22. Segitiga Hati

50 9 0
                                    

Kerinduan yang sudah disimpannya jauh-jauh dan hanya sekadar menjadi bagian dari memori usangnya, muncul. Rindu untuk berada di dekat pemuda itu, tertawa bersamanya.

Sosok itu yang kini nyata, tersenyum menatapnya.

Laki-laki yang selama ini berusaha keras ia lupakan.

Keberanian dari mana hingga lelaki itu memutuskan mendatangi rumahnya, bahkan tanpa lebih dulu bertanya.

"Apa kabar, Sya?"

Gadis yang disapanya membasahi bibir.

"Alhamdulillah."

"Aku..."

Nathan kehilangan kata-kata. Memandangi sosok di hadapannya, dengan bibir kelu. Wajah gadisnya dulu tak setirus ini.

Seperti pertemuan pertama ketika mereka tak sengaja berpapasan, ada dinding kecanggungan yang sulit ditembusnya.

Namun kini, dia mengerti apa yang disembunyikan Sya. Kenapa gadis itu tak mendahului langkahnya ketika mereka bertemu, dan memilih terpaku ditempatnya hingga Nathan menghilang dari pandangan. Sya tak ingin perubahannya tertangkap oleh lelaki itu.

Di hadapannya Sya tersenyum. Agak pasi, tetapi tetap gadis yang sama dengan sorot mata yang memancarkan kekuatan sikap.

Disisi Sya, ibunda menemani. Nathan masih kikuk, berusaha mencari kata-kata, ketika sebuah ucapan salam yang asing terdengar.

Sosok jangkung, sedikit lebih tinggi dari Nathan muncul diruang tamu, sekilas kedua pasang mata lelaki itu berpandangan, sebelum berjabat tangan.

Nathan terhenyak. Siapa lelaki ini? Nama yang disebutkan nya, tak akrab di telinga Nathan.

Spontan perhatiannya terarah kepada Sya. Kenapa pula gadis ini masih menempati tempat khusus dihatinya tak bereaksi sedikitpun, bahkan ketika pandangannya menatap kearah pintu saat Mama menyilakan lelaki itu masuk.

"Sya?"

Sya-nya hanya diam. Beberapa kali mengucek-ngucek mata. Pandangan gadis itu mengabur. Setitik air mata jatuh ketika seseorang yang lain menyapanya dengan suara khas.

Allah, apa maksud-Mu dengan semua ini?

Suara-suara saling tindih disekitar.

Gadis itu mencekeram pegangan kursi, merasa tengah terombang-ambing dalam lautan kegelapan. Pening.

Suara-suara masih terdengar, mengerubunginya, berusaha menenangkannya. Memanggil-manggil namanya. Satu diantaranya seorang lelaki yang menempuh jarak teramat sangat jauh untuk bisa menemukan kenyataan yang mungkin mengecewakan.

"Ashima?"

Sosok yang dipanggil mengerjap-ngerjapkan mata. Sesaat terselubungi kepanikan yang berusaha dikendalikan.

"Aku... Aku tidak bisa melihat. I can't see!"

Dia mencari-cari tangan Mama. Perempuan separuh baya itu menggenggam dan mencium tangannya, lalu cepat berlari mencari taksi.

Sepasang mata terpaku.

Sepasang tangan kokoh, bahkan tanpa bertanya mengangkat gadis berhijab itu dan menggendongnya keluar. Lalu meletakkannya hati-hati dikursi belakang taksi yang telah terparkir.

Mama memeluknya sepanjang perjalanan. Sementara gadis itu mencoba berdzikir dan menenangkan pikiran.

Allah memberikannya kejutan besar hari ini.

Dua laki-laki yang menempati tempat istimewa dihatinya, datang memberi kejutan. Nathan dan Chanyeol. Takdir mempertemukan mereka.

Apa kata Annisa jika tahu tentang hal ini?

🌹


.
.
.
.
Bersambung
.
.
.

I love this is story. Kenapa aku cinta? Karna disini aku bisa nulis dengan lancar, tanpa kehabisan ide. Dan, susunan kalimatnya lebih bagus daripada ceritaku yang lain.
Terus baca cerita ini ya sampe tamat pokoknya.
Thanks

Convert(Park Chanyeol)#the EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang