30. Pendekatan

13K 894 222
                                    

Ralia’s pov

Aku menghela napas panjang setelah melihat kedua putraku tidur nyenyak. Senyumku mengembang tiap mengingat bagaimana seisi rumah menjadi repot membujuk si kembar agar mengizinkan Azril pulang dan pada akhirnya mereka tetap mendengarkan Azril. Ternyata ketergantungan mereka berdua pada Azril semakin kuat. Jika ku perhatikan, sejauh ini mereka hanya mendengar Azril, bahkan tidak mau mendengarkanku.

“Kalian sangat menyukai Om Azril ya?” tanyaku pada mereka berdua yang terlelap.

“Tentu saja mereka menyukainya. Mereka menganggap Azril seperti ayah mereka tanpa disadari. Sepertinya kau pun juga tidak menyadarinya.” Mama mengelus rambut Alvin.

“Sayang, mungkin Mama terdengar egois. Tapi sejujurnya Mama ingin kau menikah lagi.” Kedua mataku membulat sempurna mendengarnya. “Mama tahu tidak mudah untuk mencintai orang baru. Tapi, pikirkanlah si kembar. Melihat kejadian tadi Mama tidak tega, mereka membutuhkan sosok seorang ayah yang nyata.”

“Kau sudah lama terpuruk dan bersedih dan sekarang saatnya kau bahagia. Mulailah hidup baru dengan orang baru dan ciptakan kenangan baru bersamanya. Kenangan baru yang akan menyembuhkan lukamu.” Mama tersenyum dan menggenggam tanganku.

“Mama, Papa, maupun yang lainnya tidak akan memaksamu kali ini. Kami berharap keinginanmu sama dengan keinginan kami. Kebahagiaanmulah yang utama. Pikirkanlah.”  Mama mengusap lembut rambutku.

“Akan Ralia pikirkan.”

#

Maya’s pov
-Indra's House-
15:00 WIB

“Mas, hari ini jadi kan?” tanyaku antusias pada Mas Indra yang sibuk dengan tumpukan makalah.

“Jadi, bersiaplah.” katanya tanpa mengalihkan pandangannya dari makalah yang dipegangnya.

Aku menelan ludah dan tersenyum, inilah yang sekarang harus ku terima. Tak ada lagi senyuman hangat Mas Indra, tak ada lagi pelukan hangatnya yang membuatku merasa dicintai, apalagi sapaan manisnya.

Apa yang ku harapkan?

Setelah semua yang ku lakukan, tidak mungkin aku menerima semua itu. Apalagi kenyataan bahwa aku sudah bukan lagi istrinya. Mas Indra mau mengajukan cuti dan merawatku disini saja sudah syukur.

“Nyonya, ayo Lily antar.” suara Lily membuyarkan lamunanku.

Aku mengagguk dan tersenyum pada Lily yang mendorong kursi rodaku ke kamar.  Dengan hati-hati Lily membantuku duduk di kasur. Ia berjalan dan membuka lemariku, mengambilkan baju untukku.

Aku menatapnya yang dengan ikhlas membantuku. “Lily.”

“Ya, Nyonya. Apa ini tidak suka? Lalu yang mana? Biar Lily carikan.” Ia berbalik dan hendak keluar kamar.

“Tunggu. Tidak, aku menyukai pilihanmu.” kataku dengan senyuman, tampak kebingungan di wajah Lily. Apa selama ini aku tidak pernah tersenyum padanya?

“Lily.” Aku memegang tangannya, “Maafkan aku. Aku tahu banyak salah padamu dan Pak Diman. Aku sudah memaksamu dan Pak Diman berbohong agar keinginanku tercapai.”

“Ya, semua keinginanku memang tercapai. Tapi, ternyata semua yang ku bayangkan tidak terjadi. Aku bahkan kehilangannya setelah beberapa saat aku merasakan kebahagiaan.” Lily hanya memandangku.

“Jika aku tahu ini akhirnya, aku menyesal. Aku menyesal membuat drama pengusiran Ralia dengan menggunakan obat itu. Aku menyesal Lily.” aku memeluk Lily dan terisak.

“Mas Indra hanya tahu drama perampokan itu, bagaimana jika Mas Indra tahu tentang drama obat itu? Mas Indra pasti semakin marah dan mengusirku dari sini.” Ku rasakan tepukan-tepukan di punggungku.

Second Love : Separuh NyawaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang