21.Hijrah

48 7 0
                                    

Seorang lelaki memberesi lemari, lalu meninggalkan rumah yang dia cintai.

Mereka tak lagi menerimanya..

Keluarga yang seharusnya menjadi tempat bersandar yang hangat. Selalu siap dengan pelukan ketika udara luar terasa begitu meresahkan.

Namun bagi ayahnya, ikatan darah sudah putus, ketika keyakinan tak lagi sama.

"Kenapa bukan yang lain? Kenapa harus islam?"

Hidayah.

Cahaya yang menuntunnya melalu Ashima-nya.

Rumah mereka yang tenang tiba-tiba bergolak. Belum pernah lelaki yang paling dihormati karena kerja keras dan sikap jujurnya itu begitu marah. Dan, ibunya... Kemarahan wanita itu menyatu dengan kedukaan. Seakan-akan anak yang sekian lama dibesarkan akan meninggalkannya dan perempuan itu selamanya akan mendekap kehilangan.

Dengan cara yang paling sederhana Chanyeol berusaha memberikan pengertian. Sampai kapan pun ayah-ibunya tidak akan kehilangan bakti dan kasih sayang, serta penghormatan yang selama ini dia berikan.

Namun, tentu saja dia harus lebih memilih Tuhan nya yang sekarang, ketimbang memilih manusia, sedekat apa pun hubungan mereka atau sehebat apa pun manusia itu memiliki peran dalam hidupnya, karena semua menyangkut keimanan.

Keberanian dan sikap tegas itu belum dia miliki beberapa bulan lalu.

Berpindah keyakinan adalah persoalan yang besar. Dan, sekalipun cukup banyak orang melakukannya karena jatuh cinta dan kepentingan menikah, lelaki berkulit putih dengan pandangan mata tegas itu ingin memiliki alasan lain yang terpisah dengan perasaan hatinya saat ini.

Dia memerlukan waktu dan pikiran jernih, untuk melihat satu demi satu persoalan. Untuk meneropong hati, mencari dimanakah Tuhan ada dihatinya, dan dimanakah Ashima-nya.

Jalinan demi jalinan peristiwa yang mengantarnya ke cahaya. Satu keyakinan yang harus dipertahankan sekalipun dia harus diusir dari rumah, meninggalkan keluarga yang dicintai.

Dia perlu waktu untuk tiba di titik ini. Termasuk membangun kesiapan.

Adik-adiknya tampak sedih, tetapi tak ada yang berani membantah ketika ayah mereka bersikeras pada keputusan: anak pertama mereka telah hilang, menjadi orang luar yang tak lagi terkait darah.

Karena upaya ini disisi lain, mungkin sebagai lelaki dia terlihat plin-plan dan tidak serius dimata gadis dari indonesia itu. Setahun cukup lama untuk penjajakan dan mungkin terlalu lambat untuk sebuah kata CINTA.

Lelaki bertubuh tinggi yang kemana-mana selalu ditemani ransel lusuh, kontras dengan balutan jas elegan ditubuhnya, berharap ungkapan perasaan nya beberapa hari lalu akan mengeluarkan Ashima dari persembunyian saat ini.

Jika gadis itu muncul, dia tak akan mengajukan banyak pertanyaan seperti misalnya kenapa gadis itu tidak lagi membalas pesan e-mail atau pesan-pesan pendeknya selama tiga bulan ini?

Dia hanya perlu kehadiran gadis itu, hingga bisa menatap wajah dengan mata lebar cantik, mengisi layar monitornya. Gadis yang semakin hari semakin kurus. Awalnya dia mengira sesuatu terjadi. Namun, Ashima-nya dengan riang selalu mengatakan segalanya baik.

Mungkin hanya sibuk, semoga hanya itu.

Sibuk untuk urusan pekerjaan atau tulisan. Mungkin naskah novel yang direncanakan sudah diterbitkan dan saat ini terlibat serangkaian tur promosi. Rasanya sebagai lelaki dia bisa menerima alasan apa pun dan akan berusaha mengerti.

Sebab cinta mensyaratkan kesabaran, juga pengertian.

Baginya akan menjadi pukulan telak jika ternyata kesibukan itu diam-diam Ashima-nya menyiapkan pernikahan dengan seseorang.

Allah, semoga tidak.

Seminggu sudah dia menjadi muslim. Menyembunyikan identitasnya beberapa hari, terpaksa sholat sembunyi-sembunyi dirumah maupun dikantor, sambil memilih hari yang tepat untuk menyampaikan ke keluarganya.

Dan, berkaca dari kisah-kisah para sahabat, bagaimana mereka melalui pengorbanan besar, maka apa yang dihadapinya hari ini sama sekali bukan apa-apa.

Allah tahu imannya masih tak seberapa.

Reaksi yang didapat hanya wajah yang dipukul, kaget dan marah. Ayah yang dengan mata dibayangi kecewa, lalu mau nggebrak meja makan mereka. Pemandangan yang tak pernah dilihat ibu, ataupun Chanyeol dan saudara-saudaranya.

Lelaki itu lalu mengusirnya, tanpa mengizinkan membawa apapun yang dia berikan.

Kehilangan rumah dan orang-orang yang dicintai. Kesedihan itu pasti.

Namun, tak pantas diratapi.

Sebab pejuang-pejuang islam telah melalui jauh lebih banyak kehilangan, termasuk nyawa mereka sendiri ketika peperangan, demi menegakkan sepotong iman.#
.
.
.
.
Bersambung...
.
.
.
.

Convert(Park Chanyeol)#the EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang