5 'Yabu

633 75 12
                                    

Aku terbangun disaat mendengar suara Inoo yang tengah memasak. Aku mencium aroma yang sepertinya sangat sedap.
Aku baru tersadar, aku masih tertidur di sofa. Tadi malam aku tertidur disini akibat menunggu kedatangan Inoo. Jangan tanya kenapa aku menunggunya. Akan ku jelaskan nanti.
Tapi tidurku di sofa tidaklah buruk dan aku baru tersadar ada bantal dan selimut. Siapa yang--tentu saja Inoo. Kalau bukan dia, siapa lagi yang menyelimuti dan memberikanku bantal? Chinen? Mustahil.

Aku hendak bangkit dari sofa untuk menuju ke dapur, tapi kuurungkan niatku disaat aku mendengar suara langkah kaki yang berjalan menuju kearahku.

"Ih...Papa kok disini? Selimutnya dipake dong. Nanti masuk angin" katanya pelan dan jelas itu adalah suara Chinen, dia membenarkan posisi selimutku yang tadinya hendak ku buka karena ingin ke dapur melihat kegiatan Inoo.
Setelah membenarkan posisi selimutku, Chinen tiba tiba saja mengecup pipi ku kilat. Aku tetap berusaha santai dan tak bergerak. Sepertinya hatiku selalu saja luluh dengan sifat Chinen yang lucu.

"Bobo yang nyenyak ya Pa" katanya sambil mengelus kepalaku sebentar dan langsung meninggalkan diriku. Dan tanpa sadar aku terhanyut dalam tidurku kembali.

--

"Ma....Chinen udah ambil tasnya nih. Ayuk ke sekolah"
Aku terbangun lagi disaat mendengar suara Chinen yang khas. Sepertinya tak ada jawaban dari Inoo. Mungkin, kali ini aku harus mencoba membuka hati untuk seseorang? Atau....apakah salah untuk mencoba?

Aku langsung berdiri dan berjalan menuju Inoo berdiri.
"Akan aku antar" kataku langsung.

"Ha? Yabu?" tanyanya tak percaya. Pasalnya ini kali pertamanya aku ingin mengantar Chinen kesekolah.

"Ya. Apakah aku sebagai Ayah tak boleh mengantar anaknya kesekolah?"

"Ten-tentu saja. Tak ada yang melarang" katanya

"Ha? Papa ikut antar Chinen ke sekolah? Beneran? Yey! Akhirnya Chinen bisa tunjukin bahwa Chinen punya Papa!" kata Chinen riang. Tu-tunggu dulu, akhirnya?

"Akhirnya? Emang disekolah kenapa?" tanyaku lembut ke Chinen

"Iya Pa, disekolah, Chinen selalu dikatain ga punya Papa" kata Chinen dengan wajah lesu

"Kenapa Chinen tak pernah katakan ke Papa?" tanyaku

"Karena Papa selalu sibuk. Papa juga tak pernah main sama Chinen dan Papa juga tak pernah mengajak Chinen ke taman bareng sama Mama" katanya pelan.

Aku hanya bisa mendengus pelan. "Baiklah. Hari ini Papa akan mengantar Chinen sampai kedepan kelas Chinen. Dan tunjukkan bahwa Chinen adalah anak Papa. Ok?" kataku membujuknya. Apakah aku sudah menjadi Ayah yang baik? Apakah aku sudah bisa dibilang Ayah? Apakah aku telah menganggap Chinen sebagai anakku?

"Ok!" kata Chinen cepat dan diiringin oleh anggukan yang sangat cepat.
Inoo daritadi tak mengubah ekspresinya, ia masih kaget melihatku yang mendadak ingin mangantar Chinen kesekolah. Aku tanpa segan segan langsung menyentil dahinya.

"Au-" rintihnya dan dia langsung mengelus dahinya pelan.

"Ngapain bengong?" tanyaku

"Ih! Papa kok nyentil nyentil dahi Mama sih?! Sakit kan Mama jadinya" katanya polos, bukan, sepertinya ia marah.

Aku langsung berjongkok untuk menjajarkan tinggi kami. "Chinen, biar kamu tau, kalo orang yang lagi bengong nanti bisa diambil oleh roh yang jahat. Chinen mau Mamanya diambil oleh roh jahat?" kataku menakuti.

Chinen langsung bergidik takut. Ia langsung dengan cepat memeluk kedua kaki Inoo.
"Ga! Ga! Ga mau! Chinen ga mau kehilangan Mama!" katanya kencang sambil menggeleng gelengkan kepalanya dalam kaki Inoo.

You are My Husband! [✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang