01.54 | Udara dan Darren

78 11 2
                                    

D I L A R A

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

D I L A R A

"DILARA."

Gadis itu menoleh, nampak Arjuna dengan sebuah es krim rasa semangka juga jagung di tangan kanannya.

"Katanya lo suka," ucap laki-laki itu seraya menyodorkan dua es krim tadi pada Dilara. "Makasih," ucap Dilara seraya tersenyum tulus.

Arjuna mengangguk, lalu duduk di lantai rooftop. Sontak Dilara duduk di samping laki-laki itu. Asal kalian tahu, hari ini hanya pengenalan sistem akselerasi sehingga tidak ada pelajaran.

"Kalau lo mau tau, gue suka udara. Gak bisa diraba tapi nyata. Gak bisa dilihat, tapi bermanfaat. Sadar gak sadar, kita bergantung sama udara. Tapi sayang, udara sering dicemari. Padahal kan dia baik ke kita."

Dilara kembali terpaku oleh sosok Arjuna yang baru. Gadis itu mulai membuka mulut.

"Mungkin karena manusia gak bisa lihat udara seperti lihat air, api, atau hujan. Padahal jelas-jelas udara meluk mereka tiap hari. Selalu ada kemanapun mereka pergi. Kalau hujan cuma datang waktu kita sedih, atau api waktu kita butuh kehangatan, udara gak musiman, kapanpun dimanapun dia ada."

Arjuna tertegun mendengar perkataan Dilara. Sesaat kemudian ia tersenyum, tipis. Gadis di sebelahnya begitu istimewa. Bahkan Clara tidak pernah mengatakan hal seperti itu.

Dilara menatap lurus ke depan. Mata gadis itu mulai berkaca-kaca. "Gak, gue gak boleh nangis di sini. Lo bisa Dilara, lo bisa," ucap gadis itu dalam hati.

"Lo nangis?"

"Ha?"

"Lo nangis?" ulang Arjuna dibalas gelengan gadis di sebelahnya. Beberapa saat mereka nyaman dengan kebisuan hingga Dilara kembali membuka pembicaraan.

"Kamu percaya gak kalau mimpi ketika kita tidur, bisa mengiaskan kejadian esok hari?" tanya Dilara tiba-tiba.

Arjuna menggeleng. "Emang ada?" tanya laki-laki itu. Dilara mengangguk.

"Awalnya aku cuma anggap mimpi sebagai bunga tidur aja. Tapi kelamaan dia nyata. Bahkan beberapa orang muncul dari mimpi dan mengubah hidupku."

"Maaf aku curhat," ucap Dilara seraya mengusap ujung mata yang mulai dibasahi air mata.

"Lanjutin aja, gak papa."

Dilara mengalihkan pandangan ke depan. Ia mulai bersuara. "Sebelum masuk kelas akselerasi, aku kenal seseorang. Namanya Darren, Darren Dovendra. Dia baik, banget malah. Ya walau dia rada pecicilan sih."

"Tapi dia gak musiman kayak udara. Dia selalu bisa ngerti aku. Bahkan ketika aku badmood sekalipun."

"Sebelum kenal dia, aku suka sama kakak kelas di sini. Namanya Rasya, Arasya Firgasta Oberon. Dulu dia anggota geng TPOC sekarang diketuai Aldrich, kakakku. Lucu aja sih dulu, gara-gara Darren niup keningku Kak Rasya lihat. Dia bawa aku ke taman belakang. Siapa sangka kalau dia nembak aku di sana."

DILARA ( SUDAH TERBIT )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang