25. Perjalanan Menuju Puncak

2.5K 452 36
                                    

Bismillahirrahmanirrahiiim...

Jakarta, 2018

Dua bulan kemudian...

Khansa's Pov

Memang benar, roda hidup itu tak pernah henti berputar.
Terkadang ketika kau teramat membenci seseorang, suatu hari kau akan menjadi yang paling besar mencintainya.

Aku pernah membencinya, sebesar yang aku bisa.
Sekalipun telah kukerahkan segenap daya agar jauh darinya, kenyataan bahwa namaku telah dituliskan bersebelahan dengan namanya di Lauhul Mahfuzh itu tak akan pernah bisa aku hapuskan.

Memang benar.
Saat terlalu cinta, tak ada keburukan apapun yang bisa melunturkannya.
Sama seperti ketika terlalu benci, ucapan apapun untuk mengubahnya menjadi cinta, tak akan ada pengaruhnya.
Kecuali saat kita mulai mengikhlaskan, dan hati yang semula ditutup rapat mulai terbuka.

Memang benar. Butuh waktu untuk menyadari bahwa dirinya memang orang yang tepat untukmu. Sama seperti aku yang masih terus berusaha agar cinta benar-benar tumbuh diantara kami.

Awalnya hanya demi Abati.
Aku bersedia kembali, hanya agar Abati meridhoi aku lagi.
Walau akhirnya, tak akan bisa sama.
Ketika aku tersadar, bahwa kini terbentang jarak antara aku dan Abati.

Kedekatan-kedekatan kami berubah menjadi canggung yang tak bisa diatasi. Meski Abati masih sering memantauku dari jauh. Menanyakan kabarku ataupun meneleponku meski Ummi yang disuruhnya bicara denganku.

Tak ada lagi cengkrama akrab yang menertawakan apa saja.
Tak ada lagi diskusi hangat yang menambah pengetahuan.
Tak ada lagi murojaah hafalan dan tahsin bacaannya.

Aku kehilangan momen indah yang tak lagi bisa kubuat dengan Abati karena kesalahanku sendiri.

Awalnya aku sedih, aku seperti kehilangan orang yang paling aku sayangi.
Namun setelah aku sadari, bahwa kesalahanku memang tak pantas terampuni. Abati memaafkanku sudah cukup aku syukuri tanpa berharap segalanya akan terlupakan.

Abati masih sulit mempercayaiku, sama seperti aku yang masih kesulitan meraba hatiku tentang dimana sebenarnya kutempatkan Bang Odi di dalamnya.

Tapi, ucapan-ucapan terdahulu yang tak pernah mau kudengarkan untuk memperbaiki hubunganku dengannya satu persatu muncul pada setiap situasi yang memaksaku untuk membenarkan.

Ternyata yang kubutuhkan hanya syukur dan keikhlasan.

Pada segala sesuatu yang tak kusukai, meyakini bahwa disinilah aku akan menggapai surga itu yang menumbuhkan keikhlasan.

Bahwa saat kau membenci keburukannya pada celah kecil di satu sisinya, buka matamu untuk melihat banyak kelebihannya dari segala arah.
Itu memupuk kesyukuran.

Jangan berfokus pada kekurangannya, sebab sejatinya tak ada orang yang sempurna.
Sama seperti diriku yang tak luput dari sejuta cela.

Dan aku memilih bertahan.

Jikapun mungkin Abati masih sulit untuk melupakan, biar ini menjadi urusanku dengan Tuhan.
Tanpa perlu aku menjelaskan, suatu hari Abati bisa menyaksikan sendiri seberapa besar aku berusaha memperbaiki kesalahan.

*******

Aku baru saja selesai mengobrol dengan Khaula lewat telepon. Hari ini hari libur di pondoknya, makanya dia bisa menelepon.

Seperti biasa, Khaula banyak cerita. Sambil memamerkan pencapaiannya yang sudah hafal alquran 10 juz selama hampir dua bulan ini. Dia sering mengetes nya padaku, membaca ayatnya dalam satu halaman dari atas ke bawah, lalu diulangi dari bawah ke atas. Aku merasa iri.
Dalam hati aku bergumam, andai beberapa waktu lalu saat Ummi cerita kalau dia dilamar itu benar-benar diterima, mungkin tidak akan ada Khaula yang seperti sekarang. Yang tidak lagi mau dipanggil Oh Nabi. Yang sekarang justru giat menggemakan keburukan-keburukan dunia K-pop yang dulu pernah membiusnya dalam candu.

Yaa Abati [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang