19. Rencana Maya

10.1K 624 179
                                    

Maya’s pov
-Kafe-
10:00 WIB

Aku tersenyum memandang Ayu yang duduk dihadapanku dengan menunduk. Entah apa yang dipikirkannya sekarang, kedua matanya itu tak lagi memancarkan kebencian yang mendalam seperti yang ku lihat terakhir kali bertemu.

“Kenapa kau jadi pendiam?” tanyaku menyesap macha latte. Ayu menatapku dan terlihat kikuk, tingkahnya membuatku tersenyum.

Beginikah sikap seseorang yang sudah membalaskan dendamnya padaku dan suamiku?

Sangat lucu.

Kemana Ayu yang pemberontak dan penghianat itu pergi?

“Tidak. Aku hanya sedikit tidak nyaman karena kita jarang bertemu.”

“Begitukah? Memang susah kita bertemu. Aku sibuk dengan pekerjaanku dan kau juga sibuk bukan?” kataku menatapnya dengan senyuman.

“Kau memutuskan keluar dari dunia modelling dan dengan menggunakan kepopuleranmu itu membangun kafe ini. Sungguh menarik.” Kafe ini lebih besar dari milik Ralia dengan western style.

“Tidakkah kau ingin mengatakan sesuatu? Tentang kehamilanku mungkin.”

“A... a.. iya. Selamat ya atas kehamilanmu.”

Aku menatapnya dengan wajah serius, ku pikir basa basi tak perlu berlama-lama. “Oya, mengenai obat penggugur kandungan yang kau berikan padaku 9 tahun lalu. Bisakah kau membantuku mendapatkannya?” tanyaku membuat tangannya yang memegang cangkir berisi black coffe gemetar.

#

Ralia’s pov
-Kedai Es Krim Ralia-
12:00 WIB

“Hya! Rasakan ini!” teriak Alvin memukuli Azril.

“Ampun, ampun pangeran.” Azril seolah kesakitan dengan pukulan putra pertamaku itu, hmm atau mungkin dia benar kesakitan.

“Terima ini!” teriak Alvan menyerang Azril dengan pedangnya.

“A~~~” Azril memegang dadanya seolah tertusuk pedang Alvan.

Aku tertawa melihat mereka bertiga yang asyik bermain bersama. Si kembar langsung mengajak Azril bermain setelah mereka berdua sampai di kedai. Ku pikir Azril memiliki pemikat yang mampu membuat anak-anakku menyayanginya.

“Yeay! Kita menang, Alvin!” teriak Alvan melompat di samping Azril yang terlentang dan memejamkan mata.

“Yeay!” Alvin melompat-lompat membuat pengunjung tertawa. Sejak tadi mereka menjadi pusat perhatian para pengunjung yang datang. Banyak pengunjung yang merasa gemas dengan kedua anak kembarku ini.

“Om Azril, bangun. Kita sudah selesai bermain.” Alvin duduk dan tangan mungilnya menepuk pipi Azril.

“Argh. Sangat sulit untuk bangun, peluk aku dulu.” Azril membuka sebelah matanya dan merentangkan kedua tangannya.

Alvin langsung memeluk Azril, “Ayo bangunlah, Om.” Tiba-tiba Alvan meletakkan pedangnya begitu saja dan melompat ke arah Azril tepat di sisi Alvin.

Suara tawa mereka bertiga membuatku merasa sangat senang. Selama ini belum pernah aku melihat si kembar seperti ini bersama orang asing. Orang-orang akan mengira Azril adalah ayah dari si kembar. Bagaimana jika aku berharap itu menjadi nyata?

Astagfirullahaladzim, apa yang kau pikirkan Ralia!

“Alvin, Alvan, ayo makan dulu dan biarkan Om Azril makan juga.” Mereka bertiga spontan melihatku.

“Alvin mau makan jika disuapi Om Azril!” Alvin melipat kedua tangannya tanda tidak ingin dibantah.

“Ya, Alvan juga.” Alvan melakukan hal yang sama dengan yang kakaknya lakukan.

Second Love : Separuh NyawaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang