Goodbye Days

570 65 27
                                    

Aku berterimakasih bukan pada hari-hari yang kulewati bersamamu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku berterimakasih bukan pada hari-hari yang kulewati bersamamu

Tapi aku berterimakasih padamu atas hariㅡhari yang kita lewati bersama

Sekarang izinkan aku mengatakan ini
Kepada hariㅡhari yang telah kita lewati bersama

Kuucapkan
selamat tinggal ...

R.Huang

🌸🌸🌸

Sepasang kelopak mata itu masih mengatup demikian rapatnya,

Beralaskan kedua lengan dan beberapa tetes salju yang mencair setelah beberapa jam berlalu.

Beratapkan langit yang tidak terlalu terang karena cuaca tak mengizinkan.

Penat..
Mungkin tidak akan pernah menjadi kata yang pemuda itu gunakan,
Untuk mengeluh pun tidak.

Hanya saja ia berharap dingin akan segera tergantikan dengan hangat, tangis akan tergantikan dengan tawa, dan hanya satu yang takkan tergantikan

Cinta.






Jeno... Jaemin... Haechan...

Cintanya kepada seorang teman, yang membuatnya melewati segala kesulitan ini. Menghadapi rasa takutnya, melindungi teman-temannya, selalu ada ketika mereka membutuhkan tapi Tunggu dulu..
Benarkah ini cinta ?

Benarkah cinta berkisah tentang pengorbanan ?





Apakah cinta hanya berisi hal-hal indah dan membahagiakan ?




Ataukah berisikan lelehan tangis tak berujung menuju kesengsaraan ?



Cinta itu apa ?

"Renjunㅡah"

Pemuda itu reflek membuka matanya begitu suara itu menyapa dengan langkah-langkah mendekat.
Sudah beberapa bulan sejak dirinya mengenal gadis ini. Dirinya tak lagi meragukan gadis ini semenjak ia tiba-tiba mengorbankan dirinya untuk Haechan, semenjak gadis ini secara terpaksa mengiyakan permintaannya untuk menutup luka Haechan waktu itu, semenjak gadis ini langsung menyetujui mendonorkan darahnya untuk Jaemin yang sedang sekarat.

Masihkah tersisa keraguan di benak Renjun setelah ia menyaksikan pengorbanan gadis itu di hadapannya, tanpa pamrih apapun kecualiㅡ

"Renjun-ah, aku sudah menyelesaikannya 99 persen aku yakin ini akan berhasil"

Gadis itu mengulurkan sebuah Usb masih dengan senyum yang entah bagaimana bisa memunculkan sebuah lekuk pada pipinya, teramat manis saat rona itu muncul ikut mewarnai lekukan di pipi kanan gadis itu. Hani. Yoo Hani. Haniㅡnya.

"Terimakasih, kau memang dapat diandalkan"gumam Renjun seraya bangkit dari posisi berbaringnya. Suhu menurun begitu cepat dan dingin mulai menyergap lebih pekat dari sebelumnya. Pun di atas sana berpayungkan gumpalan-gumpalan yang hendak mementahkan kristal air bagaikan kapas-kapas putih ringan yang membeku.

"Mari turun, disini dingin"

Renjun mengangguk walaupun rasanya enggan meninggalkan tempatnya. Disini terasa begitu dekat dengan langit seolah hanya membutuhkan beberapa langkah saja untuk menyentuh langit.

Saat Renjun hendak mengambil usb dari tangan Hani, tiba-tiba saja Hani justru mendudukan dirinya lebih dahulu. Entah apa maksudnya, tapi Renjun akhirnya kembali duduk bersisian dengan Hani.

"Ini adalah tempat Inha dan Donghyuk biasanya bertemu" gumam Hani pelan yang masih terdengar oleh Renjun. Ada rasa menyedihkan di balik kalimat itu dan Renjun terlalu peka untuk dapat merasakannya.

"Kau.. mengintip mereka diam-diam ?"

Hani memukul lengan Renjun dengan wajah sebalnya,"kau pikir aku suka mengintip eh ? Tentu saja tidak, aku hanya tidak sengaja melihat mereka beberapa kali."

" .. dan aku tau mereka saling mencintai."lanjut Hani, pandangannya beralih ke atas. Seolah menghitung denting waktu yang tepat kiranya kapan kapas-kapas putih itu akan jatuh.

Cinta ya ?

Renjun bertanya-tanya apakah cinta adalah sebuah muara dari aliran penuh kesakitan atau sekedar tempat pemberhentian yang akan menghanyutkannya dalam lautan kesakitan yang baru. Sebenarnya apa obat dari rasa kesakitan yang selama ini ia alami, rasa sakit saat dirinya dirundung rasa kesepian, rasa sakit saat dirinya merasa seorang diri menghadapi dunia yang tak lagi ramah padanya, rasa sakit yang sengaja ia pendam. Renjun ingin bertanya akan hal itu, namun hingga saat ini ia tak tau kepada siapa ia mengatakannya.

Karena setiap orang memiliki masalahnya masingㅡmasing
Dan tak setiap orang mau berbagi
Suka dan duka bersama.

Perlahan Renjun menoleh hingga Yoo Hani menjadi satu-satunya obyek yang ia lihat. Gadis yang mencintainya, gadis yang rela melakukan apapun untuknya, gadis naif yang sedikit gila, sama seperti dirinya.

"Haniㅡya"

Gadis itu balas menoleh padanya, lengkap sudah ketika manik mata mereka bertemu seolah berkomunikasi satu sama lain, membiarkan bisu tercipta hanya agar kedua netra itu dapat mencurahkan kejujurannya satu sama lain.

"Mari tidak saling peduli..mari tidak saling mencintai.. mari saling menjaga diri.."lirih Renjun, sangat lirih menyerupai bisikan yang hampir hilang di terpa angin musim dingin.

Hani menatap Renjun dengan mata berkaca-kaca, ia tidak terima tentu saja. Renjun hampir terdengar seperti mencampakkannya, bahkan Renjun tidak pernah membalas ungkapan cinta ataupun rasa yang sama.

Namun ia memahami, sangat paham. Dengan inilah Renjun melindunginya, dengan cara inilah Renjun memastikannya takkan terluka, dengan cara inilah Renjun menyelesaikan semuanya.

Tentu saja, ia bertemu dengan Renjun karena masalah ini, setelah masalah ini selesai artinya ucapan selamat tinggal kan ?







"Uhm"Hani mengangguk walaupun rupanya kedua netranya meleleh lebih cepat daripada awan di atasnya,"..mari tidak saling bertemu lagi....Renjun-ah annyeong."




"Annyeong... Hani-ya"

 Hani-ya"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

We Are Friend ? [ 2 ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang