"Chinen ingin adik!" katanya bersemangat. Pantas saja wajah Inoo menjadi merah begitu. Haha, permintaannya sangat bagus. Ups, maaf.
"Tentu saja, Papa akan berika Chinen adik. Tapi Chinen harus mandiri" kataku. Aku melihat kearah wajah Inoo yang tengah kagetnya bukan main. Aku tersenyum melihat Inoo lalu beralih menatap Chinen lagi yang sudah menaikkan kedua sudut bibirnya.
"Be-beneran?!" tanya Chinen.
Aku mengangguk, "Tapi kalo Chinen belum mandiri, maka Papa dan Mama ga akan kasih Chinen adik, gimana?" kataku lanjut.
Chinen mengangguk cepat dan memperdekat jarak antara wajah kami. "Iya. Chinen janji akan menjadi anak yang mandiri" katanya dan wajahnya sangat lucu. Sial, dia sangat manis. Aku baru saja sadar, aku bisa membuat anak yang sangat lucu seperti Chinen. Bagaimana dengan anak kedua ku nanti?
"Yaudah, nih kita makan dulu ya?" kataku dan aku berdiri, duduk disebelah Inoo yang masih mematung. Aku melambaikkan tanganku didepan wajah Inoo dan dia langsung tersadar dari lamunannya. Dia mengedipkan matanya beberapa kali lalu beralih menatap kearahku.
"Nih keranjangnya, aku sudah lapar. Chinen juga sudah lapar kan?" tanyaku sambil melihat kearah Chinen. Chinen mengangguk lalu duduk disebelahku. Agak aneh sih jika anak yang di ujung, jadi aku menganggkat badan Chinen untuk duduk dipangkuanku. Chinen tersenyum girang, yah...ini adalah kali pertamanya aku memangku Chinen.
"Ma, Chinen udah lapar. Mau makan nih" gerutu Chinen sambil mengelus perutnya yang mungkin sudah berbunyi.
"Eh-eh iya iya nih Mama keluarin makanannya dulu" kata Inoo dan dia langsung mengeluarkan kotak makan yang hanya berjumlah dua? Dia tidak makan?
"Kau tak makan siang?" tanyaku disaat Inoo sudah menyulangi Chinen.
Dia menggeleng dan melanjutkan menyulangi Chinen. Chinen makan sangat lahap.
"Emang masakan Mama the best. Tapi Mama jangan sampe bakar dapur ya?" kata Chinen dan aku menahan tawaku yang seharusnya sudah pecah.
Inoo memandangku sinis, haha wajahnya sangat lucu. Ups.
Setelah selesai dari suapan terakhir untuk Chinen, Chinen langsung berdiri dari panggkuanku.
"Ma, Pa. Chinen kan sudah selesai makan. Chinen boleh lanjut main ga?" tanya Chinen dan aku langsung mengangguk.
"Jangan jauh jauh ya" kataku memperingati.
Chinen mengangguk lalu pergi meninggalkan aku dan Inoo."Kok ga makan?" tanyaku membuka topik. Eh, aku sendiri juga belum makan sih.
"Aku tak terbiasa makan siang" katanya
"Yaudah, mana makananku?" tanyaku.
Inoo langsung memberikan kotak makan milikku dan aku langsung membukanya. Aromanya sangat sedap. Perutku semakin ganas mencium aroma masakan Inoo.
"Sendok?" tanyaku karena Inoo belum memberikanku sendok.
"Oh iya" katanya dan dia langsung memberikanku sendok.
Aku langsung menyuapi diriku sendiri dengan satu suapan dan ugh....kenapa masakan sangat lezat? Aku bisa bisa tak makan di luar lagi nih.
Aku menatap Inoo, Inoo menatap kearah Chinen yang tengah main didekat pancuran air. Aku tersenyum lalu menyendoki nasi dengan ikan lalu menyodorkannya didepan mulut Inoo."Makan" pintaku
Inoo menggeleng.
"Tak ada penolakan" kataku dan dia langsung membuka mulutnya kecil.
Aku menyuapi satu sendok kedalam mulutnya. Sesudah itu aku menyuapi diriku satu sendok lagi dan beralih menyuapi Inoo lagi sampai makanan di kotakku sudah benar benar habis. Jujur jika aku sekarang dirumah, aku ingin makan lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
You are My Husband! [✔️]
Fanfiction'3 "Kita sudah menikah dan memiliki anak. Apakah kau tak akan pernah menganggap aku sebagai istri mu?!" "Just shut up your mouth! Kita menikah hanya karena surat wasiat itu!" "Dan anak kita?!" "Itu anak mu dan dia bukan anakku. Aku tak pernah mencin...