01.10 | Luka Lama

271 29 3
                                    

Happy reading!

Happy reading!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

D I L A R A

"DILARA, buruan keluar! Darren udah nungguin."

"Iya Ma."

Dilara mempercepat gerakannya mendengar perkataan Bu Reina tersebut. Ia melirik sekilas ke arah arlojinya.

06.00 WIB.

Apa-apaan ini, masih pagi sekali dan Darren sudah berada di rumahnya. Apakah dia sudah gila? Yang jelas, Dilara harus bergegas agar tidak dimarahi Bu Reina dan Pak Jefan, papanya.

Dilara keluar dari kamarnya dengan disambut ekspresi wajah datar Pak Jefan. Matilah! Sepertinya nasib buruk kembali menimpanya pagi ini.

Dengan gugup Dilara berjalan menuju meja makan yang sudah terdapat kedua orang tuanya beserta Darren di sana.

"Duduk!" pinta Pak Jefan dingin.

Dilara menelan salivanya sukar sembari duduk di kursi kosong sebelah Darren.

Pak Jefan menatap Dilara, "Kenapa nggak cerita?"

"Apa?"

"Kenapa gak cerita kalo kamu pacaran sama Darren?"

Dilara terkejut, opininya bahwa Darren akan menjelaskan segalanya hancur lebur seketika.

Dilara melirik ke arah Darren yang sedang makan dengan santainya. Menyebalkan! Bagaimana dia bisa setenang itu?

Dilara menghembuskan nafasnya guna mengurangi kekesalannya.

"Pa, Ma, aku nggak pernah pacaran sama Darren."

💌💌💌

Motor Darren melaju, membelah jalanan kota yang mulai ramai dengan pengendara kendaraan bermotor.

Sepanjang perjalanan Dilara hanya meruntuki nasipnya tanpa berniat untuk membuka pembicaraan dengan Darren setelah kejadian saat sarapan tadi.

"Pa, Ma, aku nggak pernah pacaran sama Darren." ucap Dilara yang membuat kedua orang tuanya melihat ke arahnya.

"Apa yang kamu katakan, Dilara?" tanya Bu Reina.

Dengan ragu Dilara berkata, "Aku nggak pernah pacaran sama Darren. Aku juga gak akan mau pacaran sama dia. Aku memang udah punya pacar, tapi bukan Darren."

"Siapa pacar kamu yang sebenarnya?"

"Kak Rasya, Arasya Firgasta Oberon."

Pak Jefan membulatkan matanya mendengar nama itu.

"Putusin dia! Papa setuju kalau kamu pacaran sama Darren, bukan Rasya."

Bagaimana mungkin Dilara bisa memutuskan hubungannya dengan Rasya. Padahal usia hubungan mereka belum menginjak satu minggu. Memikirkannya saja membuatnya pusing, apalagi melakukannya.

Darren melihat kaca spion yang memantulkan wajah murung Dilara. Sepertinya, ia masih memikirkan kejadian tadi. Setelah sampai di sekolah nanti ia akan menghiburnya, pikir Darren.

💌💌💌

Pak Jefan berjalan mondar-mandir memikirkan perkataan putrinya tadi. Arasya Firgasta Oberon, nama itu kembali membangkitkan memori kelam yang menimpanya dua belas tahun silam.

Seorang anak laki-laki sedang bermain dengan adik perempuannya. Terlihat aura bahagia yang terpancar dari wajah mereka.

Namun sebuah mobil sedan hitam berhenti tepat di hadapan mereka. Sesosok pria berbaju serba hitam turun dari mobil itu, membuat kakak beradik itu menoleh ke arahnya.

Pria itu menghampiri mereka berdua dan mengajak anak laki-laki itu pergi bersamanya. Dalam sekejap, mobil hitam itu menghilang bersama dengan kakaknya. Tanpa sepatah kata, meninggalkan adik perempuannya yang menangis sesenggukan.

Gadis kecil itu berlari memasuki rumahnya. Ia menghamburkan dirinya ke dalam dekapan ayahnya. Menceritakan kejadian yang menimpa kakaknya.

Setelah kejadian di luar nalar yang menimpanya, gadis kecil itu mendadak kehilangan ingatannya tentang kakaknya. Tak ada satupun kenangan yang tersisa. Membuat orang tuanya selalu dilanda nestapa yang amat sangat.

Mengingat keanehan itu membuat kepala Pak Jefan pening setengah mati. Membangkitkan luka lama yang telah terpendam.

Pak Jefan mengambil ponselnya dan menulis rentetan angka di sana.

"Halo."

"Cari tahu mengenai seluk beluk Arasya Firgasta Oberon! Tuntaskan hingga akarnya!"

"Siap bos."

Pak Jefan memutuskan sambungan teleponnya sembari meletakkan ponselnya di meja kerjanya.

"Semoga kau orang yang kucari."

💌💌💌

Dilara membenamkan wajahnya di atas mejanya. Darren yang melihat kondisi Dilara, semakin gundah dibuatnya.

"Dilara, gue keluar bentar."

Darren menghembuskan nafas panjang di kala Dilara tak merespon ucapannya sama sekali. Kemudian, ia pergi meninggalkan Dilara sendirian di ruang kelas.

"Kak Rasya."

Dilara mengirimkan sebuah pesan singkat untuk Rasya melalui aplikasi WhatsApp miliknya.

Pangeran ilusi❤️

Kak, udah berangkat?
Sent 06.30

Dilara meletakkan kembali ponselnya sembari memikirkan alasan yang membuat Pak Jefan menolak hubungannya dengan Rasya.

Tiba-tiba suara langkah kaki terdengar di telinganya. Rupanya itu adalah Rasya yang datang menghampirinya.

"Maaf."

💌💌💌

Darren berjalan menuju ruang kelasnya sambil membawa semangkuk bakso hangat untuk Dilara.

Namun, ia mematung ditempatnya ketika melihat Rasya sedang bersama Dilara. Ia menghela nafasnya menahan amarah yang bisa meledak.

Dengan penuh senyuman, Darren meletakkan semangkuk bakso itu di depan Dilara. Tentu, perbuatannya ini menyita perhatian Rasya.

"Makan!"

Rasya bangkit dari tempat duduknya, "Apa-apaan ini?" tanyanya.

"Apa? Gue cuma ngasih ini buat Dilara. Salah?" tanya Darren.

"Salah, Dilara pacar gue. Sini! Biar gue yang urus. Lo boleh pergi, jangan ganggu kami!" pinta Rasya.

"Lo gak punya hak buat ngusir gue dari kelas ini ya! Inget bro, ini bukan kelas lo."

"Bac*t."

"Diam kalian!"

TBC.

DILARA ( SUDAH TERBIT )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang