Bab 4

10.5K 804 29
                                    

"Anda baik-baik saja?"

"Apa saya terlihat baik-baik saja di mata anda?"

Pria itu kini tertawa. Dasar, gila! Memang aku sedang melawak sekarang?!

"Kamu lucu sekali. Aku jadi semakin tertarik untuk mengenalmu lebih jauh," katanya sembari meletakkan hamburger di atas piring. Lalu, sedetik kemudian, ia sudah menopang dagu dengan satu tangan. Melihatku lekat seolah kami telah saling mengenal lama.

"Aku? Kamu? Bahkan, sekarang kamu berani bicara tidak formal denganku. Memang kamu pikir dirimu ini siapa?"

"Bukan siapa-siapa. Oleh karena itu, aku ingin menjadi seorang yang memiliki arti dalam hidupmu."

"Dasar, sinting. Kita baru bertemu beberapa menit dan kamu ingin jadi bagian dari hidupku? Naif sekali jalan pikiranmu itu. Hah ... sayang, aku terlalu waras untuk meladeni kegilaan sesaatmu ini. Permisi."

Aku kehilangan nafsu makan. Pria aneh. Kenapa juga aku harus menuliskan karakternya sebagai pria naif yang percaya akan cinta pada pandangan pertama?!

Kalau sesuai cerita, harusnya Haist bertemu di restoran ini dengan Ella, karena tokoh Lily yang memerintah wanita itu untuk membeli makan sore dan malamnya.

Tapi ... tadi aku malah menyuruh Ella untuk ke panti asuhan. Tanpa sadar, aku telah merubah alur cerita yang ada.

Tidak boleh. Aku tidak lagi boleh berbuat ceroboh. Haruskah aku merespon rayuan Haist sama seperti Ella?  Untuk merapihkan kembali alur yang mulai melenceng ini?

Tunggu, jika bersikap sama seperti Ella, seharusnya setelah dirayu semanis ini oleh Haist, maka wanita itu akan tersipu. Merasa malu dan ikut berdebar karena ucapannya.

Tapi, aku ... aku bukan Ella yang terlalu banyak menonton drama murahan. Bukan juga Louvie yang selalu tersentuh hanya karena diberi hadiah atau perhatian oleh pria. Aku ini Salsa! Tidak! Sekarang ini aku Lily. Dan setahu aku, tokoh Lily itu ingin merebut Haist bukan karena rasa cinta. Ia bukan wanita selemah itu. Alasan ia mendekati Haist adalah karena rasa dengki.

Ia tidak merasa suka saat melihat Ella bahagia. Dan hal sama juga berlaku padaku. Aku juga bukan wanita mudah yang akan langsung jatuh cinta hanya karena wajah, kekayaan, ataupun kata-kata manis. Aku paling benci semua itu. Karena aku tidak akan pernah pantas mendapat segala keindahan tersebut. Tidak walau dalam dunia fiksi seperti ini sekali pun.

"Kamu ingin kemana?"

Haist memegang satu tanganku. Membuatku yang sudah berdiri dari tempat duduk, kini menjadi terdiam. Tidak lagi merapihkan barang-barang, tapi malah balik melihat dirinya.

"Pulang. Aku tidak ingin lebih lama lagi di sini."

"Apa kata-kataku mengganggu dirimu?"

"Tentu saja. Sangat mengganggu tepatnya. Lagi pula, kenapa kamu harus tertarik denganku, sih? Jangan seenaknya merubah alur. Kamu ini harusnya menyukai orang lain."

"Apa maksudmu? Selama 29 tahun aku hidup, aku baru pertama kali tertarik dengan seorang wanita. Dengan dirimu ... karena aku merasa tersentuh dengan sikap spontanmu yang terasa amat tulus itu."

"Tulus? Aku hanya memberi beberapa lembar tisu padamu."

"Tapi kamu mengkhawatirkan diriku. Tanpa melihat wajah maupun latar belakang yang aku miliki. Kamu mengkhawatirkan diriku karena kebaikan hatimu."

Deg!

Aku baik ... aku? Ah, hampir saja aku terlena. Pria ini ... ia juga akan mengatakan hal yang sama pada Ella jika yang pertama ditemuinya bukan diriku.

[End] Ending MomentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang