*********
"Ayo, kita lanjut! Bagaimana jika sekarang kita ke tempat karaoke?" tanyaku penuh gembira.
"Lain kali saja, Salsa. Lihat ... salju sudah memenuhi seluruh jalan. Aku bisa terlambat pulang untuk merayakan malam Natal bersama keluargaku," jawab Ana dengan wajah khawatir.
Untuk apa merayakan Natal dengan keluarga? Benar-benar membosankan. Ana memang terlalu kaku, lebih baik aku karaoke bersama Haylen saja.
"Haylen, kamu ikut bersamaku, 'kan?"
Wajahku sudah beralih. Tidak lagi melihat Ana dan menatap Haylen dengan pandang memohon.
"Maaf, Salsa. Hari ini aku juga sudah berjanji untuk makan malam bersama Ayah dan Ibuku."
Aku mengerucutkan bibir. Memasang raut sebal karena pengkhianatan mereka. Tunggu! Aku belum mencoba satu cara terakhir. Cara yang selalu berhasil pada setiap orang.
Dengan penuh bangga, aku tersenyum. Melihat Ana dan Haylen bergantian. Dan pelan, aku berucap, "Akan aku traktir. Jadi, ayo kita pergi bersama!"
Biasanya, jika aku sudah mengatakan kalimat ajaib ini, maka siapa pun akan langsung setuju dengan tawa bahagia. Namun, sekarang aku tidak melihat raut wajah itu pada Haylen maupun Ana. Mereka berdua malah saling berpandang. Lalu, melihatku dengan tatap sedih.
"Maaf, Salsa. Kami berteman denganmu bukan karena uang atau kekayaan yang kamu miliki. Kami tulus berteman denganmu. Dan sekarang ... kamu memperlakukan kami seperti ini. Seperti teman bayaran yang akan ikut selama kamu mengeluarkan uangmu itu. Jujur, aku jadi merasa kecewa."
"Semua orang memang suka uang, bukan? Kalian juga sama saja. Jika aku tidak kaya, mana mungkin kalian akan tahan dengan sikap menyebalkanku ini. Tidak usah pura-pura. Aku sudah tahu semuanya," debatku pada Haylen.
Munafik! Kalian itu menempel padaku karena semua uang yang aku keluarkan saat kita bersama. Akui saja!
"Hentikan, Salsa! Kamu sudah melewati batas! Kami akan tetap merayakan malam Natal bersama keluarga kami. Kamu juga seharusnya pulang. Malam Natal itu harus bersama dengan orang yang terkasih."
"Sudah, lupakan saja tawaranku! Kalian berdua sangat berisik! Tidak perlu menasihati diriku! Lebih baik kalian cepat pergi! Jangan harap aku akan mengeluarkan uang lagi pada kalian!" teriakku membuat beberapa pejalan kaki memperhatikan kami.
Aku tidak peduli. Aku sudah terlanjur marah. Malam Natal harus bersama dengan orang terkasih?! Jangan berkata omong kosong denganku! Bagiku yang penting hanya uang!
"Ternyata kamu masih belum berubah. Kalau begitu, kami pergi dahulu. Selamat Natal, Salsa. Semoga Santa akan membawa kehangatan pada hatimu."
Aku hanya memutar bola mata. Melihat jengah Haylen dan tanpa menunggu lagi, aku segera membalikkan tubuh. Berjalan menjauhi kedua orang yang berlagak suci itu.
Santa?! Natal?! Siapa juga yang peduli dengan hal bodoh seperti itu!
******
Salju terus turun. Orang-orang juga masih sibuk tertawa bersama keluarganya. Ah, lihat! Semakin larut malam, maka semakin kencang juga lantunan doa yang dinyanyikan. Bukan hanya dari gereja. Namun, juga dari para paduan suara yang berkumpul di sudut-sudut kota.
Sementara aku hanya melangkah tidak tentu arah. Masih menggunakan seragam sekolah. Tanpa siapa pun yang menemani.
Drap!
KAMU SEDANG MEMBACA
[End] Ending Moment
Fantasy[NOVEL, Romance-Fantasy] Kisah tentang Salsa. Seorang penulis kejam tanpa cinta. "Penulis itu Tuhan! Jadi, jangan coba menghalangi aku untuk menyiksa tokoh antagonis!" kataku dengan semangat. Memang fakta, 'kan? Bahwa tokoh antagonis itu jahat! Ke...