September
Sekembalinya Naruto dari Kyoto, ia hanya berdiam diri. Ayahnya juga sudah membujuknya untuk move on. Ataupun paling tidak sementara Naruto melupakan semua masalahnya dahulu. Tapi Naruto tetap saja tidak bisa. Pikirannya berkecamuk tiada hentinya. Juga, hati kecilnya sudah terpecah belah dan tidak mau bersatu lagi.
Naruto duduk di karpet kamarnya, melamun dan menatap sekeliling. Kertas-kertas lagu yang berceceran. Naruto adalah musisi yang selalu membuat lagu di semua suasana yang sedang ia rasakan. Tapi sekarang, perasaan itu sangat buruk dan mengganggunya hingga semua lagu yang ia buat bagaikan melodi kematian.
Putus asa. Kini yang ia rasakan.
Pecahan gitar kesayangannya yang teronggok dipojokan kamar membuatnya sedih. Hasil amarahnya ketika di hotel membuat tubuh Antonio menjadi rongsokan. Naruto dengan lunglai berjalan ke jendelanya.
Naruto menatap langit luas dari jendelanya yang telah ia buka. Langit begitu kelam karena mendung. Sama seperti suasana hatinya sekarang.
Naruto berjanji pada sang ayah bahwa ia tak akan loncat dari balkon lagi. Ataupun berusaha menyayat lengannya lagi. Ia sama sekali dilarang melakukan selfharm seperti waktu masa kecilnya dulu.
Naruto cuma menatap kosong saat ia berkata seperti itu pada sang ayah. Hati ini sudah terasa sangat sakit. Sudah tertikam sangat dalam dan terbekukan hingga menjadi es.
Lalu, kenapa ia harus mati dengan cara yang menyakitkan?
Ayahnya selalu jadi malaikat pelindungnya. Tentu saja Naruto tak akan melakukan itu lagi. Ia tak mau menyiksa hati kaca sang ayah lagi. Naruto tak mau membuat ayahnya jauh lebih khawatir.
Naruto melihat kalung pemberian Sasuke yang masih ia kenakan sampai sekarang.
Ia ingin membuangnya. Semuanya. Baik memori yang menyenangkan dan yang menyakitkan baginya.Naruto tak ingin menguburnya hingga ke kalbu hingga membusuk di relung hatinya. Ia hanya ingin melampiaskannya.
Sakit hati memang penyakit kronis yang bisa menghancurkan manusia.
Susah untuk disembuhkan dan susah untuk dihilangkan.
Naruto ingin keluar, pergi ke suatu tempat. Tapi ia tahu bahwa pintu kamarnya dikunci oleh sang ayah. Naruto lalu memasukkan dompetnya ke saku dan mengambil rentetan lampu hias Natal yang ada di pilar kamarnya. Setelah itu Naruto mengikatnya di tralis pinggir jendelanya. Naruto pun turun lewat tali lampu itu.
Tanpa ijin, tanpa pamit, dan tanpa mengatakan tempat tujuannya. Naruto pergi dari kediaman Namikaze.
.
Minato saat itu sedang berada di ruang kerjanya. Akhir-akhir ini tumpukan pekerjaannya makin meningkat. Tapi tentu saja ia tak mungkin menelantarkan anak tercintanya itu.
Setiap satu jam sekali Minato akan pergi ke kamar Naruto dan mengecek kondisi anaknya. Merasa ia telah terlambat 20 menit, Minato pun beranjak ke kamar Naruto.
Minato termenung mengingat berkali-kali ia mengecek sebelumnya Naruto masih berdiam diri tak mau mengucap satu kata apapun. Minato lalu melihat waktu yang sudah beranjak sore.
'Sepertinya sup miso hangat bisa membuatnya senang.' batin Minato.
Minato lalu masuk ke kamar Naruto yang telah ia buka kuncinya. Ia melihat kamar itu kosong. Naruto tak ada di karpet atau di kasurnya. Minato pun mengecek ke kamar mandi dan tak mendapati anak semata wayangnya sama sekali.
Minato panik. Minato pun sadar kalau anaknya menghilang dan segera mencari jejak Naruto lewat cctv rumah yang ia pasang saat anaknya mulai tidak stabil emosinya. Minato melihat ulang rekaman CCTV.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Little Piece of You [SasuNaru]
RomantizmSong fict - Lonely September by Plain White Ts. #ShockingSeptemberEvent SASUNARU! . . Naruto Namikaze adalah seorang musisi atraktif yang terkenal akan suaranya yang sangat merdu. Di balik penampilannya yang sangat bersahabat di layar kaca, berban...