Happy reading!
D I L A R A
SETELAH perdebatan panjang, akhirnya diputuskan bahwa Dilara dibonceng Alfa, Anand dengan Livia, Dewa dengan Viva, Akhtar dengan Leena, sedangkan Aldrich sendirian, nasib menjomblo memang.
"Pegangan." pinta Alfa, datar.
"Gak mau."
"Ya udah terserah, kalo jatuh gue gak tanggung jawab."
Setelah mengucapkan kalimat itu, Alfa melajukan motornya dengan kecepatan tinggi. Refleks, Dilara memeluk erat lelaki itu.
"Kak Alfa!"
Dilara memukul punggung Alfa justru membuat lelaki itu terkekeh geli. Gadis itu sempat terpana dengan pesona Alfa. Kenapa ia tak pernah melihat lelaki itu sebelumnya di sekolah? Yang ia ingat kalau TPOC hanya beranggotakan dua orang yaitu Anand dan Dewa.
Dilara menolehkan kepala ke arah Viva yang sepertinya kesenangan dibonceng Dewa. Bahkan dari raut wajah gadis itu, Dilara dapat menyimpulkan jika ia menyimpan rasa untuk Dewa. Akhirnya.
💌💌💌
Dua puluh menit kemudian, Dilara dan Alfa sampai di salah satu mall tersohor di kota itu. Kini, keduanya sedang menunggu yang lainnya di tempat parkir.
"Kak Aldrich mana sih nggak sampe-sampe." gerutu Dilara.
Alfa memandangi gadis di sebelahnya dengan tatapan geram. Bagaimana tidak, sedari tadi Dilara tak henti-henti menggerutu.
"Lo gak bisa banget ya diam sebentar aja?"
Dilara melayangkan tatapan tajam pada kakak kelasnya itu.
"Jangan natap gitu, ntar mata lo copot tau rasa."
"Kak Alfa ngeselin! Kak Aldrich mana sih kesel!"
Alfa terkekeh kecil. "Masuk duluan kuy? Beli es krim, mau?"
"Mau! Rasa taro ya?"
"Sip."
Alfa dan Dilara memasuki area mall dengan bergandengan tangan. Bukan, tepatnya Alfa yang memegang tangan gadis itu. Entah mendapat kekuatan dari mana.
"Kak Alfa, lepasin! Malu dilihat orang." kata Dilara, pelan. Ia tak bohong memang sedari tadi banyak pasang mata yang memperhatikan kehadiran mereka. Dasar Dilara giliran diliatin Alfa aja gak peka, huh!
"Malu tapi mau."
"Bodo amat ah nanti ku aduin Kak Aldrich!" Dilara menghentakkan kakinya kesal.
"Jangan mencak-mencak gitu, nanti retak loh." ledek Alfa.
"Bodo amat!"
💌💌💌
Aldrich terkejut melihat kedekatan Dilara dengan Alfa. Padahal belum sehari mereka bersama, tapi lihat saat ini Alfa sedang mengusap sisa es krim di pipi Dilara dengan kertas tisu. Perlakuan sederhana Alfa pun membuat Dilara blushing. Aldrich tak menyangka jika temannya itu sangat gerak cepat.
"Adek lo kayaknya mulai kesemsem sama kulkas berjalan deh."
Aldrich menyunggingkan senyum. Lebih tepatnya sebuah seringaian.
"Biarin, asal adek gue bahagia."
"Tapi kalo dia nyakiti adek gue, pasti gue hajar sampe abis." lanjut Aldrich.
"Woi Bro, buruan nih jadi nonton nggak?" tanya Anand.
"Jadi dong, kalian buruan pesan tiket. Nanti gue nyusul." ucap Aldrich lantas menghampiri Dilara dan Alfa.
"Enaknya berduaan di sini." sindir Aldrich.
"Kak Aldrich kemana aja sih? Daritadi Ica tungguin gak nyampe-nyampe." omel Dilara.
Aldrich mengelus lembut puncak kepala Dilara. "Maafin Kak Aldrich, Sayang. Tadi ban sepeda Kakak bocor. Jadi Kak Aldrich bawa ke bengkel dulu."
"Tapi kamu senang kan sama Alfa?"
"Senang gimana Kak Alfa jail mulu." gerutu Dilara.
"Ya udah, ayo nonton. Yang lain udah nungguin."
Aldrich melihat tangan Dilara yang digenggam oleh Alfa. "Lepasin dulu, Ara sama gue."
Awalnya Alfa tak terima, tapi gimana lagi. Ia sama sekali tak berhak atas Dilara. Lelaki itu mengekor di belakang Dilara dan Aldrich.
"Buruan cari pacar biar nggak rebut cewek orang." gumam Alfa.
"Kalian udah jadian?"
💌💌💌
Dilara menyembunyikan dirinya di balik Aldrich ketika mengetahui film yang dipilih Dewa adalah film Annabelle.
"Kok milih film ini sih." gerutu gadis itu.
Aldrich terkekeh. "Gak pa-pa, Dek sekali-kali." ucap Aldrich-santai-membuat Dilara mengerucutkan bibirnya.
Sepanjang film terputar, Dilara hanya bersembunyi di belakang kakaknya. Sementara tangan kanannya tak pernah terlepas dari genggaman Alfa. Usaha gadis itu untuk melepaskan tangan dari genggaman kulkas berjalan seolah tak berguna. Bahkan ketika film berakhir, Alfa tetap seperti itu.
"Kak Alfa, lepasin tanganku!"
Alfa terkekeh. "Gak akan, Sayang."
"Sayang-sayang pala Kakak. Lepasin Kak!" Setelah berhasil melepaskan genggaman tangan Alfa, Dilara langsung bersembunyi di balik Aldrich.
"Kak Drich, Kak Alfa ngeselin."
"Kok manggilnya Kak Drich hm?" tanya Aldrich sambil mengelus puncak kepala Dilara.
"Sengaja, biar nggak sama kayak Kak Alfa." jawab Dilara, polos.
Aldrich mencubit pipi Dilara pelan, justru membuat sang empu bertambah kesal.
"Kalian berdua ngeselin!"
Dilara beranjak meninggalkan Aldrich dan Alfa. Jangan tanyakan kemana tiga sahabat Dilara serta sahabat Aldrich yang lain, mereka telah bersenang-senang merayakan hari jadiannya.
Mungkin sulit dipercaya jika setelah menonton film horor tadi, ketiga sahabat Dilara serta Aldrich saling jatuh hati. Mungkin kalo dijadikan sinetron judulnya "Ada cinta di bioskop" kali ya? Hehe . . . !
Aldrich dan Alfa mengejar Dilara yang tengah berlari keluar area mall. Entah kenapa seorang kulkas berjalan seperti Alfa bisa menaruh perasaan pada gadis itu.
"Ara sayang maafin Kak Aldrich ya?"
"Maafin gue juga ya?" Aldrich menoleh menatap Alfa. Sulit dipercaya jika Alfa bisa mengucapkan kata 'maaf' terlebih untuk adiknya.
Dilara menghembuskan nafas panjang. "Aku maafin, tapi ada syaratnya."
"Apa, Dek?"
"Apa, Dilara?"
Gadis itu menyunggingkan senyum kemenangan. "Kak Aldrich, beliin tiga es krim rasa taro. Kak Alfa, beliin aku tiga permen kapas." ucanya yang membuat kedua cowok itu pasrah.
TBC.
Dipublikasi : 20 Nov 2019
Direvisi : 19 Apr 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
DILARA ( SUDAH TERBIT )
Fantasía[ sudah diterbitkan oleh Penerbit CMG Bekasi] . Untuk sang pangeran yang tak mungkin membaca ini. Dariku, kelinci hitam yang t'lah lama mengagumimu. Berpadu dengan ilusi, kau hadir mengisi kalbu. Semalam. Membuatku bahagia walau sekadar bunga tidur...