♡ Separuh Yang Utuh ♡
Pandanglah segala sesuatu dari kacamata orang lain. Apabila hal itu menyakitkan hatimu, sangat mungkin hal itu menyakitkan hati orang itu pula. Kepada separuh yang nyaris utuh, malam sudah larut dan kau masih berdiam dalam kesedihan, pekatnya malam ternyata tak mampu melarutkan amarahmu yang sedari tadi menguasai dadamu. Padahal purnama sudah menemanimu sejak senja, dan fajar sedikit tiba. Sudahlah, orang lain tak akan mengerti air matamu, berhenti menyiksa dirimu dengan prasangka-prasangka yang sejatinya tak bertuan.
Kurasa malam bertemankan bulan dan gemintang mampu membuatmu menepi atas segala riuh dan harapan yang akhirnya mengecewakan hatimu sekali lagi. Bahagialah sebelum fajar menyapamu kemudian, lupakan masalah dalam dadamu, matahari akan tetap terbit sama indahnya tak perduli betapa besar badai yang terjadi semalaman. Semua hanya butuh pembiasaan pada apa-apa yang kini terjadi dalam kehidupanmu. Bukankah sesuatu menjadi serba bisa karena terbiasa? Begitu pula sabarmu, karena terbiasa sabar kamu akan mudah memaafkan. Dan kita semua tahu betapa dahsyatnya dampak dari sebuah kata sabar. Ia mampu meluluhkan ego-ego manusia yang tak mau kalah pada apapun.
Separuh yang utuh, seperti bulan. Ia sendirian ditengah gemerlapnya gemintang, tetapi sinarnya mampu menembus ribuan kilometer sampai pada matamu, menyejukkan hatimu, dan mampu membuatmu takjub pada anggunya ia. Jadilah sabarmu seperti bulan, separuh yang sebenarnya utuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
MONOCHROME [LENGKAP]
Poetrykita hanya hitam dan putih, tidak usah lagi mengadopsi warna lain, berdua pun kita bisa memikat hati. -- Maros, 2017. -5 Maret 2019 - #11 in prosa #1 ceritabahagia -25 Maret 2019- #4 in poetry #6 in curhatan