14. Pengalaman Buruk

11.2K 689 155
                                    

Ralia’s pov
-Aryeswara’s Mansion-
20:00 WIB

Makan malam baru saja berakhir dan sekarang semuanya berkumpul di ruang keluarga, kecuali Kakek dan Nenek yang sedang berlibur di Lombok. Ini tidak adil, bukan?

Mereka berdua pergi saat aku dan si kembar datang untuk berkunjung. Suasana di ruang tengah diramaikan dengan jeritan si kembar yang bermain dengan Azka.

“Kau yakin baik-baik saja? Lihatlah kau terlihat sangat kurus.” Mama memegangi kedua pipiku.

“Hmm, Papa juga merasa begitu. Bukankah kau sudah berjanji pada kami menceritakan apapun yang terjadi?” kata Papa yang duduk di sampingku.
“Ralia baik-baik saja, Ma, Pa.” Aku memeluk mereka berdua.

“Sayang, sekeras apapun kau berusaha menutupinya Mama dan Papa tahu kau sedang tidak baik-baik saja.” Mama melihatku.

“Ceritakan saja, sayang.” Papa mendesakku.

Haruskah aku menceritakan semuanya pada mereka?

“Apa semua ini tentang kehamilan Maya?” tanya Papa to the point, aku hanya menunduk.

“Sepertinya begitu, Pa.” Mama memelukku erat.

“Sekarang semuanya sudah berubah. Roda berputar begitu cepat dan sudah saatnya Ralia ada di bawah.” Ku rasakan elusan-elusan lembut di kepalaku.

“Satu hal yang harus kau tahu, bagaimanapun kondisimu mau di atas atau di bawah, Mama dan Papa selalu ada bersamamu.” Papa menggenggam erat tanganku.

“Papa benar, sayang. Kau dan Azka selalu menjadi yang utama untuk kami.” kata Mama membuat air mata yang mengenang jatuh juga.

“Ralia sayang Mama dan Papa.” hanya itu kata-kata yang keluar dari mulutku. Aku tidak sanggup berkata lebih banyak karena aku butuh banyak kekuatan untuk tetap berdiri. Setiap detik aku selalu berdo’a agar ketakutanku mengenai Mas Indra yang pergi dari hidupku dan anak-anak tidak pernah terjadi.

Aku dan anak-anak sangat mencintai Mas Indra, kami bertiga pun membutuhkannya. Ya, tak hanya si kembar saja yang membutuhkan ayahnya, tapi aku juga membutuhkan suamiku.

#

-Ralia’s room-
22:00 WIB

Aku dan Mama ada di dalam kamarku. Aku sangat merindukan suasana kamar ini. “Kau pasti senang disini, banyak yang ikut mengurus si kembar jadi kau tidak terlalu lelah.” Mama memijat kepalaku.

“Hmm. Aku sangat senang disini si kembar mau mendengarkan Papa dan Azka. Mama tahu, di rumah mereka tidak mau mendengarkan siapapun, termasuk aku.” jawabku, Mama tertawa.

“Begitulah. Dulu ketika kau kecil juga sama. Kau maupun Azka tidak ada yang mau mendengarkan Mama tapi selalu mendengarkan Papa dan Kakekmu.”

“Ma, kenapa Kakek dan Nenek pergi saat Ralia kemari? Apa mereka tidak merindukan Ralia? Dulu mereka pergi karena pekerjaan, sekarang malah mereka liburan.”

Mama tertawa, kedua tangannya merangkum wajahku. “Kalian kemari diluar rencana, sayang. Lagipula mereka pergi sejak 4 hari lalu.” Mama menciumi pipiku. “Di rumah ini, Mama yang sangat merindukanmu sayang.”

Second Love : Separuh NyawaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang