8. Kenyataan

12.5K 726 53
                                    

Ralia’s pov
-Ralia’s room-

Aku masih duduk di belakang pintu dan melipat kakiku. Air mataku masih juga menetes walau aku berusaha keras untuk menghentikannya. Rasanya sakit mendengar kebenaran meskipun aku sudah menduganya. Aku masih tidak habis pikir, bagaimana bisa seorang ayah tega meninggalkan anaknya begitu saja tanpa pengawasan?

Baiklah jika Mas Indra pergi untuk menemui Mbak Maya. Tapi bisa kan Mas Indra bicara dulu denganku? Tidak harus pergi begitu saja.

Aku sangat kecewa pada Mas Indra hingga tadi setelah ia mengatakan alasan kenapa pergi begitu saja, aku langsung ke kamar dan mengunci diri. Dari sini, aku bisa mengambil kesimpulan jika semuanya telah berubah.

Bukan lagi aku dan anak-anak yang utama bagi Mas Indra, tapi Mbak Maya dan anak yang di idam-idamkan Mas Indra. Aku benar-benar harus menguatkan hatiku jika hal ini terjadi lagi. Kali ini, aku tidak akan melakukan sesuatu yang membahayakan nyawa kedua anakku seperti tadi.

Aku menghapus kasar air mata yang masih menuruni pipiku. Aku harus bangkit!  Ralia bukan perempuan lemah!

Aku berdiri dan berjalan menuju kamar anak-anak melalui pintu penghubung. Langkahku terhenti saat melihat Mas Indra menatap Alvan yang tertidur pulas. Tangan kanannya mngelus lembut rambut Alvan dan tangan kirinya menggenggam tangan mungil Alvan.

“Maafkan Papa. Papa memang ceroboh dan bodoh. Maafkan Papa.” Mas Indra menangis dan menempelkan keningnya di kening Alvan. Perbuatan Mas Indra ini membuat rasa kecewaku padanya lenyap begitu saja. Walau bagaimanapun, Mas Indra sudah mengakui kesalahannya.

“Berjanjilah padaku Mas tidak akan mengulanginya.” Mas Indra terkejut dengan kedatanganku. Ia bangkit dan berjalan ke arahku. Digenggamnya tanganku dengan kedua tangan hangatnya.

“Mas janji.” katanya memandangku lekat-lekat dan aku melihat ada kesungguhan di matanya.

“Sejujurnya Ralia takut, Mas. Melihat ini Ralia yakin jika nanti anak Mas dengan Mbak Maya lahir, dia akan mendapat kasih sayang yang lebih dari Mas daripada kedua kakak kembarnya.”

“Kenapa kau berfikiran seperti itu? Tentu saja tidak, sayang. Mereka bertiga akan mendapatkan porsi kasih sayang yang sama. Percayalah.” Kedua tangannya terulur merangkum wajahku.

“Untuk menebus kesalahan Mas, besok Mas yang akan mengantar jemput si kembar. Mas juga akan bawa mereka ke kedai begitu pulang sekolah.” Aku menatap senyuman hangatnya.

“Baiklah, Mas.”

Mas Indra memelukku erat, “Maafkan Mas. Mas janji tidak akan mengulangi kesalahan yang sama.” Aku membalas pelukannya seolah mengatakan aku mempercayainya dan telah memaafkannya.

#

16:00 WIB

Aku dengan Azka duduk di bangku taman belakang rumah mengawasi si kembar yang bermain air dan tanah dengan Lily dan Tika. Mas Indra sedang pergi bersama Mbak Maya, entah kemana mereka aku tidak tahu dan tidak mau tahu. Pandanganku tidak lepas dari 2 laki-laki yang ku cintai lebih dari apapun, Alvin dan Alvan. Aku senang Alvan sudah membaik dan ceria seperti sebelumnya.

“Ku pikir Alvan akan mengalami trauma setelah yang terjadi tadi.” aku menatap Azka yang duduk disampingku dengan pandangan lurus ke depan memandang kedua keponakannya.

Second Love : Separuh NyawaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang