ZOMBIE DI DUNIA NYATA
Zombie gak selamanya buruk, buktinya dia cuma makan otak bukan makan kamu.
☠☠
Waktu menunjukkan pukul 07.00, keempat cowok berparas diatas rata-rata itu tengah berada disebuah restoran sederhana. Sebut saja warteg atau Warung Tegal. Warteg ini merupakan tempat favorit mereka selain pojokan kantin juga pojokan kelas.
Tadi, ketika mereka berempat baru saja sampai disini, Mbok Juleha --pemilik warteg-- menunjukkan ekspresi khawatir sekaligus ngeri. Pasalnya luka lebam sehabis mereka tawuran kemarin masih tertera jelas di wajah mereka. Seperti luka sobek di area bibir, luka lebam didekat dahi, luka sayat di dekat pelipis dan luka lebam di tulang pipi.
Siapapun yang melihat mereka sekarang pasti beranggapan bahwa mereka adalah zombie. Atau lebih tepatnya zombie berparas tampan.
Maka dari itu, Mbok Juleha menyuruh mereka berempat untuk dibersihkan dulu lukanya baru boleh makan sepuasnya disini. Awalnya mereka menolak karena beranggapan hanya luka biasa, namun Mbok Juleha memaksa sekaligus mengancam jika mereka tidak nurut, maka mereka tidak lagi boleh menambah lauk tanpa bayar seenaknya lagi disini.
Mau tidak mau mereka menurut.
Kini dua cowok itu tengah menikmati hidangan sederhana yang murah tapi perut tergugah. Mereka adalah Aglero dan Zenco. Sedangkan Cetta dan Romel tengah berjoget ria selama lagu dangdut terputar dari ponsel Cetta. Dangdutan pagi-pagi, gila memang.
Sendari tadi, Zenco dan Aglero tak henti-hentinya mengumpat bahkan menyumpah serapahi DImitry, ketua Alcatraz yang tadi ribut banget digrup untuk menyuruh keempat teman-temannya datang pagi dan tidak boleh terlambat, tapi ternyata sang ketualah yang malah datang terlambat.
"Dimitry mana sih, lama banget datengnya. Tuh orang naik motor aja berasa kek jalan dari rumahnya kesini, tai." Suara berat milik Zenco bergumam dengan sarkasnya menandakan cowok itu lagi kesal setengahh idup.
"Palingan masih ngebo dirumah, kek gak tau dia aja lo Zen." Aglero berceletuk mengenai fakta buruk dari seorang Marcello Dimitry.
"Eh masbuloh emang masalah buat loh... pacarku banyak, emang lagi cari jodoh...." Cetta dengan fasihnya menyanyikan lagu dangdut tersebut sambil berjoget konyol ala-ala nya.
Mulai dari goyang dua jari, goyang patah-patah sampai goyang dayung ala Bapak Joko Widodo telah dilakukan oleh Cetta selama lagu dangdut menggema.
"Tarik terus maaaang..." Romel berceletuk juga sambil berjoget mengikuti irama musik tersebut.
"Sini gabung, man. Daripada lo berdua nunggu yang gak pasti, mending joget sama kita, ye gak Mel?" Cetta menyenggol bahu Romel dengan maksud memintai persetujuan dari cowok itu.
"Yoi Cet, tumben amat otak lo bener." Romel membalas.
"Asu lo, ibab. Gue mah selalu bener dari orok." Cetta ngegas, sambil memasang wajah garang. Namun kenyataannya cowok itu malah sedikit terkekeh. Maklumi saja kawan-kawan, Cetta tidak bisa marah.
"Males ah, lo berdua udah kek pengangguran aja dangdutan pagi-pagi." Ceplos Aglero sambil mengunyah kerupuk miliknya.
"Tau kok gue, lo berdua emang nganggur tapi gak usah dijelas-jelasin gitu dong nganggurnya, miris amat idup lo." Zenco menimpali dengan candaan. Tadi aja ngomel-ngomel, sekarang cowok itu malah tertawa akan leluconnya sendiri.
Dasar recehan.
"Daripada kerja lembur baghai quda. Udah kerja, lembur pula eh disamain sama quda. Kan gaenak." Bukan Cetta namanya jika tidak tidak ngegaring walau hanya sehari saja. Meski receh, tapi jokes seperti inilah yang akan dirindukan ketika mereka lulus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Remedy
Teen FictionMarcello Dimitry. Cowok populer di sekolahnya dengan tingkat keabstrakan yang tinggi. Agak aneh memang, terkadang Dimitry terlihat sangar, terkadang gesrek, terkadang menyebalkan dan lain sebagainya. Menjabat sebagai ketua geng membuat dia sedikit...