46. Siuman

229 14 0
                                    

Alvan’s pov
10:00 WIB

“Assalamualaikum.” Aku melangkah masuk ke ruang rawat inap saudara kembarku, senyuman di wajahku luntur ketika menyadari bahwa kakakku itu belum juga menjawab salam dariku. Ku hempaskan tubuhku di sofa dan mendengus, seminggu sudah dia terbaring lemah di ranjang rumah sakit.

“Aku sudah sering mengucapkan salam setiap kali kemari, kenapa kau tidak menjawab salamku? Kau tahu kan menjawab salam itu hukumnya wajib. Kau tidak menjawab dan artinya kau berdosa, Alvin.”

Lagi, hanya keheningan yang tercipta.

Aku berdiri dari dudukku dan melangkah ke arahnya dengan bersedekap, “Satu minggu, Alvin. Kau membuat semua orang sedih karena masih saja tidur. Tidakkah kau memikirkan semua orang yang menyayangimu? Mama dan Canny selalu menangis setiap hari karena keadaanmu ini. Mau sampai kapan kau membiarkan mereka menangis? Bukankah kau paling tak suka melihat mereka berdua menangis sedih?”

Ku palingkan wajahku dan menghapus air mata yang jatuh tanpa permisi. Ya ya silahkan saja kalian mengatai cengeng atau apalah itu, aku tidak peduli. Bagiku yang terpenting sekarang adalah bagaimana caranya agar Alvin terbangun dari tidur panjangnya.

Mataku mengerjap-ngerjap ketika mengingat sebuah topik yang memungkinkan kembaranku ini terbangun. “Hey, kau tahu? Beberapa hari lalu Jessica meneleponmu dan Mama yang mengangkatnya.  Mama menceritakan tentang kecelakaanmu beserta kronologinya, setelah itu dia sangat sedih Alvin. Setiap hari dia mengirimkan pesan padaku dan bertanya mengenai keadaanmu.” Bibirku mengerucut, tak ada perubahan apapun.

Aku menyerah!

Aku berbalik dan kembali duduk di sofa, tanganku terulur mengambil novel dan membacanya. Novel berjudul ‘White Chocolate’ yang menceritakan tentang poligami.

“Kau pernah bilang padaku penasaran tentang poligami, kan? Kau sangat ingin tahu dan ingin mempelajarinya, tentu saja aku memberitahu  Mama, Daddy, dan Papa tentang itu.” Aku terkekeh mengingat ekspresi ketiga orang tuaku itu.

“Mereka terkejut, Alvin. Dan Papa adalah orang pertama yang menentangnya. Padahal kau mempelajarinya agar tidak melakukan hal yang sama dengan apa yang Papa lakukan.” Aku bersandar pada sandaran sofa dan menyamankan diriku.

“Tadi aku pergi ke toko buku bersama teman-teman baru kita dan aku menemukan novel tentang poligami.” Aku menunduk dan fokus membaca novel, ku pikir sesi mengobrol dengan manusia es sudah selesai. Sekarang saatnya menikmati waktuku larut dalam rangkaian kata yang ku pegang ini.

“Kau membelikan untukku atau tidak?” mataku mengerjap-ngerjap ketika suara seseorang menembus gendang telingaku. Hey, apakah aku berhalusinasi sekarang? “Kenapa kau tidak menjawabku?” aku menatap lurus ke depan, mataku mengerjap-ngerjap memastikan penglihatanku tidaklah salah.

Seseorang yang tidur satu minggu lamanya sudah bangun rupanya. Ia tersenyum lebar ke arahku dan melambaikan tangannya. “Alvin!” aku berteriak dan melopat ke arahnya, tepat di sampingnya aku terhenti. Melihat perban membalu tubuhnya mengurungkan niatku memeluknya.

“Kenapa?”

Aku tersenyum dan menggeleng, “Akan ku panggilkan dokter dan-”

Sreekk

Pintu terbuka, ku lihat Papa masuk dengan dokter Imran. Keduanya terkejut melihat Alvin yang sudah siuman. Aku menoleh ke arah Alvin yang kini menatap Papa dengan tatapan dinginnya.

#

Alvin’s pov

Sudah beberapa menit setelah aku sadar dari tidur panjangku, dokter mengatakan padaku bahwa kondisiku sepenuhnya membaik dan dipindah ke ruang rawat. Seperti biasa Daddy meminta agar aku ditempatkan di ruang rawat VVIP.

Second Love : Separuh NyawaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang