...
Apa yang bisa di tunjukkan tetapi tak bisa di katakan
Na Jaemin 5th Nov '19***
Dua orang pemuda berbeda usia duduk berhadapan dengan meja bundar sebagai pemisah. Pemuda yang lebih tua sama sekali belum menyentuh cangkir lattenya sedangkan yang lebih mudah sudah menghabiskan dua cangkir espresso dan beberapa saat yang lalu secangkir arabian coffee bertengger di mulutnya.
Suasana cafe bernuansa hitam putih dengan hiasan berbagai modifikasi motor klasik lantas tak membuat Si pemuda yang lebih tua diam sebentar mengagumi yang ada dirinya justru mengetuk-ngetukkan kakinya tidak sabar menunggu lelaki di hadapannya menghabiskan kopinya dan mulai bicara.
"Kau ini kecanduan kopi ? Lambungmu bisa bermasalah jika minum kopi dengan berlebihan seperti itu."komentarnya pada yang lebih muda.
Setelah beberapa menit akhirnya si pemuda meletakkan cangkir kopinya sambil menyunggingkan senyum khas miliknya, "Ah maafkan saya, saya sangat menyukai kopi hehehe o iya Jaksa Lee perkenalkan namaku Na Jaemin."
Jaksa muda itu berusaha menganalisis suasana hati Jaemin dari tatapannya, membaca bagaimana gerak-gerik Jaemin saat memandang dirinya dan ekspresi yang berulang kali Jaemin tunjukkan.
"Aku sudah tau, kau adalah salah satu saksi kasus ini dan merupakan sahabat dari korban Tn Huang Renjun dan juga terdakwa Tn Lee Donghyuck, jadi apa yang membuatmu menemuiku ?"
Jaemin sempat kesal karena sapaan formalnya justru di balas informal dengan nada dingin pula oleh sang jaksa. Sepertinya ia perlu sedikit keahlian dalam rangka negosiasi kali ini dan memang itulah tujuan utamanya.
"Jaksa Lee, sebagai jaksa yang cerdas dan bijaksana bukankah seharusnya anda menangkap bagaimana janggalnya kasus ini ?"
Jaemin mencoba melempar umpan untuk sekarang, semalaman dirinya mempelajari cara bernegosiasi pada sang appa. Pengacara Na yang saat ini bahkan tak dapat berdiri di sampingnya di pengadilan karena secara tiba-tiba mendapat undangan untuk menangani kasus kemanusiaan di Timur Tengah. Suatu kebetulan bukan mengingat ada berapa ratus juta mungkin pengacara yang ada di dunia ini, tapi appanya yang terpilih.
"Bukti apa yang kau miliki ?"tanya Jaksa Lee dengan tatapan remeh yang menyebalkan, Jaemin mencoba menghela nafas perlahan untuk mengontrol amarahnya yang meledak-ledak. Ia sadar dirinya sangat sensitif hingga jiwa mudanya selalu muncul percikan emosi tiap kali merasa tersinggung.
"Apa anda tidak merasa kalau seolah-olah kasus ini terasa mudah dengan Haechan sebagai targetnya ?"
Jaemin menunggu respon dari jaksa Lee. Dan yang dapat ia tangkap dari tatapan itu, sepertinya dirinya berhasil membuat kerutan pada dahi Jaksa Lee.
Jaemin melanjutkan ucapannya,"saya berada di sana saat insiden penusukan itu terjadi dan yang harus anda ketahui adalah Si pelaku yang menyuruh Haechan memilih antara nyawa Inha yang tengah koma dengan Renjun, tidakkah anda mendengar dari polisi pada saat mereka datang Inha berada di kursi roda dengan senjata api mengarah tepat ke pelipisnya ? Itulah bukti kalau si pelaku membuat ancaman pada Haechan agar segera menusuk Renjun."
KAMU SEDANG MEMBACA
We Are Friend ? [ 2 ]
FanfictionCOMPLETED Harapan dan Kenyataan tentang hubungan aneh bernama persahabatan. Sensitive Content. _15+, Self Injury, Crime, Mystery, Delusion, and others.