Extra Part 4

25.2K 917 287
                                    

Alvin’s pov
-Indra’s house-

Sekarang di sinilah aku, di halaman sebuah rumah yang pernah ku huni selama lima tahun lamanya. Setidaknya sebelum aku, Alvan, dan Mama diusir karena drama murahan wanita ular itu. Dari halaman rumah yang menampakkan ruang tamu membuatku teringat kembali kejadian menyedihkan itu.

Kedua tanganku mengepal kuat, andaikan saja saat itu aku bisa melakukan sesuatu untuk melindungi ibu dan adikku. Sayangnya saat itu aku hanyalah anak laki-laki berusia 5 tahun yang tidak tahu apapun.

Alvin, ayolah.

Kau harus menahan semua rasa sakitmu agar semuanya baik-baik saja.

“Oke, semuanya sudah turun.” Aku menoleh ke arah Alvan yang menyerahkan koper-koperku pada Pak Diman. Pria yang entah kenapa sampai sekarang masih bekerja disini itu memasukkan barang-barangku ke dalam kamar.

“Kenapa kau tidak ikut menginap juga?”

Alvan menatapku dengan wajah datarnya, “Kau tahu dengan baik jadwalku dan ini masih Kamis. Tenanglah, dan jangan terburu-buru.” Dia tersenyum lebar dan dengan semangatnya mendorong kursi rodaku masuk ke dalam rumah.

Aku mulai meragukan keputusanku, bisakah aku tinggal disini tanpa Alvan?

“Kau tahu, aku sangat senang dengan keputusanmu ini. Aku tidak menyangka kau ingin kembali akrab dengan Papa dan mengenal Fira lebih jauh. Aku bangga padamu, Alvin.” katanya menepuk bahuku.

“Dengar, meskipun rumah ini mengingatkan kita pada kenangan buruk di masa lalu, kita harus berusaha keras berdamai dan melupakannya.”

“Aku akan berusaha.” Kedua mataku menyapu seluruh bagian rumah ini, semuanya masih sama seperti dulu. Hanya saja ada beberapa foto yang biasanya terpajang di dinding tidak ada pada tempatnya.

“Papa menurunkan foto-foto kita dan foto lainnya untuk mencegah pertanyaan-pertanyaan dari Fira. Papa bilang akan memasang foto kita lagi, tentunya setelah kita banyak menghabiskan waktu dengannya. Papa bilang akan ada pemotretan keluarga dan akan memajangnya di dinding.” Jelas Alvan tanpa aku repot-repot bertanya.

Tepat di depan pintu kamar aku melihat seseorang yang tak asing bagiku, dia tersenyum hangat. Cih, bagaimana bisa dia tersenyum tanpa dosa seperti itu? “Selamat datang, Mas Alvin.” Sejujurnya aku terkejut melihat kerutan menghiasi wajahnya. 

Bukankah dia lebih muda dari Mama? Kenapa wajahnya terlihat lebih tua dari Mama?

“Bagaimana kabar Nyonya Ralia? Saya pikir beliau ikut mengantar.”

Aku menatapnya dengan tatapan dinginku, “Sejak kapan kau peduli padanya, penghianat?” Lily terkejut dengan jawabanku, Alvan menepuk bahuku.

“Apa? Kau menegurku karena ucapanku? Bukankah itu kebenarannya?” Lily menunduk dan memainkan tangannya yang bergetar.

“Ayo masuk kamarmu.” Alvan menepuk bahu Lily perlahan sebelum mendorong kursi rodaku menuju kamar. “Taraa~~~” ucapnya dengan nada bahagia saat membuka pintu kamar.

Senyumku mengembang melihat tata letak segalanya masih sama seperti dulu, hanya saja tempat tidurnya berbeda. Jika dulu di kamar ini tempat tidur besar, sekarang menjadi dua tempat tidur untuk satu orang.

“Papa mengubah tempat tidur kita, kau menyukainya?” aku tersenyum dan mengangguk.

“Hai.” Aku dan Alvan berbalik, tampak seseorang yang ku rindukan beberapa hari ini berdiri di hadapanku sekarang.

“Papa!” kata kami serempak, Papa terkekeh dan memeluk kami bersamaan. Ia duduk di tepi tempat tidurku dan mengacak rambutku.

“Papa senang kau akan tinggal disini untuk waktu yang cukup lama. Selamat datang kembali, Alvin.” Aku hanya memberikan senyuman terbaikku padanya, memangnya apa yang bisa ku katakan?

Second Love : Separuh NyawaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang