Prolog

12.9K 1K 116
                                    


•••Bismillah•••

Assalamu 'alaikum warahmatullah..

Selamat datang di kisah ini.
Kisah yang biasa saja, yang tidak lebih keren dari kisah lainnya.

Mungkin akan terasa membosankan, atau cerita lain jauh lebih mengasyikkan.
Aku juga tidak mengerti, kenapa aku terpilih untuk berada disini dan menulis kisah ini, karena ketidaksempurnaan diri ini.
Yang kuharapkan adalah dukungan dari kalian semua... 😊😊😊

Sebelumnya, terima kasih untuk kakak-kakak SWP Gen 1 yang memberi kesempatan yang tak pernah terduga ini.

Mohon doa agar kami dapat menjalankan amanah ini dengan sebaik-baiknya.

Jika kedepannya kisah ini tidak sesuai harapan atau typo-typo bertebaran, mohon maaf sebesar-besarnya.
Sesungguhnya aku berusaha sebaik mungkin, tapi kalau masih ada kekurangan, jangan sungkan untuk kasih saran yaaaa ❤

Semoga sama-sama kita bisa memetik hikmah dalam cerita ini, seperti target aku di awal...
Menyebar kebaikan lewat tulisan.

Tetap dukung aku dan teman-teman SWP Gen 2 ya, guys!
Karena komen dan vote kalian akan sangat berarti untuk membakar semangat kami!

Selanjutnya, dengan menyebut nama Allah, silahkan membaca ceritaku ini.

••••

Madinah, 2004...

"Seorang lelaki soleh bernama Tsabit bin Ibrahim sedang berjalan di pinggiran kota Kufah.

Tiba-tiba dia melihat sebuah apel jatuh keluar pagar sebuah kebun buah-buahan. Melihat apel yang merah ranum itu tergeletak di tanah membuat Tsabit ingin memakannya. Tanpa berpikir panjang dipungut dan dimakannyalah buah apel yang lazat itu, akan tetapi baru setengah buah itu dimakannya. Ia teringat bahwa buah itu bukan miliknya dan dia belum mendapat izin pemiliknya.

Maka ia segera pergi kedalam kebun buah-buahan itu untuk menemui pemiliknya agar meminta dihalalkan buah yang telah dimakannya.

Di kebun itu ia bertemu dengan seorang lelaki, langsung saja dia berkata, "Aku sudah makan setengah dari buah apel ini. Aku berharap anda menghalalkannya".

Orang itu menjawab, "Aku bukan pemilik kebun ini. Aku tukang kebun yang ditugaskan menjaga dan mengurus kebunnya".

Dengan nada menyesal Tsabit bertanya lagi, "Dimana rumah pemiliknya? Aku akan menemuinya dan minta agar dihalalkan apel yang telah ku makan ini."
Tukang kebun itu memberitahukan "apabila engkau ingin pergi kesana maka engkau harus menempuh perjalan sehari semalam".

Tsabit bin Ibrahim bertekad akan tetap pergi menemui si pemilik kebun itu. "Tidak mengapa. Aku akan tetap pergi menemuinya, meskipun rumahnya jauh. Aku telah memakan apel yang tidak halal bagiku kerana tanpa izin pemiliknya. Bukankah Rasulullah  sudah memperingatkan kita melalui sabdanya: "Siapa yang tubuhnya tumbuh dari yang haram, maka ia lebih layak menjadi umpan api neraka"" Kata Tsabit kepada si Tukang kebun.

Kemudian Tsabit pun pergi ke rumah pemilik kebun itu. Setibanya di sana, dia langsung mengetuk pintu. Setelah si pemilik rumah membukakan pintu, Tsabit memberi salam dengan sopan, seraya berkata, "Wahai Tuan yang pemurah, saya sudah terlanjur makan setengah dari buah apel Tuan yang jatuh ke luar kebun Tuan. Kerana itu, maukah Tuan menghalalkan apa yang sudah saya makan?"

Yaa Abati [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang