32. Takdir Lain

13.1K 870 209
                                    

Ralia’s pov
-Kedai Es Krim Ralia-
10:00 WIB

Aku memandang tumpukan undangan yang sudah jadi dan siap di sebar. Selama beberapa minggu ini aku dan Azril mempersiapkan semuanya sendiri tanpa campur tangan orang rumah. Baik keluargaku maupun keluarga Azril menyerahkan semuanya pada kami berdua. Aku tidak menyangka jika ternyata mengurus pernikahan seribet ini, tapi cukup menyenangkan.

Semenjak bertemu di pasar malam, hubungan Alvan dengan Pak Indra membaik. Terakhir saat Pak Indra datang ke rumah Alvan menyambutnya.  Namun Alvin tidak melakukan hal yang sama, ia terkesan cuek dan memilih bermain di kamar daripada bertemu papanya.

Tok.

Tok.

Tok.

“Masuk.” kataku merapikan meja kerjaku dengan memasukkan tumpukan undangan ke dalam tas kertas.

“Bu Ralia, ada seseorang yang ingin menemui Ibu.” Ajeng masuk dengan wajah yang tidak biasa.

“Siapa?” 

“Pak Indra.”

Untuk apa Pak Indra kemari? Ini kan bukan waktu membesuk anak-anak.

#

Aku dan Pak Indra duduk di salah satu meja pelanggan, tatapan Pak Indra tertuju pada secangkir black coffe yang ada di hadapannya. Aku memandang pria tua yang pernah menjadi suamiku selama 5 tahun.

“Ralia.” katanya setelah diam cukup lama.  “Bagaimana keadaanmu?”

“Seperti yang bapak lihat. Saya lebih baik.” Pak Indra terkejut karena aku memakai bahasa formal,  tapi tidak mengatakan apapun dan hanya menatapku sekilas.

“Apakah kamu bersedia memaafkan Mas?”

“Ralia sudah memaafkan bapak sejak lama. Hanya saja, tidak bisa Ralia pungkiri jika rasa benci dan kecewa itu masih ada.” aku menatap mata sendunya.

“Malam itu, saat Mas membaca hasil tes darah Maya, Mas marah dan-”

“Sudahlah Pak. Lebih baik tidak membahas masa lalu. Saya tahu benar posisi saya selama ini, saya tidak pernah mendapatkan sedikitpun tempat di hati Bapak. Seluruh hati bapak hanya diisi Mbak Maya.” kataku dengan senyuman getir.

“Itu tidak benar. Mas mencintaimu, lebih dari Maya.” Aku mengalihkan pandanganku dan tertawa sumbang.  “Aku baru menyadarinya. Selama ini aku salah memahami perasaanku. Aku hanya-”

“Jika Bapak mencintai saya kenapa Bapak dengan mudahnya menjatuhkan talak pada saya? Apa salah saya selama ini terhadap Bapak? Apa 5 tahun tidak cukup memahami saya? Apa waktu selama itu tidak juga membuat Bapak memahami bagaimana sifat saya?” Aku tidak peduli dengan nada suaraku yang meninggi, pria di hadapanku sudah bukan lagi suamiku.

“Lalu, kenapa bapak masih saja mempertahankan Mbak Maya setelah Bapak tahu kebenarannya?” protesku membuatnya menatapku.

“Jika Ralia mendapat talak 3 atas sesuatu yang tidak Ralia lakukan, kenapa Mbak Maya tidak mendapatkan apapun setelah membahayakan nyawa Ralia? Apa Ralia benar-benar tidak berharga untuk Bapak?” aku tidak bisa tetap tenang, aku menangis mengingat lagi kenangan pahit itu.


Indra’s pov

Tanganku terulur hendak mendekap perempuan yang menjadi istri keduaku selama 5 tahun. Namun terhenti di udara saat aku menyadari jika dia sudah bukan istriku lagi karena ucapan konyol yang dengan bodohnya terucap dari mulutku.

“Aku juga menjatuhkan talak pada Maya, kami sudah bukan suami istri lagi." Ralia menatapku dengan kedua mata basahnya.

Hari ini aku datang kemari untuk bicara dengannya. Memperbaiki hubungan kami meskipun tidak akan bisa sebaik dulu. Selama ini aku beranggapan jika rasa cintaku pada Maya lebih besar dari cintaku pada Ralia.

Second Love : Separuh NyawaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang