Bab 10

12.3K 688 22
                                    

Hmm

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hmm ... ada lengan seseorang yang memeluk diriku. Terasa nyaman dan lembut. Tidak ingin kehilangan hangat yang ada, aku merapatkan tubuh. Memeluk kembali guling pribadi yang cukup besar tersebut.

"Kamu sudah bangun?"

Aku tidak balas menjawab. Merasa bingung dengan suara berat yang bertanya. Memutuskan untuk bergelung lebih erat. Tetap memejamkan kedua mata.

"Jangan menempel seerat ini, Lily. Kamu bisa membuatku kembali bergairah."

Bergairah? Sejak kapan bantal guling bisa bicara?

"Apa aku berhalusinasi lagi?"

Aku bergumam pelan. Melonggarkan pelukan dan membuka mata. Melihat dengan jelas sosok pria tanpa sehelai kain pun di sisiku. Memandang balik dengan amat intens.

"Haist?! Sedang apa kamu di kamarku?!" pekikku sembari memeriksa keadaan.

Damn it! Aku telanjang. Tunggu ... jadi, kemarin itu sungguh terjadi ....

"Kamu lupa dengan malam panas kita? Ah, aku sungguh kecewa. Dan satu lagi, ini kamarku, Lily ... tapi, akan menjadi kamar kita untuk malam-malam selanjutnya," ucapnya dengan satu tangan terulur. Merapihkan helai-helai rambutku.

"Tidak. Sekarang aku ingat semuanya."

Aku bangun. Merapatkan selimut untuk menutupi tubuhku. Melihat Haist yang masih tiduran sembari menopang kepala dengan satu tangan.

"Kamu cantik sekali ... aku berharap bisa selalu melihatmu di pagi hari seperti sekarang," kata Haist dengan wajah penuh senyum.

Satu senyum ... yang selalu membuat hatiku berdebar. Merasa amat dicintai untuk pertama kali sepanjang hidupku.

"Aku harus pulang sekarang."

"Kenapa? Masih terlalu pagi."

"Aku harus bekerja. Mielten pasti sedang mencariku ke rumah saat ini."

Mencoba beralasan, aku mencari siasat tepat untuk pergi dari apartemen Haist. Memang aku harus bekerja, tapi alasan utamaku untuk pulang adalah agar dapat mendinginkan kepala. Memikirkan kembali semua alur dalam cerita. Mencari jalan keluar tepat di tengah kacaunya perasaanku.

"Kamu bisa ambil libur untuk hari ini. Lagi pula sekarang malam Natal. Lebih baik dihabiskan dengan orang terkasih, 'kan?"

Haist telah ikut bangun. Menggenggam dua tanganku. Menggoda mataku dengan memperlihatkan dada bidangnya itu.

Glek!

Tidak boleh! Aku harus sadar! Kemarin itu sudah satu kesalahan, aku tidak ingin menambah banyak lagi masalah yang dapat menghancurkan cerita. Membuatku bisa-bisa tidak dapat kembali ke dunia nyata!

"Aku harus pulang. Adikku juga pasti sudah menunggu."

"Adik? Kamu punya adik?"

"Tentu saja aku punya. Dan kamu ... kamu harus bertemu dengan dirinya."

[End] Ending MomentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang