"Pagi ...." Andri berkutat di dapur, menyiapkan sarapan dan kopi untuk sang kekasih, sedang Sisil baru saja keluar dari kamarnya.
"Eh, kok jadi kamu yang siapin sarapan, Sayang? Aku jadi nggak enak. Harusnya 'kan cewek yang di dapur," kata Sisil sambil berjalan ke dapur.
"Nggak apa-apa, Sayang. Aku tadi kebangun pagi-pagi, daripada bengong ya udah bikin sarapan aja buat kita," ujar Andri.
"Aku bantuin, oke?" Sisil mencepol rambutnya dan mengambil pisau dapur, bersiap membantu Andri.
Pagi yang cerah dibarengi suasana hati yang ceria, sempurna. Andri lihat mood Sisil sepertinya sedang bagus, maka dia coba untuk menggali lebih dalam soal perasaan Sisil padanya.
"Hari ini rencanamu apa, Say?" tanya Andri basa-basi.
"Biasa, ngantor. Kenapa, Say?"
"Gimana kalau kamu ambil cuti sehari, aku pengin ajak jalan. Toh, itu perusahaanmu sendiri, jadi bisa 'kan kamu cuti dadakan?" tawar Andri.
"Bisa, sih. Oke, aku kabari anak kantor dulu ya." Sisil berjalan ke ruang tamu, menekan tombol angka pada telepon rumahnya dan menghubungi seseorang.
"Nan, hari ini aku off dulu ya. Lagi nggak ada jadwal meeting atau ketemu klien hari ini, 'kan?" Sisil menghubungi Nana, sekretarisnya.
"Sebentar saya cek, Bu ... hari ini kosong, Bu," jawab Nana melalui telepon.
"Oke, saya libur dulu hari ini. Segera info saya kalau ada apa-apa, terima kasih Nana."
"Baik, Bu. Selamat beristirahat." Sambungan telepon pun diputus dan Sisil kembali ke dapur.
"Wah, harum banget baunya. Oke, Say, hari ini aku libur."
"Sip," kata Andri sambil menuangkan pasta ke mangkuk besar yang sudah dia siapkan di meja makan.
"Kamu belajar masak dari mana?" tanya Sisil yang tergiur dengan pasta di depannya.
"Ketika SMA, aku sekolah di luar kota, jadi terbiasa hidup mandiri. Demi menghemat uang jajan, aku masak sendiri. Awalnya ya ... begitulah rasanya, lama-lama karena terbiasa, rasanya makin enak." Andri meletakkan dua gelas kopi, satu untuknya dan satu lagi untuk Sisil.
"Hari ini, kamu mau ajak aku ke mana? Tumben banget suruh aku cuti, emangnya kamu lagi nggak ada kerjaan juga?" Sisil penasaran dengan rencana Andri.
"Tenang aja, semua sudah kuatur. Kamu ikut aja, oke!" Andri meyakinkan Sisil.
Selesai menikmati sarapan dan kopi, Sisil bergegas mandi dan bersiap-siap pergi bersama Andri. Andri membawa Sisil ke kontrakannya. Sementara menunggu Andri bersiap-siap, Sisil melihat-lihat kondisi kontrakan Andri, banyak foto-foto kebersamaannya dengan keluarga dan juga kawan-kawannya terpampang di dinding maupun meja kerja. Sisil dapat menilai seberapa dekat Andri dengan keluarga dan rekan-rekannya, sesuatu yang Sisil kurang nikmati sejak dia mulai sibuk berbisnis.
Tak sadar air mata Sisil mengalir, betapa dia merindukan masa-masa ketika dia dan orangtuanya makan bersama diselingi canda gurau. Dia bisa mengutarakan segala hal tanpa canggung, mendapatkan nasihat yang tepat waktu dari sang ayah serta belaian lembut dari sang mama. Kini, hal itu sangatlah langka, terlebih dia sekarang tinggal terpisah dari orangtuanya. Kawan-kawannya yang sebaya datang hanya saat mereka butuh, makan malamnya selalu dilakukan di luar dengan budget ratusan ribu hingga jutaan rupiah. Namun, kenikmatannya jauh berbeda dengan saat dia makan malam bersama orangtuanya. Hidangannya sederhana, tapi rasanya sungguh nikmat karena dibuat oleh sang mama tercinta.
"Sayang, aku siap. Kamu kenapa? Kamu nangis? Ada apa?" tanya Andri gelisah.
"Enggak apa-apa kok, aku cuma sedih karena inget sama orangtuaku. Aku kangen kaya dulu lagi," ujar Sisil sedikit terisak. Rasa iba menghampiri hati Andri, dia memeluk erat sang kekasih. "Jangan sedih, Sayang. Kalau kamu ingin bertemu orangtuamu, kenapa nggak sekarang aja kita kunjungi mereka? Perjalanan nggak terlalu jauh, 'kan? Kita bisa bolak-balik sehari."
KAMU SEDANG MEMBACA
Mas Ganteng
Short StoryKisah seorang jomblowati dengan pemuda ganteng tetangga kosnya yang dihiasi dengan tingkah konyol dan dibumbui romantisme dua sejoli yang tertarik satu sama lain sejak pertemuan pertama mereka. #PekanODOP #OneDayOneParagraph