Jeㅡfourteen

1.4K 240 313
                                    

  




































btw ini panjang bgt

•••









Yang sedari dulu menjadi mimpinya, yang sedari dulu Jihoon pikir hanya akan menjadi keinginan semu. yang dipikir sekalipun tidak akan pernah terjadi dihidupnya. kini, Jihoon melihat dengan mata kepalanya sendiri bahwa ialah yang melakukan hal itu, merasakan perasaan itu, dan menikmatinya.


Dulu Jihoon pernah mendapatkan banyak pandangan sebelah mata dari hampir seluruh mata penghuni sekolah. menjadikannya siswa SMP kesepian, hingga hanya gedung belakang sekolah lah yang menerimanya tanpa memberi olokan menyayat hati.


Sampai suatu ketika datang titik dimana Jihoon tidak lagi bisa menahan segala olokan teman-temannya, pemuda berperawakan manis itu berakhir menangis dihamparan rumput dengan memeluk selembar foto wanita cantik yang dipanggilnya Ibu. sembari menggumamkan doa agar didatangi seorang teman baik hati yang bisa ia pakai bahunya untuk bersandar, Jihoon sudah terlalu lelah menampung segala cemooh sendirian, berfikir untuk pindahpun bukan ide yang baik, terlebih ini baru tahun pertama. pula tidak mungkin Jihoon merepotkan Babehnya.


Sampai akhirnya seorang siswa sekolah dasar mengaku bernama Lai Guanlin mendatanginya. berjongkok tidak jauh dengan dahi berkerut jelas. lalu aksen kekanakan terdengar. "Cengeng, laki-laki gaboleh nangis!"


Disitulah awal tali pertemanan terjalin, Jihoon memang meminta teman baik hati yang bisa ia gunakan bahunya untuk bersandar, tetapi Jihoon malah dapat teman seorang bocah sekolah dasar dengan kelakuan lebih dewasa dari umurnya. Guanlin melindunginya, bukan dengan membalas cemooh teman-teman Jihoon, hanya menghindari mereka dengan menarik Jihoon saat istirahat untuk menemaninya makan bekal ditaman mini yang mana menjadi satu-satunya pembatas SMP dan SD mereka.


Semakin lama pertemanan terjalin, semakin membuat keduanya saling bergantungan. Jihoon tidak bisa kemana-mana tanpa Guanlin dan begitu juga sebaliknya. sampai lulus saja Jihoon bingung harus sekolah dimana sedang Guanlin belum lulus. dan Jihoon memutuskan sekolah jauh agar tidak bertemu orang-orang disana, dan tidak membuat Guanlin khawatir, sembari juga menunggu Guanlin menyusul.


Tetapi yang didapat tidak ada, sampai Jihoon naik kelas dan kembali mendatangi sekolah lamanya, Guanlin dikabarkan pindah sekolah setelah kelulusan Jihoon. dan setelah ibunya kala itu, Jihoon lagi-lagi merasa kehilangan.


Dari situ Jihoon tidak lagi mau berharap, tidak mau berkeinginan tinggi jika semua meninggalkan kehampaan. tidak lagi menyelipkan keinginan dalam diamnya disetiap doa. biarlah itu menjadi rahasia pribadi. bagus lagi kalau tidak terkabulkan.


Cukup almarhumah IbunyaㅡSoyadiningrum Adji. yang Jihoon harapkan bertahan dari penyakit mematikan kala itu. memang sempat bertahan, tetapi hanya beberapa hari. dan besoknya Jihoon tidak lagi merasakan denyut nadi di lengan Ibunya. Jihoon trauma. belum lagi setelahnya, Guanlin satu-satunya teman pergi tanpa pamit.

je t'aimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang