[ sudah diterbitkan oleh Penerbit CMG Bekasi]
.
Untuk sang pangeran yang tak mungkin membaca ini. Dariku, kelinci hitam yang t'lah lama mengagumimu.
Berpadu dengan ilusi, kau hadir mengisi kalbu. Semalam. Membuatku bahagia walau sekadar bunga tidur...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
D I L A R A
"PULANG sekolah ikut gue!" pinta Darren dengan ekspresi wajah dingin melebihi dinginnya Kutub Utara.
"Gak mau ah, aku mau nonton Ganteng - Ganteng Serigala nanti," tolak Dilara.
"Anjir, kalo mau nonton itu kan bisa di YouTube. Masa harus di TV?" tanya Darren geram.
"Hemat kuota, Darren."
"Ya udah, ntar pake HP gue aja. Clear," kata Darren dengan entengnya.
"Ya udah iya."
Bukannya anda tak mengerti, melainkan tak mau mengerti.
Seberapapun anda meminta maaf, takkan berpengaruh sama sekali.
Bunga matahari yang layu membutuhkan sinar matahari untuk segar kembali. Begitupula dengan sang kalbu.
Bahagia ya! Saya tak pernah membenci anda. Saya hanya membenci diri saya yang mudah percaya.
"Lo nulis apaan tuh? Kayaknya galau banget. Ada masalah sama Rasya?" tanya Darren, heran.
"Hah?"
"Itu, lo kenapa nulis puisi kek gitu?"
"Gak pa-pa, ini buat part cerita Wattpad-ku selanjutnya aja," jawab Dilara.
"Hati-hati kalo nulis cerita."
"Kenapa?"
"Semua bisa jadi kenyataan, jangan mainin perasaan dan kehidupan lo sendiri, Dilara!"
💌💌💌
"Udah?"
Dilara mendengus. "Belum, tinggal sepuluh buku lagi."
"Ya udah, selesaiin gih! Jadi cewek gak boleh pemalas," ucap Darren dengan mudahnya.
"Iya tuan ngeselin, tau gitu tadi aku pulang aja," gerutu Dilara.
Darren terkekeh. "Gak pa-pa sekali-kali bantu calon suami."
"Calon suami, your head. Gak sudi aku, nikah sama kamu. Kalo sama Kak Rasya baru sudi," ucap Dilara sambil tersenyum membayangkan pernikahannya dengan Rasya kelak.
"Halu, emangnya Rasya serius sama lo?"
Dilara termenung.
"Dengar ya Dilara, gue kenal Rasya udah lama. Jauh sebelum lo kenal sama dia. Gue tau persis seluk-beluknya dia."