Adakah yang lebih sakit daripada dikhianati?
Pemuda yang dikira akan mengiringi langkahnya ke pelaminan, ternyata harus menjauh dari hidupnya. Padahal undangan sudah siap disebar.
Wajah Papa yang biasanya tak terusik apapun, kini merah padam bak kumpulan kemarahan. Sementara airmata Mama mengiringi rasa duka yang tak terhingga. Sekeluarga merasa telah ditipu dan dipermalukan. Hatinya sakit. Berdarah-darah, sampai saat ini.
Dia telah kalah. Kalah telak. Tak cukup berharga untuk membuat Nathan tak menjatuhkan pandangan pada siapapun. Dia telah salah. Keliru memilih seseorang untuk menggenggam sebagian hatinya.
Hari saat Nathan menceritakan dengan jujur apa yang telah dilakukannya benar-benar menghancurkan kepercayaan gadis itu tentang cinta.
Undangan yang sudah dicetak, berakhir ditempat sampah.
Empat hari kemudian, tanpa banyak berpikir dia menerima tugas yang memberinya sedikit tambahan jarak dari lelaki itu.
Cinta sejati hanya mitos, keluhnya. Mimpi. Kisah pengantar tidur yang ditiup-tiupkan mereka yang belum pernah sakit hati. Semata dongeng penulis fiksi yang hanya mampu berkisah tentang romantisme murahan. Ya, cinta sejati hanya fiksi, hayalan belaka. Bullshit.
Hari-hari awal tanpa Nathan adalah kepedihan, yang nyaris membuat gadis itu merasa tak sanggup menjalani, kehilangan rutinitas, menyapa via SMS atau Twitter. Merindukan suara gagahnya ditelepon, lalu sosok yang memberinya rasa aman. Dia membutuhkan lelaki itu lebih dari perkiraannya.
Beberapa hari terpuruk dikamar, bermandikan airmata.
Namun kemudian, dia melihat hal lain.
Rasanya tak pantas mengurung diri, dan merasa sulit menelan nasi sesuap pun, sementara begitu banyak orang susah bahkan tak mempunyai apa-apa untuk dimakan, hingga seorang ibu terpaksa merebus kucing untuk anak-anaknya yang lapar. Dan, itu terjadi di Ibu kota sebuah negara besar, yang bahkan penduduknya konon sangat percaya kepada Tuhan dan semua aturan-aturan-Nya.
Masih banyak peristiwa tragis lain, yang membuqt kesedihannya semakin tak pantas ditangisi! Orang-orang yang tertimpa bencana, kehilangan tempat tinggal, bahkan anggota keluarga. Mereka yang berada didaerah perang, atau dalam keadaan tertindas, seperti yang terjadi di beberapa belahan bumi Allah saat ini. Seperti pernah terjadi sebelumnya, demokrasi mendadak kehilangan arti saat kubu islam yang terpilih. Ribuan muslim tewas ditembak, menjadi sasaran tank, bahkan dibakar-bakar hidup-hidup dalam tenda saat melakukan demonstrasi damai.
Perlahan mata hati gadis itu terbuka.
Benar dirinya patah, terluka, sakit.Namun, rasa sakit akan menguatkan seseorang menapaki hidup. Penderitaan akan menumbuhkan kebijaksanaan. Kesengsaraan yang melewati batas akan melahirkan kekuatan yang tak bisa diduga.
Dan satu hal yang tak boleh dilupakan, kesedihannya tak seujung kuku dibandingkan dengan nestapa yang harus dipanggul banyak manusia lain dibumi ini.
Bersyukur, bersyukur.
Berpikir begitu, dia meneruskan perjuangan untuk menutup lembaran hati yang dulu sempat terisi oleh lelaki bernama Nathan.
***Menatap, berjalan, membonceng, tidur bersisian__walaupun beradu punggung dengan seseorang sementara benaknya menggambar bayangan lain.
Nathan tidak tahu bagaimana dia bisa menjalani hari-hari dengan perempuan yang bukan merupakan pilihan hati, melainkan keadaan.
"Gue kira lo bakal nikah sama Sya!"
Meskipun telah menyiapkan diri, tetap saja pemuda bertubuh jangkung, dengan rambut ikal sebahu itu merasa hatinya nyeri.
"Kenapa jadi dengan cewek ini, sih?"
Pertanyaan Bayu, sahabat semasa kuliah. Bagaimana ia akan menjawabnya?
Berawal dari datang ke pesta yang diadakan teman-teman kantor, sendirian. Penderitaan karena sepi, sementara yang lain menggandeng seseorang, masih ditambah pernyataan-pernyataan menjengkelkan, sebab sebelumnya dia sudah berjanji akan memperkenalkan bukan hanya pacar, tetapi calon istri.
Bla bla bla.Namun tidak adil, sebab dengan sepotong cerita itu, terkesan kemudian Sya yang harus memikul tanggung jawab.
Lagipula jika kisahnya berhenti disana, semua masih baik-baik saja. Persoalan dimulai ketika dia melonggarkan diri dari peraturan yang selama ini dipegang baik-baik: mengantar pulang gadis lain, Anita.
Namun lagi, jika dia cukup bisa menahan diri, tidak perlu memikirkan yang iya-iya, dan menghawatirkan gadis itu sendirian dirumah, mungkin kecelakaan sesaat saja, tetapi berbuntut terpenjaranya hidup lelaki itu dari kebahagiaan, juga tidak perlu terjadi.
Memang sial saja. Nasib buruk.
Nasib buruk, atau...imannya yang lemah?
Hhh.Jadi, bagaimana menjawab pertanyaan Bayu kenapa dia menikah dengan Anita?
"Kenapa enggak?"
Tak banyak pilihan, Nathan mencoba retoris.
"Ya, gue pikir lo sama Sya udah kayak perangko sama amplop. Jadi, ya..."
Nathan menelan ludah. Membuang wajah saat menjawab,
" Simpel aja, kalau ada cewek yang bisa memenuhi kebutuhan gue, kenapa harus ditolak?"Dia tak berani memandang lawan bicaranya. Nathan bahkan merasa bahwa tekanan suaranya terdengar ganjil. Mereka lebih dari sekadar teman baik. Nathan tahu, begitu mereka beradu pandang, Bayu dengan mudah melihat ketidakjujurannya.
"Serius?"
Nathan mengangkat wajah, berusaha menantang tatapan tajam sahabatnya. Hanya sekilas. Batinnya terganggu karen sejak tadi mati-matian merutuki kalimat yang sudah meluncur.
Selama ini hatinya hanya untuk Sya. Cuma Sya. Apa yang merasukinya hingga memberikan jawaban serendah itu?
Bayu memasukkan kembali undangan yang disodorkan Nathan, kembali keamplopnya.
"Nggak apa, cuma nggak nyangka sahabat gue elementer banget. Sorry to say."
Beberapa detik mereka tak saling berbicara. Kalimat barusan benar-benar menguapkan keakraban.
"Lo tahu," ujar Nathan sejurud kemudian, "sebelum melangkah lebih jauh, lo harus belajar hal-hal yang elmenter!"
Dengan kalimat itu ia meninggalkan Bayu.
Beberapa undangan yang belum terkirim dibiarkannya tak terusik di ransel. Sejujurnya dia bahkan tak peduli jika tak satupun manusia hadir di pernikahannya.
Bahkan dia, sang mempelai saja, tak ingin hadir di hari besar itu.
Penyesalan. Entah bagaimana bisa dia lukiskan.
Banyak hal mungkin akan berubah, tetapi dia masih ingin mengulang doa. Dan, tak seorangpun bisa melarang. Meskipun terdengar tidak mungkin.
Suatu hari nanti, kembali bersama Sya.#
***
Penyesalan emang datang belakangan. Kita jangan sampai seperti Nathan ya gaes.
KAMU SEDANG MEMBACA
Convert(Park Chanyeol)#the End
FanfictionHidayah siapa yang dapat menduga? Siapa yang bisa menentukkan arahnya? siapa yang dapat menentukan kapan datangnya? Hidayah dia datang sendiri, pada orang yang sudah sepantasnya. Park Chanyeol adalah warganegara Korea Selatan menetap di seoul, tel...