"Nafsu yang purba menyeretmu kelubang tanpa jiwa"
###"Kamu kira ini yang aku inginkan?"
Suara itu bercampur isak tertahan.
Lelaki itu diam. Angin memainkan rambut gondrongnya yang menyentuh bahu.
"Aku juga nggak berharap itu terjadi. Tapi, kalau sudah begini, aku harus ngomong apa?"
Butir airmata menetes.
Namun, tak terdengar jawaban dari lelaki jangkung itu. Hanya tarikan nafas yang terdengar berat.
Dimata ibunya yang berdarah bangsawan, belum ada teman laki-lakinya__ apalagi dengan penampilan cuek yang pantas mendampingi Anita.
Namun, ketika dia mengenalkan Nathan, untuk pertama kali, perempuan dengan penampilan anggun, walaupun sudah menyentuh usia lima puluhan itu mengangguk dan tersenyum.
"Temanmu ganteng. Ada kharisma tersembunyi yang suatu saat muncul dan dapat memengaruhi kehidupan orang lain. Coba cek hari dan tanggal lahirnya, biar ibu hitung cocok nggak dengan kamu."
Pasaran jawa. Tetap. Ibunya belum berubah.
Sebelumnya, terkait pilihan jurusan, bahkan dalam hal pekerjaan pun, Ibu tetap menghitung kelahiran dan mengelompokkan nya.kemudian, mengacu pada primbon.
Misalnya, bagi orang Kasadasa yang lahir pada tanggal dan bulan tertentu maka pekerjaan yang paling cocok adalah pekerjaan "Wirasembada" tanpa campur tangan orang lain. Ini belum seberapa rumit, sebab para pakar kejawen dalam hal ini Astrolog, lalu membagi kelompok hari orang kelahiran "Kasadasa" menjadi tiga: eko, dwi,dan tri, berdasarkan hari kelahiran.
Tidak praktis. Namun, Anita tidak bisa melawan.
Setelah peristiwa bermalamnya Nathan, Anita mencari waktu yang tepat untuk memberikan tanggal dan hari kelahiran lelaki tampan itu pada ibu. Sejujurnya, hati gadis itu berdebar menunggu kajian ibunya.
Senyum lebar dan binar di bola mata ibu yang kemudian muncul, merupakan pertanda baik. Secara penanggalan jawa, dia dan Nathan cocok. Anita lega. Bahagia.
Telah lama dia menyimpan perasaan pada teman sekantornya itu. Namun, Nathan tidak pernah memberikan perhatian lebih. Sikapnya sama saja kepada semua orang, termasuk cleaning sevice dan office boy mereka. Tidak pedulian, tetapi disisi lain tulus.
Kabar mengatakan, lelaki tampan itu telah memiliki kekasih. Hubungan serius yang sudah berlangsung bertahun-tahun.
Bagi Anita, hal tersebut sama sekali bukan alasan untuk mundur, justru menambah semangat menaklukan lelaki itu. Dia belum pernah ditolak sebelumnya. Parasnya cantik, lekuk tubuh menarik, kulitnya putih dan hidungnya mancung. Entah darimana Anita mendapatkan nuansa Blasteran. Berbeda dengan adiknya yang, walaupu berpendidikan modern, tetapi penampilan, juga cara berpikir dan perilakunya benar-benar jawa tulen.
Keras kepala dan kegigihan Nathan menolaknya selama ini, ditambah info bahwa dia sudah memilki pacar, menjadi stimulus yang merangsang saraf-saraf kreatif dikepala Anita. Bukan karakternya, menerima kekalahan tanpa berusaha lebih dulu menjadi pemenang.
"Itu karena weton kamu adalah pon."
Ibu sering mengatakan itu berulang-ulang, setiap kali dia memenangkan suatu kompetisi, atau menjadi juara kelas.
Orang yang lahir pada weton tersebut konon memiliki cita-cita tinggi, pikiran cerdas, dan penuh rasa ingin tahu.
Kekurangannya? Dengan kecenderungan untuk berpikir dan bertindak dalam skala besar, kebanggaan serta rasa percaya terhadap kekayaan materi atau kepandaian, bisa menjadi sumber kelemahan.
Anita tidak sepenuhnya percaya. Seperti juga Bapak yang kerap meledek kegandrungan ibu pada primbon.
Berka-li-kali bisnis ibu kena tipu, padahal sudah dihitung ini dan itu, toh meleset juga.
Jika merujuk pada wetonnya, Anita bukan orang yang suka banyak bergaul dan tertarik dengan urusan orang lain. Gadis berhidung mancung dan berpenampilan modis itu tak bisa membayangkan harus hidup atau kemana-mana sendirian. Menyedihkan sekali rasanya.
"Sudah ngomong sama Bapak-Ibu?"
Suara yang ditunggu itu akhirnya terdengar.
"Aku nggak tahu harus memulai darimana. Sebagai anak perempuan satu-satunya, aku nggak ingin jadi noda keluarga."
Nathan kembali diam. Bahkan tidak merasa perlu memandang gadis didekatnya. Kepanikan dan debar tak menentu setelah kabar buruk yang disampaikan Anita.
Bagaimana perasaan Sya?
Mendadak mulutnya terasa pahit. Dia membutuhkan rokok. Tangan lelaki itu mencari-cari di saku belakang celana jinsnya. Tak ditemukan. Lupa, sejak jadian bersama Sya, kebiasaan merokok akutnya sudah dibuang jauh-jauh. Menjadi bukti cinta pada gadis sederhana dengan kemandirian dan kecerdasan, serta kepedulian terhadap orang lain, yang telah memenangkan hatinya.
Beberapa waktu ini perasaan bersalah telah merentangkan jarak. Sekitar tiga hari dia benar-benar menghindar dari Sya. Perasaan bersalah, jijik terhadap diri sendiri. Kemudian, ketakutan menderanya.
Namun, dia tak bisa berlama-lama menjauh, sebab Sya sumber kebahagiaannya.
Meskipun berkali-kali juga keraguan muncul untuk kembali mendekat.
Satu kesalahan fatal. Nafsu sialan!
"Nathan?"
Anita memohon. Jemari halusnya mencoba menggenggam tangan Nathan, tetapi dengan cepat ditepis. Airmata gadis cantik itu sudah menetes sejak tadi. Dimanakah perasaan laki-laki ini? Tidak ibakah kepadanya?
Hening masih menjadi aroma.
Nathan bangkit dari kursinya, mengambil jaket, dan memandang Anita. Dingin.
"Maaf aku harus pulang."
####Gimana? Hemmm greget nggak?
Maaf kalo banyak typo dan menurut kalian ceritanya membosankan.Makasih yang sudah mau membaca😊
KAMU SEDANG MEMBACA
Convert(Park Chanyeol)#the End
FanfictionHidayah siapa yang dapat menduga? Siapa yang bisa menentukkan arahnya? siapa yang dapat menentukan kapan datangnya? Hidayah dia datang sendiri, pada orang yang sudah sepantasnya. Park Chanyeol adalah warganegara Korea Selatan menetap di seoul, tel...