Bismillahirrahmanirrahiim...
Cerita ini hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama, tokoh, tempat dan kejadian merupakan kebetulan semata tanpa ada unsur kesengajaan.
Enjoy the story!
•••••••
Khansa's pov
Awalnya tidak begini.
Awalnya aku tidak semenyedihkan ini.
Aku mencoba mengerti, bahwa keluargaku pasti menginginkan yang terbaik untukku. Khususnya orangtuaku, tidak ada yang lebih kecewa dari mereka ketika mendapati seseorang yang kini menjadi menantu mereka ternyata berbanding terbalik dengan apa yang mereka bayangkan sebelumnya.
Aku merutuki nasibku sendiri. Mencari-cari, dimana sosok sempurna yang diceritakan keluargaku dulu.
Kata mereka, suamiku yang adalah kerabat kami sendiri pastilah sama dengan kami. Bahwa betapa beruntungnya aku dipinang oleh keluarga mereka yang membuat iri keluarga kami yang lain. Mereka adalah bangsawan kelas atas yang menetap di ibukota namun gaya hidup mereka sangat islami.
Lulusan pesantren dan sedang S2 di fakultas syariah, aku bahkan bisa langsung masuk kuliah tanpa tes terlebih dahulu dengan menggunakan rekomendasi darinya.
Dia muslim yang taat. Mungkin nanti aku akan disuruh berniqab dan jangan harap untuk bisa menonton tv atau mendengar lagu lagi. Baginya itu semua haram.Lihat kan? Betapa harapanku tentangnya sudah melambung bahkan sebelum kami disatukan dengan kalimat akad. Aku menyiapkan diri dan mentalku untuk menjadi seorang istri dari sosok yang digambarkan sesempurna itu. Tidak ada ragu dan ketakutan yang membayangiku, sebab kukira hidupku nanti akan sama nyamannya dengan hidupku di zona nyamanku di pesantrenku ini.
Tetapi sosok yang kudapati sungguh jauh berbeda. Alih-alih seorang muslim yang fanatik. Sejak pernikahan kami, tak pernah sekalipun ia mengajakku shalat bersamanya, namun tidak juga ia shalat di masjid. Shalat dimana? Entah. Aku tak pernah melihatnya.
S2 fakultas syariah? Itu dulu. Sebelum dia mengundurkan diri saat menulis tesis lalu menjelma seorang pengusaha dengan kesibukan dan pergaulan bebas yang melingkarinya.
Tv dan musik haram? Bahkan ia memiliki studio sendiri yang berisi satu tv layar lebar dilengkapi speaker yang juga sama besarnya. Dipenuhi koleksi-koleksi dvd dan harddisk film, juga kaset-kaset musik favoritnya. Itu diluar kebiasaannya yang harus selalu ke bioskop setiap kali ada film baru yang tayang, atau ke toko musik untuk membeli kaset original bahkan membeli tiket yang tidak murah hanya untuk menonton konser grup band favoritnya. Itu cukup mencengangkan bagiku yang hanya menyukai lagu-lagu nasyid, sementara dia musik metal adalah yang terbaik.
Aku bertanya-tanya, kemana sisa jiwa santri nya. Masih ada, memang. Dia masih punya koleksi nasyid tapi terlalu bosan untuk mendengarkan. Di perpustakaan bukunya pun masih berjejer rapi buku-buku tebal dengan arab gundul didalamnya, tapi tak lagi dia berminat untuk sekedar membukanya. Kecuali hanya komik-komik yang setiap pekan bertambah edisi barunya.
Kesehariannya, selain bekerja, ia menghabiskan waktu denganku? Mustahil. Kegiatan akhir pekannya sudah ia rencanakan jauh-jauh hari. Anggota klub motor yang akan touring tiap pekan, atau hanya sekedar kopi darat, bercampur baur lelaki-wanita entah mengobrolkan apa.
Bukan aku tidak diajaknya bergabung. Dia mengajakku. Aku yang menolak. Sebab bagiku, hal asing semacam itu masih terlalu tabu dan merupakan sebuah kebathilan yang nyata. Aku tidak terbiasa. Aku terlalu takut. Sebab sejak kecil setiap gerakku selalu terjaga dari hal-hal yang mengandung mudharat.Ingat kan bagaimana aku berusaha ingin menjadi wanita shalihah yang buta, tuli juga bisu dari segala yang haram dan dimurkai.
Kebiasaanku jauh berbeda dengan kebiasaannya.
Mungkin karena selama ini aku terlalu nyaman hidup dalam ruang lingkup keluarga yang sejak kecil terbiasa dengan ibadah. Pikirku, hidup memang begitu adanya, dan akan terus berlangsung demikian hingga akhir masa. Tak pernah kutahu bahwa lingkunganku itu hanya sebagian kecil dari luasnya dunia dengan beragam kehidupan di luar sana. Hingga saat aku keluar dari zona nyamanku sendiri, perlahan aku kehilangan pegangan dan kepercayaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Yaa Abati [SELESAI]
SpiritualTidak ada yang bisa memilih untuk dilahirkan menjadi apa dan menjadi bagian dari keluarga seperti apa. Hal itu sepenuhnya merupakan goresan tangan Tuhan. Mungkin memang benar... Tertakdir lahir sebagai anak ustad, adalah suatu keberuntungan sebab...