Dua Puluh Delapan

243 34 1
                                    

Senin Siang

Tok tok tok

"Kyra sayang, sampai kapan kamu mau ngurung diri di kamar?" tanya mama gue dari balik pintu.

Selama tiga hari ini gue mengunci diri di kamar. Gue hanya keluar saat keluarga yang lain sudah tidur. Gue enggak mau ngomong sama sekali dengan orang tua gue.

"Kamu enggak mau sekolah?" tanya mama lagi dari balik pintu. Gue enggak menjawab.

"Buka pintunya dulu dong, mama mau ngomong. Ya?" kata mama yang membuat hati gue sedikit tergerak. Gue pun melangkah ke arah pintu dan membukanya.

Mama masuk dan langsung memeluk gue. Tangan kanannya mengelus rambut gue perlahan. Mama hampir menangis.

"Mama sayang banget sama kamu, nak. Mama ga tega ngeliat kamu kayak gini." kata mama.

"Ma.." panggil gue.

"Kenapa sayang?" jawab mama gue sambil melepaskan pelukannya.

"Aku... Beneran anak mama?" tanya gue yang membuat raut wajah mama gue seketika berubah.

Mama gue diam sesaat. Ia terlihat menahan tangisannya.

"Anak bodoh! Jelas kamu anak kandung mama. Bodoh." kata mama dengan lagi lagi memeluk gue. Kali ini lebih erat.

"Dan.. Om Lay juga.. Adik kandung mama?" tanya gue yang mama angguki.

"Iya sayang. Maka dari itu kalian enggak bisa bersama." kata mama gue yang membuat gue terdiam. Setetes air mata keluar membasahi pipi gue.

"Tapi... Sesalah apapun kami.. Enggak seharusnya papa ngusir om Lay kan. Maksudnya, apa enggak bisa diomongin secara baik baik?" tanya gue ke mama.

"Papa mu itu terbawa emosi, nak. Bahkan sampai sekarang pun emosinya belum reda. Kamu tau perasaan papa semarah apa." terang mama. "Kita tunggu sebentar lagi, ya? Sampai suasananya sedikit tenang." lanjutnya.

"Mama, mau kan bawa om Lay kembali ke rumah ini?" tanya gue lagi.

"Mama enggak bisa mutusin. Cuma papa yang berhak, sayang." kata mama.

Gue terdiam.

"Ma.. Aku mau sendiri dulu.." kata gue.

"Oke, sayang. Jangan lupa makan, ya. Di meja makan udah mama siapin." kata mama sembari mengecup dahi gue. "Jangan sedih sedih, mama gak tega." kata mama lagi.

Mama adalah orang paling baik dan paling lembut di dunia ini. Sesalah apapun anaknya, mama akan tetap menghakimi dengan cara yang lembut. Bahkan disaat seperti ini, mama bak bidadari yang menenangkan hati gue.

Selama tiga hari ini pun ponsel gue disita oleh papa. Entah ada berapa telepon masuk dan pesan dari om Lay dan juga dari teman teman.

Seharusnya, bukan ini yang terjadi...

.

Senin malam

Tok tok tok

"Sayang, turun sebentar, yuk? Papa mau ngomong sama kamu." kata mama dari balik pintu.

Gue hanya diam.

"Mama tunggu di bawah, ya. Mama harap kamu ikut turun." kata mama lagi.

Setelah mengontrol perasaan gue sejenak, gue pun melangkahkan kaki keluar dari kamar gue dan menuju ke ruang keluarga di bawah.

"Duduk." kata papa dingin. Gue pun duduk di sofa yang berada di depan papa.

"Kamu sadar kamu salah?" tanya papa yang membuat gue terdiam lalu mengangguk perlahan.

"Ada yang mau kamu omongin?" tanya papa lagi.

Gue terdiam sejenak, mengumpulkan keberanian untuk membuka suara.

"Jangan... usir om Lay.." kata gue dengan suara pelan.

"Apa? Ngomong yang jelas." kata papa gue ketus.

"Papa, jangan usir om Lay." kata gue lebih jelas.

"Sudah papa duga kamu akan bilang begitu." kata papa. "Baiklah, kalo itu maumu." lanjutnya.

"Beneran, pa?" respon gue.

"Iya. Tapi, dengan satu syarat." kata papa yang membuat gue melihat ke arahnya.

"Apa?" tanya gue dengan dahi berkerut.

"Kamu tinggal sama Kris." kata papa.

Perkataan papa barusan membuat gue terdiam sesaat, lalu mengangguk perlahan.

To Be Continued

[COMPLETED] Forbidden Love 🔹 Zhang Yixing (2018)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang