29. killing

609 78 38
                                    

....Suara tembakan menggema dalam ruang tak kurang dari  lima meter persegi itu.

Dalam hitungan sekon suara besi panas mengenai dinding  kokoh antipeluru lalu jatuh berdenting di lantai besi.  Polisiㅡpolisi  segera meringkus orang-orang berpakaian jas hitam itu untuk kemudian menyeretnya keluar.
Hanya ada satu ambulan yang datang, sedangkan ambulan yang lain belum juga tiba.

Beberapa perawat yang ada di ambulan memberi pertolongan pertama pada Haechan, Inha, Renjun dan Jaemin. Saat diangkat menggunakan tandu baik Jaemin, Haechan maupun Renjun sudah dalam keadaan kritis.

Lay mengurus Renjun sedangkan Jaehyun mendekati sang adik dengan kaki bergetar,   Otaknya seakan memutar film. Racun, lumpuh, dan luka tusuk. Jaemin mendapatkan ketiga hal itu sekaligus tahun lalu.

"Jj-jae hyyung.."lirih Jaemin masih menahan sakitnya. Tak jauh dari mereka Jeno meraba udara dengan air mata menggenang.


"Maaf tuan, tapi ambulan tidak bisa membawa keempat korban sekaligus.."

Suara perawat itu serta merta membuat Jaehyun naik pitam.

"Hyung, tolong Renjun dan Hae-cchan.. kumohon. Aku lebih kuat, aku bisa menunggu."Jaemin menggenggam tangan Jaehyun. Melihat kondisi Jaemin yang penuh luka. Jaehyun merasa setengah tidak rela ketika akhirnya membiarkan ambulan pergi.

Semakin jauh suara ambulan terdengar  membawa Haechan dan Renjun, Jaehyun setengah memeluk Jaemin yang terbaring di pangkuannya.

Hanya tertinggal Jeno, Hani, Inha, satu orang perawat dan Jaehyun disini.  Sedangkan usai memborgol para tersangka sebagian polisi pergi ke kantor polisi dan sebagian yang lain menggelar olah tempat perkara. 

Sang perawat berusaha menangani Inha yang tampak begitu pucat.



Jaehyun mengusak rambutnya frustasi, "Kapan ambulan yang lain sampai di sini ?"

Si perawat hanya tertunduk mendengar ungkapan penuh keputusasaan dari Jaehyun. Detik demi detik yang terasa lambat...  Seolah, hanya tinggal menunggu masa untuk Jaemin kehilangan seluruh nafasnya.

Jaehyun segera menelfon ambulan agar mereka datang secepat mungkin walau ini sungguh mustahil mengingat begitu terpencilnya tempat ini.

Seseorang berjas putih tiba-tiba menyalak masuk membawa satu koper besar.
" kita harus menolongnya sekarang."



Jaehyun mengangkat wajahnya dan menemukan seseorang yang cukup familiar. Seorang perempuan berjas putih dengan beberapa helai rambut jatuh di pelipis.

"Kau ? Bukankah dokter yangㅡ" Jaehyun terpaksa menutup mulutnya kembali karena si dokter menyelanya.

"Simpan pertanyaanmu untuk nanti, sekarang kita harus mengoperasi Jaemin atau nyawanya tidak tertolong."

Jaehyun terdiam saat si dokter mengeluarkan peralatan yang tidak ia ketahui dari sebuah koper besar yang tadi ia seret-seret.

"Maksudmu... mengoperasi Jaemin ? Disini ? Sekarang ?"
Rentetan pertanyaan Jaehyun keluar begitu saja padahal biasanya ia  sama sekali tidak cerewet. Situasi genting seperti sekarang sungguh membuat Jaehyun tak dapat berfikir apapun.

Sedangkan si dokter masih saja mengeluarkan seluruh peralatannya di bantu dengan satu-satunya perawat yang tertinggal di situ.

"Kau juga harus membantuku,"ucap dokter perempuan itu pada Jeno.

Jaehyun menyerit saat Jeno menggeleng sambil menangis.

"Aku tak bisa dokter, aku tak bisa melihat hiks kumohon selamatkan temanku"ujar Jeno terisak-isak.

We Are Friend ? [ 2 ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang