that kiss... Itu bukan kemauan saya. Dia yang tiba tiba datang."

"Saya harus percaya pada lelaki yang berusia hampir kepala tiga? Yang dapat dengan mudahnya membohongi anak SMA?"

"Kamu belajar darimana ngomong begitu?" tanya dia.

"Film." jawab gue santai. "Udahlah, om. Apapun hubungan om dengan dia, saya ga peduli." jawab gue, yang tentunya berbohong.

"Tapi kan—"

"Lagipula, saya siapanya om?" tanya gue miris.

"Terserah kamu mau ngomong apa, Kyra. Intinya, di hati om cuma ada kamu."

"Itu omongan klise sejuta umat." remeh gue.
"Jangan menaruh hati sama saya. Masih banyak wanita sepantaran om diluar sana. Yang lebih cantik, lebih dewasa, lebih mapan, lebih montok, le—"

"Shut up. Hati om milihnya kamu."

"Udahlah om, saya cape. Saya mau istirahat."  kata gue sambil mendorong pelan tubuh om Lay.

Gue pun berlari ke arah kamar dengan kembali berurai air mata.

To be continued

[COMPLETED] Forbidden Love 🔹 Zhang Yixing (2018)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang