1.Nathan

429 18 0
                                    

Nathan mengerti jika Haba terheran-heran.
Ini bukan hari mereka jadian,kenapa pemuda itu membawanya kehalte,tidak jauh dari kampusnya dulu?

Haba sudah akan duduk,tetapi Nathan mengajak gadisnya berjalan sedikit lebih jauh. Suasana halte saat akhir pekan tidak terlalu ramai. Hanya satu-dua mahasiswa tampak menunggu bus.

Nathan menuntun Haba berdiri,persis ditempat empat tahun lalu gadis itu mengangguk hingga rambut kucir satunya brgoyang.Wajah Haba yang biasanya tenang saat itu sedikit tersipu. Semburat merah samar dipipi kemudian menjelma tawa, melihat betapa kocak kelakuan Nathan yang langsung melonjak dan berputar-putar kegirangan saat dirinya menerima cinta pria itu.

Pemandangan indah, kenangan yang tak mungkin dilupakan Nathan, detik dimana Haba menerima cintanya.

Seandainya waktu bisa diulang'
Keluh Nathan dalam hati, masih merutuki diri.

"Nathan ada apa?"

Pertanyaan gadisnya, menambah keresahan yang coba dikemas lelaki itu dalam senyuman. Empat tahun bukan waktu yang sebentar. Banyak proses yang sudah mereka lewati, dan pernikahan keduanya tinggal sebentar lagi.

Haba mengenalnya dengan baik, sebagaimana dia menebak hanya dalam satu pandangan lekat, jika gadisnya sedang bermasalah.

Dan, suasana ganjil sekarang.

Mendadak kata-kata seperti menguap ke udara sebelum sempat memungutnya satu persatu, mencoba membentuk rangkaian kalimat yang lebih baik untuk disampaikan.

Namun, tidak ada cara lebih baik untuk menyampaikan kabar buruk seperti yang sedang dibawanya.

"Nathan... Jangan bikin aku bingung"

Lelaki itu mengumpulkan segenap keberanian dengan susah payah. Mencoba menantang pandangan gadis yang paling dicintainya.

"Sya tahu,kan, dihalte ini..."

Gadis itu mengangguk. Dia tidak mungkin lupa. Sosok jangkung disisinya termasuk populer di kampus. Terkenal tak acuh dan seakan-akan tidak membutuhkan siapa pun. Dulu dia sempat bertanya-tanya, kenapa dirinya begitu sering menemukan Nathan, teman sewaktu SMA dan kemudian satu kampus, menunggu dihalte yang sama?

Apakah mereka tinggal satu arah?
Ternyata tidak.

Dari info teman-teman akrab, tentu saja mereka mengenal Nathan. Gadis itu mendapat alamat indekos lelaki tampan itu yang bisa diraih sepuluh menit dengan jalan kaki dari kampus.

Awalnya, dia tak ingin ambil pusing. Lagi pula mereka tak pernah benar-benar bicara sebelumnya. Bahkan saat berpapasan disekolah dulu pun, tak ada anggukan ramah atau senyum, apalagi kalimat yang meluncur dari mulut sosok beku itu.

Perubahan baru terjadi sejak mereka masuk kampus dan kebetulan di fakultas yang sama. Sosok tampan dengan tubuh jangkung yang mencolok itu seakan berada di mana-mana. Meskipun, lalu terheran-heran setelah berka-li-kali melihat pemuda itu ikut naik bahkan turun ditempat yang sama.

Keanehan makin menjadi setelah dia memperhatikan cowok itu berjalan, biasanya di belakang Haba, lalu seperti dia, juga menunggu bus di halte,dan baru pergi setelah Haba melompat kedalamnya.

Saking seringnya, gadis yang awalnya tidak peduli, mulai merasa kehilangan ketika suatu hari berlalu dan bayangan Nathan tak ditemukan.

"Sya?"
"Ya?"

Keheningan pecah.
"Disini, pertama kali Nathan bilang cinta sama Sya."
Gadis mungil di hadapannya mengangguk.

"Dan itu sebabnya, Nathan mau bilang sesuatu yang sangat penting dalam hidup Nathan"

"Hanya dalam hidup kamu?"

Setengah menggoda kalimat itu meluncur, Nathan cepat-cepat meralat"Juga dalam hidup Sya."

Senja mulai turun. Sekitar halte makin sepi. Satu dua pedagang asongan yang mangkal mulai memberesi dagangan. Perhatian Haba tercuri sesaat, ketika seorang mahasiswa yang berdiri tak jauh dari mereka terlihat mendengus kesal karena bus yang ditunggu, belum juga datang.

Nathan menarik nafas beberapa kali, berat dan tertahan. Tak ada keinginan untuk memberikan, kecuali kebahagiaan kepada gadisnya. Dan, kabar yang ditahannya sekarang.

"Sya harus janji!"

Mata Nathan tiba-tiba dipenuhi rasa iba.

"Ya?"

Dan jawaban Haba meluncur lembut. Baginya seolah tak perlu berlama-lama mencerna permintaan Nathan sebab dia tahu laki-laki itu selalu memperlakukannya dengan baik.

"Sya harus percaya, cinta Nathan cuma buat Sya. Harus percaya hidup Nathan juga cuma buat Sya."

Nathan menghujaninya dengan kalimat-kalimat romantis. Agak lebih banyak dari biasanya.

Nada bicara lelaki itu selanjutnya mulai terdengar berbeda, kelihatan mengalami tekanan.

"Sya harus percaya, cuma Sya perempuan satu-satunya dalam hidup Nathan. Tapi..."

Oh apakah Nathan berubah pikiran tentang rencana pernikahan mereka yang hanya tinggal sebulan lagi?

Semua persiapan sudah dilakukan jauh-jauh hari. Gedung sudah di-booking, catering telah dipilih dan undangan baru beberapa hari lalu jadi dan siap disebar.

"Kamu ingin membatalkan pernikahan kita?"

Lelaki itu tergesa-gesa menggeleng,"Bukan itu."

"Tapi kamu memakai kata 'tapi' tadi.."

Nathan mengangguk.

"Cuma Sya dalam hidup Nathan."

Mereka bertatapan.

"Tapi seperti kebanyakan orang bilang, manusia nggak pernah luput dari salah, begitu juga aku."

Oh, rasanya tak ada perempuan dimana pun yang sanggup melalui adegan seperti ini tanpa diliputi debar kekhawatiran.

Kalau Nathan tidak ingin membatalkan pernikahan, lalu apa?

"Nathan minta maaf, sebab sudah melakukan hal yang paling Nathan benci, dan dibenci oleh semua orang yang sedang jatuh cinta. Nathan sudah mengkhianati Sya."

Gadisnya tertegun.

Benarkah Nathan berkhianat, atau ini semacam April mop dan lelaki itu sedang menguji hati gadisnya?

"Maksud kamu, apa?"

" Sya boleh marah, boleh caci maki, boleh melakukan apapun. Nggak apa-apa. Tapi tolong.."

Suara itu terdengar putus asa.

"Tolong banget jangan pergi dari kehidupan Nathan."

Gadis yang disebut Sya terdiam.

Disisinya, tangan Nathan terulur, ingin meraih jemari mungil gadisnya, tetapi segera mengurungkan niat, seperti ada kekuatan lain yang mencegah.

Senja menjelma malam. Nathan masih menundukkan wajah dalam. Seperti menahan tangis.

Convert(Park Chanyeol)#the EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang