24. wrong

455 66 7
                                    

"Halo Ren-jun"

Suara ini...

"Jj-jeno ?"

Langkah Renjun terhenti namun begitu memastikan bahwa suara dari seberang itu adalah Jeno. Ia bermaksud mematikan panggilan itu.

"Ada yang ingin kau katakan ? Jika tidak kututup telfonnya."

Renjun tiba di parkiran dan langsung menaiki taksi tercepat yang ia dapat.
"Kantor polisi"ujarnya saat si sopir menanyai kemana tujuan ia pergi.

"Bagaimana kabarmu ?"

Renjun berdecak,"Ck katakan apa perlumu atau ku matikan saja panggilan ini".

"Haishh, tega sekali. Baiklah aku akan langsung ke poinnya, sekarang aku berada di Seoul"

"Lalu apa peduliku ! Itu bukan urusanku."jawab Renjun enteng.

"Kau ini tidak peka ya, kayak Jaemin"

"Berhentilah omong kosong, aku tidak punya banyak waktu untuk mendengarkan lawakan garingmu."

Renjun menyerit sebal saat malah terdengar kekehan Jeno entah karena apa.

"Baiklah, ini satu-satunya kesempatanku untuk menghubungimu tapi kau harus tau renjun-ah kami memiliki alasan untuk melakukan hal ini."

"Ya ya ya silahkan saja, main-main sana sama delusimu."

Renjun menangkap ada suara gertakan gigi dan suara pintu di banting, lalu suara Jeno menghilang, renjun memfokuskan telinganya saat terdengar suara pukulan dan rintihan.

Mata Renjun terbelalak saat mendengar gumaman suara rendah seseorang.

Kau ini menggali kuburanmu sendiri ya LEEㅡJEㅡNO.

Setelahnya wajah Renjun menjadi pias, gelisah, dan pikirannya mulai beranjak dari tempatnya menuju Seoul. Kabar terakhir yang ia dapat adalah Jeno pergi ke Irlandia. Mungkin sebuah pelarian diri karena kedoknya telah terbongkar olehnya dan Jaemin. Tapi... tadi apa katanya ?

Seoul ?

Keluar dari taksi, bangunan gagah berhuruf mandarin menyapa kedua netranya. Orangtua dan beberapa bodyguard sewaan telah berada di sana, puluhan blitz menerpanya tak jauh dari orangtuanya Renjun melihat eksistensi Chenle, Winwin, Lucas, dan Kun.

Tanpa memberi banyak pernyataan bahkan sebenarnya Renjun hanya mengangkat wajahnya yang tertutupi masker ke arah wartawan. Ia tidak ingin tampak seperti korban untuk saat ini. Tekanan besar ada pada dirinya. Namun Renjun masihlah ragu tuk mengambil keputusan bagaimana.

Kedua orangtuanya memberi Renjun pelukan di ikuti oleh para member yang terus tersenyum menyemangati. Bersama dengan dua orang polisi Renjun menuju ruang interogasi khusus.

Tak lama ponselnya berdering, ada satu panggilan dari Hani. Renjun memohon waktu sebentar pada dua polisi itu untuk mengangkat telfon.

"Yeoboseo my Hani"

"ish, renjun-ah kauㅡ ish sudahlah ini penting"

"Ada apa ?"

"Kau sudah masuk ruang interogasi ?"

"Belum, tapi akan, memangnya kenapa ?"

"Aku dan Jaemin sudah mengetahui siapa sebenarnya pelakunya"

"Aku juga"

"Eh ? Kau juga ?"

"Iya, rekaman itu ingat ? Aku yang merekamnya."

We Are Friend ? [ 2 ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang