Part 6

662 29 9
                                    

Malam hari sepulang Olie dan Richard dari kegiatan mereka masing-masing, Olie memutuskan untuk mampir ke kos Richard yang terletak di gang sebelah. Kos-kosan khusus pria yang konsepnya mirip dengan paviliun, jadi tiap kamar memiliki dapur, kamar mandi di dalam, kamar tidur serta ada teras kecil untuk menerima tamu. Mereka berdua duduk di depan kamar Richard sambil memakan martabak dan meminum kopi.

"Gimana tadi meeting sama kliennya? Lancar?" tanya Olie pada Richard.

"Tadi ... cukup alot sih, klien mintanya konsep yang minimalis, tapi terkesan elegan, berkelas dengan budget yang ngepas. Biasa kalau ketemu klien cewek suka gitu. Gampang-gampang susah," kata Richard tanpa sadar.

Sepuluh detik setelahnya Richard sadar akan apa yang baru saja dia katakan, dan seketika dia menoleh ke arah Olie yang duduk di sebelahnya. Tampang Olie cemberut, alisnya berkerut, bertaut satu dengan lainnya, bibirnya mengerucut, tangannya terlipat di depan dada. Richard yang melihat ekspresi Olie, merutuki dirinya sendiri karena tidak mengontrol ucapannya.

Bego, bego ... gawat ini mah, bisa gempa nih karena ubun-ubun meletus, eh ... mang gunung pake meletus. Duh ... semoga ga marah dia, batin Richard.

"Bu-bukan maksud ngehina atau ngatain cewek nyebelin, Say. Itu tadi klien emang nyebelin kok, beneran. Kebetulan dapetnya cewek gitu, tapi cowok yang nyebelin juga banyaak ... please jangan ngambek begitu, cantiknya ilang loh," rayu Richard, berharap Olie tidak kesal dengannya.

Olie pun menatapnya tajam sambil terus memasang ekspresi kesal, dia mengatakan, "Kliennya cewek, nyebelin, cantik gak? Cewek itu nyusahin ya? Banyak maunya, suka komplain ini-itu, gitu?"

"Eng-enggak gitu, Sayang. Jangan salah paham dong, kan gak semua cewek kaya gitu. Kamu nggak gitu kok, kamu gak pernah nyusahin, gak pernah komplain ini-itu, kamu cantik, dan aku sayang. Jangan marah, ya?" bujuk Richard seraya memainkan alisnya naik turun sehingga Olie terpaksa tersenyum melihat ulahnya.

Melihat senyuman Olie membuat Richard ikut tersenyum, kemudian mereka berdua bertatapan. Satu menit, dua menit, tiga menit, sampai pada menit ke tujuh mereka tidak menyadari bahwa wajah mereka sudah berdekatan dan sebentar lagi bibir mereka bertemu. Pada saat pertemuan bibir hampir terjadi, ada telepon dari Karen ke handphone Olie. Sadar akan posisi mereka, keduanya segera menjauhkan diri. Olie terlihat sibuk mencari hape-nya, sedangkan Richard mengelus tengkuknya untuk menghilangkan kegugupannya.

"Iya, halo Ren," sapa Olie.

"Ol, ke mana si? Lama amat angkatnya?" tanya Karen.

"I-iya maaf, lagi gak di kos nih," jawab Olie.

"Di mana? Gue minta laporan kerjaan, udah lo e-mail belom? Gue belum terima soalnya."

"Eh ... i-iya segera gue kirim Ren, sorry banget gue lupa. Gue ... lagi di kos Richard."

"Ngapain lo di sana? Jangan aneh-aneh lo berdua ya! Awas kalau berani! Gue nikah dulu baru kalian nyusul. Inget itu!" kata Karen mengingatkan.

"Iya, rang gak ngapa-ngapain. Ngobrol doang biasa sambil ngopi, bahas lo juga. Kangen Ren, kapan lo balik?"

"Ya udah, jangan kemaleman baliknya. Di sana dah hampir jam sebelas, kan? Balik lo!" perintah Karen.

"Iya, Ibuuuu ... " jawab Olie, "aku balik ya, dimarahin mak, ga boleh balik kemaleman."

"Iya, Sayang. Yuk, aku anterin," ujar Richard sambil tersenyum geli dengan panggilan "mak" yang Olie tujukan pada Karen.

Pak Bayu sedang asik bertelepon saat mereka sampai di kos Olie. Mereka berdua mengangguk saat melewati Pak Bayu. Richard mengantar Olie sampai ke kamarnya.

Mas GantengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang