31. Jawaban Ralia

13.4K 931 192
                                    

Ralia’s pov
02:00 WIB

“Assalamualaikum warahmatullah.” Baru saja aku selesai melakukan sholat istikhoroh. Aku menghembuskan napas berulang kali untuk menetralkan detak jantungku yang tidak seperti biasanya tiap mengingat lamaran Azril tadi.

Semua terasa seperti mimpi, Aku baru saja memikirkan tentang menjalani hidup baru yang dikatakan Mama dan tiba-tiba Azril melamarku.

Aku mengatakan pada Azril tidak menjawabnya sekarang dan membutuhkan banyak waktu untuk berpikir. Azril juga mengatakan jika keputusannya ini terlalu cepat baginya,tapi ia melakukan ini karena tidak ingin aku dimiliki orang lain lagi. Dia bilang sudah cukup ia menunggu dan sekarang saat yang tepat untuknya maju.

Flashback
Ralia-Azril 6 tahun

Aku dan Azril duduk di depan kelas menunggu bel masuk. Aku menatap Azril yang memakan ice creamnya dengan tenang. Berbeda denganku yang tampak gusar. “Azril.” Azril menatapku dengan mulutnya yang penuh ice cream.

“Menikah itu apa sih?” tanyaku padanya.

“Tadi sebelum istirahat aku mendengar Bu Asih menikah.” ceritaku padanya.

“Aku juga tidak tahu apa itu menikah. Tapi, dari yang ku dengar menikah itu dua orang laki-laki dan perempuan yang sudah besar tinggal bersama.” kata Azril membuatku mengangguk.

“Oh iya Mochi, besar nanti aku akan menikahimu agar kita bisa tinggal bersama. Aku berjanji.” aku hanya tersenyum dan mengangguk.

Flashback off

Ya Allah, jika memang Azril adalah jodoh yang telah Engkau gariskan, yakinkan Hamba untuk menerimanya.
Amin.

Selesai berdo’a aku melipat mukenaku dan memandang kedua putraku yang tidur pulas. “Mekipun Mama tidak siap, tapi demi keahagiaan kalian Mama siap.” Aku mencium kedua pipi mereka.

#

Azril’s pov
-Azril’s apartement-

Aku tersenyum mengingat saat Ralia menanyakan padaku apa itu menikah. Aku menertawakan diriku yang saat itu tidak bisa menjawabnya dengan jelas. “Sebentar lagi, aku akan menepati janjiku, Mochi. Jika kau menerima lamaranku.” Mataku memandang kotak cincin yang ku pegang.

Tadi aku nekat melamar Ralia. Aku sudah siap dengan berbagai macam hal-hal buruk yang membuatku sakit. Aku memang terlalu cepat. Ralia baru saja bercerai dari mantan suaminya, bahkan baru menyelesaikan masa ‘iddahnya. Tapi bagaimana?

Aku tidak mau Ralia dimiliki orang lain lagi. Ya meskipun aku tidak tahu bagaimana jawaban Ralia nanti, setidaknya aku sudah berusaha.

“Belum kau katakan juga?” suara seseorang membuatku terkejut dan memandang ke sumber suara. Tampak seseorang paruh baya memakai baju tidur berdiri di depan pintu kamar.

“Mommy.”  Ia tersenyum dan berjalan mendekatiku.

“Kenapa kau belum mengatakannya?” tanya wanita kesayanganku, selain Ralia.

Aku menatap kedua mata birunya, “Aku sudah mengatakannya. Tapi, Ralia belum memberiku jawaban.”

Mommy tersenyum, tangannya mengelus lenganku. “Itu hal yang wajar, sayang. Dia butuh banyak waktu untuk memikirkannya matang-matang.” katanya menenangkanku.

“Ku pikir aku terlalu cepat memutuskan melamarnya. Ralia baru saja selesai dengan masa ‘iddahnya dan aku langsung saja melamarnya.”

“It’s okay, boy. Lebih cepat lebih baik. Listen, lebih cepat sebelum kau kalah start lagi.” lanjutnya menepuk pundakku.

Second Love : Separuh NyawaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang