D I L A R A
DILARA menuruni tangga dengan langkah gontai. Gadis itu nampak terkejut melihat kehadiran Arjuna di sana. Bukannya tadi cowok itu bilang jika berhubungan dengan Dilara adalah masalah hidup terbesar?
"Ngapain lo di sini?" tanya Dilara ketus. Sontak cowok itu menatapnya, menghampiri Dilara lalu menyeret paksa gadis itu memasuki mobilnya.
"Ngapain sih lo?!" tanya Dilara sedikit membentak dengan mata yang mulai berkaca-kaca. Arjuna melayangkan senyum miring lalu mendekatkan bibirnya ke telinga Dilara.
"Nyulik lo," bisiknya. Arjuna membekap mulut Dilara dengan lakban lalu mengikat tangan dan kaki gadis itu dengan tali. Ia memasang sabuk pengaman lalu menancap gas meninggalkan area rumah Dilara mengabaikan gadis itu meronta-ronta.
"Lo jahat," Meski tidak begitu jelas karena dibekap lakban, Arjuna dapat mendengar Dilara mengucapkannya. "Maaf," gumam Arjuna melihat pipi Dilara dihujani air mata.
Sepanjang perjalanan Arjuna terus saja meruntuki dirinya. Andai tadi ia mengijinkan Alfa yang menggantikan posisinya, pasti Dilara tidak akan membenci dirinya. Tapi mana mungkin Arjuna mau membiarkan Alfa menyentuh gadisnya.
Arjuna kembali menatap Dilara untuk kesekian kalinya. Matanya terpejam, nafasnya mulai teratur, tak ada lagi rontaan seperti tadi. Pertanda jika gadis itu tertidur. Mungkin ia lelah.
Setelah menghentikan laju mobilnya, Arjuna melepaskan sabuk pengaman dari tubuh Dilara lalu memutari mobil untuk berada di pintu sebelah Dilara. Membuka pintunya, lalu menggendong tubuh gadis itu tanpa melepas ikatan dan lakban dari mulutnya. Malah menutupi mata Dilara dengan kain hitam.
Arjuna membawa Dilara memasuki sebuah villa. Di sana, mereka disambut hangat oleh banyak orang. Kira-kira dua puluhan lah. Sementara ada seorang cowok yang belum sempat mengganti pakaiannya karena diancam mau melukai Dilara jika ia tak datang. Muka cowok itu teramat kesal, ternyata ia hanya diprank. Ya siapa lagi kalau bukan Alfa.
"Kerja bagus!" Seorang pria paruh baya berpakaian rapih mengacungkan jempol ke arah Arjuna. "Ma, bawa anak kita ganti baju. Masa iya mau party pake kaos gini," lanjutnya sembari menatap wanita paruh baya yang tak lain adalah Bu Reina, istrinya. Ya, pria paruh baya itu adalah Pak Jefan, ayah Dilara yang katanya pergi ke Surabaya.
"Ayo Nak Darren, tolong gendong Dilara ke kamar." ucap Bu Reina lembut yang dijawab anggukan Arjuna. Jangan heran mengapa Arjuna tidak menolak dipanggil Darren karena sebelumnya, Pak Jefan juga kembarannya telah menjelaskan segalanya. Memaparkan kejadian yang ia dan Dilara alami sebelumnya. Mengenai Darren atau pangeran Athlas beserta Aldrich yang sebelumnya adalah Rasya atau the Good Devil.
Setelah merebahkan tubuh Dilara di kasur salah satu kamar di villa keluarga Jefan, Darren alias Arjuna membuka satu persatu ikatan di tangan dan kaki gadis itu. Membuka lakban yang membekap mulutnya lalu yang terakhir biarkan saja, penutup mata. Cowok itu meninggalkan kamar. Sementara Bu Reina sibuk mencari gaun untuk putrinya.
💌💌💌
Dilara membuka penutup matanya perlahan. Ah bagaimana bisa ia tertidur selama ini. Dan, dimana ia sekarang? Kamar bercat putih susu dengan beberapa foto yang terpajang di dindingnya tentu bukan kamar gadis itu. Namun ia merasa tak asing dengan kamar ini. Hingga pintu kamar terbuka menampakkan sosok mamanya yang berdiri dengan senyum manisnya.
"Eh anak mama udah bangun, lihat mama bawa apa buat kamu?" ucap Bu Reina sembari menunjukkan sebuah gaun berwarna putih kepada putrinya.
"Mama bukannya ke Surabaya sama papa? Kok bisa di sini? Ini juga aku dimana? Terus tadi kenapa Arjuna nyulik Dilara?" tanya Dilara bertubi-tubi.
Bu Reina nampak tersenyum. "Udah nanti aja tanyanya, sekarang buruan ganti baju kamu pake gaun ini. Nanti telat, jangan lupa berias ya yang natural aja jangan menor-menor. Mama tunggu di bawah," ucap Bu Reina lalu beranjak keluar kamar.
Selepas kepergian Bu Reina, Dilara membersihkan diri sebentar lalu memakai gaun yang diberikan oleh Bu Reina. Memoleskan sedikit make up di wajahnya lalu tersenyum setelah merasa pas. Memakai sepatu kaca yang ikut bersama gaun tadi lalu beranjak keluar kamar.
Gadis itu nampak terkejut melihat ruang tamu yang gelap gulita. Sepertinya ia ingat, sekarang Dilara tengah berada di villa keluarga. Lagi-lagi sepasang tangan memasangkan penutup mata lalu menggendongnya menuju rooftop villa. Lagi-lagi pula gadis itu tak bisa meronta.
💌💌💌
Arjuna menurunkan tubuh Dilara dengan perlahan. Ya, sepasang tangan yang menggendong serta memasangkan penutup mata Dilara tadi tak lain adalah dirinya. "Jangan tidur lagi," bisik Darren yang membuat Dilara sadar jika Arjuna lah yang bersamanya.
"Arjun! Ngapain lagi sih, ini kenapa mata gue ditutup segala." cerocos Dilara. Arjuna tersenyum, "jangan berisik. Ntar juga lo tau." jawab Arjuna lalu menuntun Dilara mendekati teman-teman juga kerabat gadis itu yang sudah siap memberikan surprise di hari ulang tahunnya.
Arjuna nampak memberi aba-aba kepada Viva dan lainnya. Perlahan tangan Arjuna terulur untuk membuka penutup mata Dilara. Dan...
"HAPPY SWEET SEVENTEEN DILARA!"
Keempat sahabat Dilara berhambur memeluk gadis itu. Sementara Dilara meneteskan air mata penuh haru. Ia pikir persahabatannya berakhir hari ini. Rupanya tidak, justru segalanya berawal hari ini.
"Makasih, aku kira kalian gak ingat. Kupikir kita berhenti sahabatan karena comments kalian tadi." ucap Dilara dengan tangis bahagia.
Viva, Livia, Leena, dan Vasya, tersenyum lalu menggeleng serempak. "It's a prank! Si Darren yang punya ide gitu." jawab Vasya.
"Darren?"
Bu Reina dan Pak Jefan menghampiri putrinya. "Happy sweet seventeen, Sayang. Gak terasa kamu udah gede. Padahal yang mama inget waktu itu kamu ngerengek minta dibeliin es krim. Ya kan Pa?" Pak Jefan mengangguk, "Iya, Papa juga inget kalo kamu ngompolin Papa dulu, sekarang putri raja udah gede. Cepet banget," imbuhnya.
Dilara tersenyum, "Makasih Pa, Ma, Ara sayang banget sama kalian. Sayang banget, makasih udah jadi orang tua paling baik sedunia." ucapnya sembari memeluk erat Bu Reina dan Pak Jefan. "Sama-sama Sayang,"
Dilara kembali tersenyum, "Kak Aldrich mana Pa, Ma? Kok nggak keliatan?" tanyanya.
"Kakak di sini," Aldrich menghampiri adiknya dengan membawa kue tart berbentuk semangka dengan topping es krim rasa semangka. "Happy sweet seventeen Adek kakak yang paling bandel dan paling ngaduan sedunia, semoga sehat, bahagia dan sukses selalu. Kakak sayang banget sama kamu, Ara." ucap Aldrich tulus. "Maafin kakak udah nyuekin kamu tadi di sekolah."
Dilara sedikit kesal lalu tersenyum. "Makasih Kakak! Ara juga sayaaanggggg banget sama Kak Aldrich." ucapnya tanpa menurunkan senyumannya.
"Ya udah ayo potong kuenya!"
"Tunggu," Ucapan Pak Jefan membuat semua orang yang berada di rooftop villa menatapnya. "Kenapa Pa?" tanya Aldrich. "Sebelum potong kue, ada sesuatu yang harus kamu ketahui, Dilara."
TBC.
HAY HAY MASH DI RUMAH AJA NIH? HM JAGA KESEHATAN YA KALIAN. SEMOGA BADAI CEPAT BERLALU SEBELUM BULAN PUASA DATANG DAN KITA BISA BERAKTIVITAS SEPERTI BIASA.
JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK! BAY😊31/03/20
KAMU SEDANG MEMBACA
DILARA ( SUDAH TERBIT )
Fantasia[ sudah diterbitkan oleh Penerbit CMG Bekasi] . Untuk sang pangeran yang tak mungkin membaca ini. Dariku, kelinci hitam yang t'lah lama mengagumimu. Berpadu dengan ilusi, kau hadir mengisi kalbu. Semalam. Membuatku bahagia walau sekadar bunga tidur...