Bismillahirrahmanirrahiim...
Cerita ini hanya fiktif semata. Jika ada kesamaan nama, tokoh, tempat dan kejadian merupakan sebuah kebetulan dan tanpa unsur kesengajaan.
Enjoy the story!
••••••••
Khansa's pov
Pesawat sudah lepas landas sejak sekitar tiga jam yang lalu. Sepanjang perjalanan membelakangi matahari terbit, aku masih terus bertanya-tanya.
Benarkah langkahku ini?
Benarkah jalan yang kutempuh ini?Sesuatu dalam hati kecilku menjeritkan pemberontakan, bahwa sebenarnya aku sedang keliru. Namun sebagian besar hati dan juga otakku menolak setuju. Memaksaku menggeleng keras, dan membenarkan bahwa...
Inilah langkahku. Ini sudah benar dan akan ada masa gemilang yang menungguku di depan sana.
Tak pernah kubayangkan aku akan senekat ini. Sepanjang hidup, ini adalah pemberontakan terbesarku yang tidak hanya melibatkan hati dan tubuhku sendiri tapi juga memberontak pada keadaan bahkan sekelilingku termasuk keluargaku.
Tiba-tiba aku merindukan Abati. Apa yang terjadi dengannya ketika membaca pesanku?
Ketika aku masih menangis sesenggukan dibalik kain tipis berwarna hitam yang menutupi wajahku---sengaja kukenakan sebagai pelindung sekaligus agar tidak mudah dikenali.
Seorang penumpang paruh baya yang duduk di bangku sebelahku sepertinya menyadari tangisku dibalik niqab lalu merasa iba ia menawarkan buah salak yang dibawanya sebagai bekal untukku.Kenapa semua objek yang tertangkap oleh mataku justru mengingatkan pada Abati? Bahkan buah salak ini. Sesuatu yang belakangan ini tak pernah kulihat tiba-tiba muncul dihadapanku. Buah kesukaan Abati, dan tentu saja kesukaanku juga. Karena aku sempurna menduplikasi Abati dari gen, karakter bahkan kesukaan. Orang bilang aku adalah Abati versi perempuan.
Ah... Betapa aku dulu merasa bangga disebut dengan sebutan seperti itu.
Dengan sangat percaya diri, kukatakan bahwa aku adalah putri kesayangan. Putri emas, kebangaan Abati yang berharga.Kini, tepat setelah aku mengirim pesan yang mungkin telah meremukkan jiwa Abati, aku pun kehilangan kepercayaan diriku itu.
Tidak ada yang tersisa dari kenangan-kenangan indah penuh cinta hanya antara aku dan Abati. Kedekatan dan keakraban antara kami seolah secara mengerikan berubah menjadi sembilu yang menghujam dadaku dengan tragis. Bahkan buah salak yang sangat kusukai berubah menjadi buah yang paling kubenci sejak aku menikah. Hanya karena dulu Abati dengan penuh cinta akan mengupaskan kulit salak sebelum kemudian ia suapkan padaku, sedangkan suamiku bahkan tidak tahu seberapa besar aku menyukai buah salak tapi tidak bisa mengupasnya. Maka setiap kali melihat buah salak, aku akan menangis merindukan Abati dan melukai tanganku sendiri saat mencoba mengupasnya membuatku semakin menyalahkan keadaan, andai aku tidak menikah... Abati pasti masih bisa mengupaskan buah salak untukku.Sebesar itu aku kecewa akan jalan hidupku. Bahkan hingga perkara terkecil sebiji salak pun cukup besar untuk menjadi alasan aku menyerah dalam bertahan.
Aku rindu, namun juga kecewa berbalut rasa malu.
Abati, sedang apa?
Bahkan membayangkan bagaimana Abati sekarang, tangisku semakin menderas.
Aku tahu bagaimana aku telah membuat hatinya terluka. Aku bisa menerka seberapa kecewa dirinya atasku. Sekalipun sejak dulu Abati selalu mengingatkan bahwa segala sesuatu yang telah diputuskan Allah untuk kita itu pasti baik, meski kadang tak sesuai dengan keinginan kita. Dan Allah akan mengganti sesuatu yang buruk bagi kita dengan yang jauh lebih baik, meski kita tak pernah mengharapkannya.
Sebab "Boleh jadi engkau menyukai sesuatu padahal ia buruk bagimu, dan boleh jadi engkau membenci sesuatu padahal ia baik bagimu, dan Allah Maha Mengetahui sedang kamu tidak mengetahui"
KAMU SEDANG MEMBACA
Yaa Abati [SELESAI]
SpiritualTidak ada yang bisa memilih untuk dilahirkan menjadi apa dan menjadi bagian dari keluarga seperti apa. Hal itu sepenuhnya merupakan goresan tangan Tuhan. Mungkin memang benar... Tertakdir lahir sebagai anak ustad, adalah suatu keberuntungan sebab...